Sunday, March 24, 2013

Taufiq Kiemas: Selesaikan dengan Kearifan Lokal

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufiq Kiemas mendesak pemerintah menindak semua bentuk premanisme dan segera menyelesaikan kasus penyerangan di Lapas Cebongan, Sleman, DIY, namun dengan memperhatikan kearifan lokal.

"Premanisme harus segera diselesaikan. Tapi harus disesuaikan dengan kearifan lokal di Yogya," kata Ketua MPR Taufiq Kiemas di Denpasar, Bali, Minggu.
Pernyataan Taufiq Kiemas ini disampaikan menanggapi peristiwa penyerangan Lapas Kelas II Sleman yang menewaskan empat orang penghuninya.
Taufiq Kiemas mengingatkan kultur masyarakat Yogya sangat berbeda dengan wilayah lain. Masyarakat Yogya, tambahnya, sebenarnya sangat terbuka, dan bisa menerima segala etnis. Peristiwa ini mengoyak harmoni di Yogya yang santun, damai dan cenderung tidak menyukai kekerasan.
Menurut Taufiq Kiemas segala bentuk premanisme harus ditindak tegas agar tidak merajalela. Taufiq mendesak Polri bertindak tegas para preman untuk diproses hukum.
"Jangan sampai preman merajalela. Ini anggota TNI saja dibunuh preman, apalagi nanti rakyat," katanya.
Namun Taufiq Kiemas mengingatkan TNI dan Polri juga harus kompak.
Taufiq Kiemas mengingatkan peristiwa sekitar 1965 sebelum pecahnya G30S PKI juga terjadi pembunuhan anggota TNI di Prambanan Yogyakarta. Karena itu, tambahnya penanganan masalah ini harus cepat.
"Premanisme harus ditindak tapi TNI dan Polri harus kompak," kata Taufiq Kiemas

Pengusaha Surabaya dibunuh, mayatnya disemen di belakang rumah

Warga Jalan Banyu Urip Jaya I, Surabaya, Jawa Timur digegerkan penemuan mayat seorang pengusaha besi tua di dalam rumah No 45 milik almarhum H Sutikno, Minggu (24/3) siang. Kasus pembunuhan ini diduga karena masalah utang piutang yang melibatkan satu keluarga, menantu almarhum H Sutikno.

Korban bernama Rudi Gunawan, warga Manyar Kertoarjo, Surabaya. Dia ditemukan terkubur di halaman belakang rumah Sutikno, warga Jalan Banyu Urip Jaya I/45, yang kini ditempati anak almarhum bernama Arif.

"Korban dikubur sedalam satu meter, kemudian disemen dan ditutupi lagi dengan tanah lalu ditanami bunga di atasnya," kata Kanit Resmob Polrestabes Surabaya, AKP Agung Pribadi di lokasi kejadian.

Sayang Agung belum berani memberi kesimpulan soal motif kejadian ini. "Kami masih melakukan pendalaman. Korban juga akan kami evakuasi ke Kamar Jenazah RSUD dr Soetomo untuk dilakukan otopsi, untuk sementara pada bagian mulut korban terdapat luka-luka dengan tangan diikat saat dikubur," lanjut dia.

Sementara menurut warga sekitar, ada kemungkinan pelaku terlibat utang dengan korban. "Sebab korban bukan warga sini (Banyu Urip Jaya). Rumah almarhum H Sutikno itu sekarang kan ditinggali anaknya. Kemungkinan korban datang menagih utang dan dibunuh di dalam rumah," kata salah satu warga sekitar.

Namun, keterangan warga ini belum bisa dijadikan alat bukti polisi untuk menyimpulkan motif pembunuhan tersebut. Sebab, ada keterangan dari warga lain yang menyebut, masalah itu dipicu oleh masalah warisan.

"Umi Sutikno anak almarhum H Sutikno pernah mengatakan pada warga kalau Arif sering menanyakan harta warisan berupa tanah di Pasuruan," kata salah satu warga yang lain.

Dan dari hasil penyelidikan polisi sementara, yang melakukan tindak pembunuhan itu bukan Arif, melainkan Edi Junaidi, yang merupakan menantu dari H Sutikno. "Arif tidak ikut dalam pembunuhan itu, tapi dia ikut melakukan penguburan jenazah korban di dalam rumah," kata Agung saat ditanya lagi soal siapa yang melakukan pembunuhan Rudi.

Selanjutnya, sekitar pukul 14.15 WIB, jenazah korban langsung dievakuasi ke Kamar Jenazah RSUD dr Soetomo. "Kita tunggu saja nanti hasil penyelidikan lebih lanjut," pungkas Agung.

Anggota Denpom V Brawijaya bunuh pengusaha, 5 saksi diperiksa

Warga Jalan Banyu Urip Jaya I, Surabaya, Jawa Timur digegerkan penemuan mayat Rudi Gunawan di dalam rumah No 45 milik almarhum Sutikno, Minggu (24/3) siang. Polisi masih terus melakukan penyelidikan terkait motif pembunuhan seorang pengusaha besi tua di Surabaya itu.

Saat menggelar olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Hartoyo memastikan kalau mayat laki-laki yang dikubur di halaman belakang rumah nomor 45 di Jalan Banyu Urip Jaya I itu adalah seorang pengusaha besi tua yang dilaporkan keluarganya pada 15 Maret lalu.

"Untuk motifnya kami masih melakukan pendalaman. Tapi kami memastikan kalau korban merupakan seorang pengusaha yang dilaporkan hilang oleh keluarganya pada 15 Maret lalu," kata Hartoyo di lokasi kejadian.

Selain itu,  pihaknya sudah menangkap dua orang tersangka dan memeriksa lima orang saksi.

Dikabarkan, salah satu tersangka adalah anggota Denpom V Brawijaya Surabaya. Meski informasi ini dibenarkan oleh Kepala Penerangan Daerah Militer (Kapendam) V Brawijaya, Surabaya Kolonel (Arm) Totok Sugiharto saat dihubungi melalui telpon selulernya, kalau tersangka yang kini diperiksa di kantor Denpom V Brawijaya, Hartoyo masih enggan mengungkap jati diri salah satu tersangka tersebut.

"Kami masih melakukan pendalaman soal status tersangka," elak dia singkat.

Diberitakan sebelumnya, Minggu siang, warga Jalan Banyu Urip Jaya I dikejutkan oleh penangkapan anak dan menantu H Sutikno, yaitu Arif dan Edi Junaidi, yang merupakan anggota Denpom V Brawijaya. Warga juga dikejutkan, kalau dua orang tersangka tersebut ditangkap karena kasus pembunuhan seorang pengusaha yang kemudian ditanam di halaman belakang rumah.

"Warga di sini tidak tahu kalau ada kejadian itu. Entah karena kasus apa? Ada yang bilang karena masalah utang piutang ada juga yang bilang soal warisan. Yang julas keluarga almarhum H Sutikno itu orangnya tertutup dengan warga di sini," kata Yanto, seorang warga sekitar.

Dan saat ini, jenasah korban sudah dievakuasi di Kamar Jenazah RSUD dr Soetomo untuk menjalani proses otopsi.

Sebelum penembakan, pria berbadan tegap pantau Lapas Cebongan

Empat tahanan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) klas II B Cebongan, Sleman, DIY, ditembak mati belasan pria tak dikenal, Sabtu (23/3) dini hari.

Berdasarkan keterangan warga sekitar, pada Jumat (23/3) sore, ada sejumlah pria berbadan tegap yang mondar mandir di depan Lapas.

"Ada beberapa orang berbadan tegap mondar-mandir di sekitar Lapas. Saya tidak menyangka, jika malam harinya ada peristiwa penyerangan. Setelah terdengar suara tembakan yang dikira ban meletus, warga tidak ada warga yang berani mendekat ke lokasi kejadian," kata NH (55), kepada merdeka.com, Sabtu malam.

Menurutnya, warga baru berani mendekati Lapas pada pagi hari. Warga baru sadar suara ledakan semalam merupakan suara tembakan.

"Sekitar jam 09.00 WIB ada empat mobil ambulans yang membawa korban penembakan dibawa ke RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta," ujarnya.

Pantauan merdeka.com di sekitar Lapas, puluhan petugas Brimob Polda DIY dengan senjata laras panjang masih melakukan penjagaan.

Seperti diberitakan, empat tahanan tewas dan dua orang sipir Lapas Cebongan, Sleman, DIY, terluka setelah diserang belasan orang tak dikenal. Korban Dicky Sahetapy, Dedi, Aldi dan Yohanis Juan Mambait merupakan pelaku penganiayaan yang menewaskan seorang anggota Kopassus, Sertu Santoso (31) di Hugo's Cafe Kota Yogyakarta.

Kejadian penembakan itu berlangsung sekitar pukul 01.30 WIB, dimulai dengan kedatangan belasan orang bercadar ke dalam Lapas. Dengan menggunakan penutup muka berwarna hitam, para pelaku melompati pagar setinggi sekitar satu meter.

Pria berbadan tegap itu lantas melumpuhkan sipir penjara, dan memaksanya untuk masuk ke dalam sel tahanan. Tidak berhenti sampai di sana, para pelaku meminta sipir pembawa kunci untuk memeriksa satu per satu sel guna menemukan sasarannya.

Tidak lama, mereka menemukan para pelaku yang tengah meringkuk di dalam sel. Tanpa basa-basi, belasan pria bercadar itu menembakkan senjata api ke arah para korban hingga tewas.

Kopassus harus buktikan anggotanya tak terlibat penyerangan LP

Siapa gerombolan bersenjata bercadar yang menyerbu Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, belum diketahui. Pimpinan Kopassus yang telah membantah anak buahnya terlibat, harus membuktikan hal itu agar tidak membuat masyarakat curiga.

Pendiri Public Virtue Institute (PVI), Usman Hamid beranggapan penting bagi pimpinan Kopassus setempat untuk membuktikan fakta yang terjadi di lapangan dan bukan hanya mencoba menyangkal keterlibatan anggotanya.

Bahkan dia menyatakan ada berbagai hal yang akhirnya mendukung kecurigaan pada korps baret merah tersebut.

"Wajar jika ada kecurigaan, sebab di dalam pendidikan dan pelatihannya pasukan elite seperti Kopassus memang dilatih untuk mempunyai kemampuan menyerang, menculik, menyandera, dan membekuk musuh. Sebagai salah satu pasukan elite yang sudah diakui di level internasional, tentu Kopassus memiliki kemampuan untuk menggunakan senjata, bom, dan menaklukkan musuh," kata mantan koordinator KontraS itu dalam siaran pers yang diterima, Minggu (24/3).

Dalam pandangan Usman, serangan tersebut adalah serangan terhadap sistem hukum negara, karena mempertontonkan terror terhadap keamanan masyarakat. Teror yang dipertontonkan itu bisa saja berefek ganda, yaitu menimbulkan ketakutan terhadap masyarakat, dan bukan tidak mungkin bisa memicu kelompok lain yang memiliki motif kriminal untuk melakukan replikasi penyerangan terhadap lembaga negara lainnya.

Terlebih lagi, lembaga pemasyarakatan selama ini diketahui sebagai tempat bagi para pelaku kriminalitas menjalani hukumannya.

Kegelisahan masyarakat terhadap institusi yang harusnya menjaga keamanan masyarakat akhir-akhir ini semakin meningkat. Perlakuan sewenang-wenang yang terjadi di papua, Pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu, hingga kini penembakan terhadap beberapa orang yang diduga membunuh oknum Kopassus. Hal ini kemudian semakin membuat kepercayaan masyarakat terhadap tentara dan kepolisian semakin menurun dari waktu ke waktu. Alih-alih menunjukkan fakta, pihak terkait justru lebih cenderung berupaya menyangkal keterlibatan institusinya dari kasus penyerangan LP Sleman.

"Penting bagi aparat kita saat ini untuk berfokus pada konsolidasi pasukan di level bawah, agar jangan terjadi gesekan antar instansi. Masyarakat tentu sudah mulai cerdas dan bisa menggunakan berbagai kanal sosial media untuk mengabarkan informasi secara real time. Hal ini yang mungkin lupa diperhitungkan oleh aparat kita sehingga seringkali cenderung lebih fokus pada upaya pembentukan citra dibandingkan pengungkapan fakta," kata Usman.


"Tentu aparat juga tidak seharusnya menghalangi masyarakat yang ingin coba mengabarkan sebuah informasi publik. Saya berharap, semua pihak bisa bekerja sama untuk menjaga keamanan bangsa dan negara," tandas Usman.