Harga Meroket, Rakyat Miskin Menjerit
Junaidi Hanafiah | Jumat, 21 Juni 2013 - 14:38:26 WIB
(SH/Septiawan)
Penjual dan pembeli mengeluhkan kenaikan Harga berbagai jenis sayuran di pasar tradisional; Ciputatl Tangerang Selatan, Banten Sabtu (16/7). Harga sayuran sepekan terakhir terus naik. Pemerintah harus turun ke kampung melihat kehidupan masyarakat sebelum kebijakan dibuat.
BANDA ACEH – Nurul Rahmi dengan cekatan mencetak tanah liat untuk dibakar menjadi batu bata. Tanah liat dimasukkan ke kayu segiempat yang telah dibuat khusus, setelah itu dipotong dengan kawat yang dibuat seperti panah.
Perempuan yang suaminya sehari-hari bekerja sebagai nelayan ini telah hampir 10 tahun bekerja sebagai buruh di pabrik batu bata milik warga Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Nurul tidak sendiri, dia bekerja bersama beberapa temannya yang semuanya perempuan.
Ibu dua anak itu mengaku pemilik pabrik batu bata membayarnya Rp 50 untuk setiap batu bata yang dibuatnya. "Kalau pemula mungkin dalam sehari hanya mampu membuat di bawah 500 batu bata per hari, maka ongkos yang diterima Rp 25.000," ungkap Nurul, Rabu (19/6).
Nurul yang sudah cukup lama membuat batu bata mampu membuat hampir 800 batu bata setiap harinya. Dengan uang Rp 40.000 yang didapatkan dari pabrik batu-bata tersebut, dia bisa membantu kebutuhan rumah tangganya.
"Suami saya hanya nelayan, rezekinya tidak menentu. Belum lagi kami telah memiliki dua anak, tentu biaya hidup semakin besar," ujar Nurul.
Meski mendapat penghasilan Rp 40.000 ditambah dengan penghasilan suaminya sebagai nelayan, dia tetap harus putar otak untuk mencukupi belanja sehari-hari. "Tapi dengan harga barang yang terus naik, saya semakin sulit mencukupi belanja di rumah," kata Nurul.
"Bang, saya dengar di TV, BBM (bahan bakar minyak) mau naik lagi ya?" tanya Nurul kepada SH.
Mendengar jawaban "ya" dari SH, muka Nurul langsung berubah cemas. Sontak ia berhenti mencetak batu bata. "Apa pemerintah negara ini tidak ada kerjaan lain selain membuat rakyat kecil susah?" ujarnya.
Menurut Nurul, jika pemerintah kembali menaikkan harga BBM, masyarakat kecil akan semakin terjepit karena harga kebutuhan pokok juga akan ikut naik menyusul naiknya harga BBM.
"Kenapa aturan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyiksa masyarakat kecil, jika BBM semakin mahal, bagaimana kami bisa membeli kebutuhan rumah yang juga akan ikut mahal," kata Nurul.
Di tengah segala keterbatasannya Nurul masih bisa bersyukur. Ia merasa sedikit beruntung karena meskipun harus bekerja, masih memiliki suami yang juga berusaha keras memenuhi kebutuhan hidup mereka dan kedua anak mereka.
"Lalu bagaimana dengan janda-janda di kampung-kampung yang juga menjadi buruh seperti saya, pendapatan mereka di bawah Rp 50.000 setiap harinya. Bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan sehari-hari jika BBM naik?" ujarnya.
Semakin Menderita
Kini Nurul hanya bisa berharap pemerintah tidak membuat masyarakat miskin semakin menderita dengan aturan atau kebijakan yang dikeluarkan, seperti kebijakan menaikkan harga BBM. Menurutnya, pemerintah sesekali harus turun ke kampung-kampung melihat bagaimana kehidupan masyarakat sebelum kebijakan dibuat.
"Ini duduk di kantor, ngomong mau menaikkan harga BBM, sementara kami di kampung untuk membeli beras saja susah mencari uang," ujar Nurul.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Rasyidah (55), salah seorang warga Tungkop, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayuran di Peunayong, Banda Aceh.
Ia mengungkapkan sehari pendapatannya hanya Rp 30.000 dari hasil berjualan sayuran di Kaki Lima Pasar Peunayong. Uang sebanyak itu dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Tapi sekarang harga kebutuhan pokok sudah mulai naik. Kemarin saya beli telur sudah mahal. Katanya beberapa hari yang lalu harga telur masih Rp 25.000 per lempeng 30 butir, namun kemarin kata penjualnya sudah Rp 32.000 per lempeng," kata Rasyidah.
Menurut Rasyidah, biasanya dengan Rp 5.000 ia bisa membeli lima butir telur, sementara kemarin dengan uang Rp 5.000 ia hanya mendapat tiga butir telur. Sekarang sebutir telur dihargai Rp 1.500. "Belum lagi harga bawang, beras, minyak goreng, dan kebutuhan lainnya yang ikut naik. Kami akan sangat tersiksa jika terus seperti ini," ujarnya.
Rasyidah mengatakan, "Harga BBM baru mau naik saja, harga kebutuhan pokok sudah naik. Bagaimana jika harga BBM benar-benar naik? Tentu harga barang akan semakin mahal. Yang korban pasti masyarakat kecil seperti kami."
Perempuan yang telah lima tahun menjanda ini mengaku dengan pendapatan Rp 30.000 dari hasil pekerjaannya sehari-hari, dia masih harus menyisihkan uang jajan untuk dua anaknya yang sedang sekolah di SMA.
"Kalau anak laki-laki saya sudah tidak mau sekolah lagi, dia sudah bekerja. Namun sekarang dia sudah berkeluarga, jadi dia sudah harus berpikir untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya," kata Rasyidah.
Sumber : Sinar Harapan