Sunday, February 23, 2014

[batavia-news] Dilema Demokrasi di Indonesia

 

Res :Demokrasi tidak akan berkembang sesuai maknanya, karena penguasa negara berpegang pada tradisi feodalisme dan konsevertif kaum agama.
 
 
Dilema Demokrasi di Indonesia


 
Foto/Antara
Apakah memang sistem pemilihan langsung saat ini sudah cocok dan membawa manfaat bagi kita?

Tahun 2014 adalah tahun politik. Semua yang mencalonkan di lembaga legislatif atau berharap dapat dicalonkan sebagai presiden dalam Pemilu 2014 sudah mulai berlomba menarik hati rakyat. Janji muluk, muka manis, dengan iming-iming uang atau sembako, bahkan menggunakan organisasi masa, jadi hal biasa kini. Baliho, spanduk dan billboard juga bertebaran.

Walaupun sudah ada aturannya, semua cenderung melanggar. Ada juga alat peraga luar ruang yang selamat dari razia Polisi Pamong Praja. Entah, karena dekat dengan kekuasaan, entah dengan cara-cara yang "lihai".

Semua ulah politisi tersebut adalah konsekuensi dari sistem pemilihan langsung yang kita anut sekarang. Mungkin karena kita terlalu yakin bahwa inti dari demokrasi adalah pemilihan langsung, satu orang satu suara atau one man one vote.   Bapak Bangsa India Mahatma Gandhi memang mengatakan bahwa: in democracy the people's will must rule . 

Yang menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan memerintah adalah rakyat. Di Indonesia, sekarang demokrasi kita terjemahkan sebagai keharusan untuk melaksanakan pemilihan langsung, termasuk pemilihan Presiden, maupun Gubernur dan Bupati serta Walikota. Kita lupa bahwa demokrasi bukan tujuan, tetapi cara, dan dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan the most fundamental norm bangsa Indonesia dikatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.   

Cocokkah Pemilihan Langsung?
Banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa pemilihan langsung dan prinsip majority rules seringkali pelan-pelan tapi secara pasti membawa akibat buruk dalam penyelenggaraan Negara. Contoh, Stalin dan Hitler setelah memegang kekuasaan, berkali-kali memenangkan pemilihan umum dengan selisih suara yang sangat besar, mungkin dengan segala cara, dan kita tahu sendiri bagaimana mereka memerintah secara opresif dan menjadi tirani.

Di negara asal demokrasi yang seolah menjadi kiblat kita, yaitu di Amerika Serikat saja, banyak hasil survey yang menyatakan bahwa sistem pemilihan langsung hanya menghasilkan pemimpin yang mediocre, biasa-biasa saja. Di Indonesia hal mirip-mirip terjadi.

Banyak yang membandingan kualitas pemerintahan era 2009-2014 dengan 2004-2009. Dalam era 209-2014, korupsi lebih masif, terencana dan melibatkan lebih banyak pihak, dengan kerugian Negara (baca: korupsi) dipercaya mencapai 40 persen. Kebijakan dan arah pembangunan pun tidak jelas. Dulu ada Garis Besar Haluan Negara, Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun. Sekarang, rencana pembangunan dibuat berdasarkan janji-janji kampanye Calon Presiden Terpilih.

Sering-sering hanya bersifat sesaat dan tidak sustainable dan tidak pula berorientasi masa depan. Hasil Pemilu langsung menghasilkan banyak kepala daerah yang akhirnya menjadi tersangka, mencapai angka sekitar 180 orang,  dan terus berkembang. Kepala daerah menjadi seperti raja kecil, membangun dinasti dan memperkayadiri, menjaditirani yang tidak memperhatikan nasib rakyat kecil. Sepertiga pejabat di daerah sudah menjadi tersangka.

Dari 33 gubernur, sudah 18 belas yang menjadi tersangka. Belum lagi mantan menteri, bahkan menteri dan anggota DPRdan DPRD yang menjadi tersangka, terdakwa, bahkan terpidana. Dengan demikian menjadi pertanyaaannya adalah, apakah memang sistem pemilihan langsung yang kita anut saat ini sudah cocok dan membawa manfaat bagi kita, yang tidak homogeny dari sisi etnis dan agama.

Modifikasi Sistem Pemilu di Indonesia
Dalam kondisi masyarakat heterogen seperti di Indonesia kemungkinan besar prinsip majority rule akan menjadi tirani kelompok besar terhadap golongan minoritas. Masalahnya, kita lebih suka bicara kebinekaan kita ketimbang merajut kemanunggal-ikaan. Benar, prinsip utama yang harus kita pegang dalam berdemokrasi adalah  Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, sehingga sistem pemilihan langsung dipandang lebih mencerminkan prinsip ini.  

Namun, bagaimana kita menyiasati kebinekaan kita agar majority rule tidak akan menjadi tirani kelompok besar terhadap golongan minoritas? Bagaimana kelompok etnis minoritas yang tidak mungkin terpilih dalam pemilihan langsung karena pasti kalah suara dan TNI dal Polri yang tidak berhak dipilih dan memilih dapat diakomodasikan dalam sistem pemerintahan?

Rasanya kita perlu kembali ke dasar negara RI yang mengamanatkan bahwa demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan mengandung arti, bahwa pemerintah harus membatasi dirinya sehingga hanya mengatur hal-hal yang penting bagi kehidupan rakyat dan tidak memanfaatkan kekuasan bagi kepentingan pribadi maupun golongan.

Kebijaksanaan juga untuk menampung prinsip – prinsip lain seperti penegakan hukum dan akuntabilitas, pemisahan kekuasaan, kebebasan pers dan kebebasan individu. Permusyawaratan harus pula diartikan sebagai pentingnya kehadiran kelompok oposisi yang diakui dan dihormati sebagai check and balance, sekaligus mengakomodasikan prinsip berbagi dan turut serta dalam kekuasaan atau sharing and participation in power dalam demokrasi.

Perwakilan harus diartikan sebagai keterwakilan kelompok minoritas dalam pemerintahan.
Kita tidak mungkin kembali ke pemilihan presiden oleh MPR, namun mungkin dapat mempertimbangkan penambahan Fraksi Utusan Golongan yang diambil dari suku minoritas mungkin dengan sistem noken seperti yang dilakukan dalam Pilkada di Papua, ditambah perwakilan TNI dan Polri yang sekarang menjadi anak tiri dalam demokrasi kita.  

MPR hanya merupakan join session antara DPRRI dan DPDRI, dengan tugas yang sama dengan yang berlaku saat ini, ditambah menetapkan Garis Besar Haluan Negara yang merupakan penjabaran yang lebih rinci dari UUD 1945, khususnya dalam upaya pembangunan nasional menyeluruh dalam segala bidang kehidupan.

Pemilihan kepala daerah juga dimodifikasi, dengan terlebih dulu menetapkan secara tepat titik berat otonomi daerah. Bila otonomi diletakkan di kabupaten dan kota, maka Gubernur tidak perlu dipilih, namun ditunjuk oleh Presiden dari pegawai negeri paling senior yang berprestasi di daerah.   Dengan demikian, peranan, tugas dan fungsi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dapat dijalankan secara lebih optimal. Dan, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan agar tidak dipakai sebagai alat politik, masa jabatannya dibatasi lebih singkat dari masa Pemilu.

Tentunya perlu penjabaran ulang mengenai tugas, kewenangan dan tanggung jawab Gubernur, serta mempertimbangkan apakah DPRD Propinsi masih diperlukan keberadaanya, dan bila tetap perlu ada, bagaimana hubungan dan mekanisme kerja antara Gubernur dengan DPRD, terutama dalam menjalankan fungsi pemerintahan dalam pembangunan yang menggunakan APBD Propinsi.

Bagaimana pun baiknya sistem, harus diakui bahwa memang semua bergantung pada semangat penyelenggara negara. Janganlah kita selalu berlaku bak kata pepatah: "Buruk rupa cermin dibelah", atau "Awak tak pandai menari dikatakan lantai terjungkit", sehingga cenderung mengubah-ubah aturan dan undang-undang.

Bahkan, konstitusi kita, UUD 1945 telah diamandemen empat kali sehingga badannya sudah berbeda jauh dari ruhnya. Selain itu, perlu dicamkan bahwa demokrasi hanya akan berjalan baik bila ada akuntabilitas seperti yang dikatakan seorang pakar politik:

"There is one quality, perhaps above all others, which is essential if a state is to be democratic and that is accountability".

*Penulis adalah Laksamana Muda TNI (Purn), Gubernur Sumsel 1998-2013, President United in Diversity Forum, anggota Institute for Maritime Studies dan Advisory Board Member Conservation International Indonesia. (Sinar Harapan)

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment