Rakyat Tak Perlu Dibebani Iuran Kesehatan
Saiful Rizal | Sabtu, 14 September 2013 - 12:30 WIB
(dok/antara) Bila seluruh penduduk preminya tidak dijamin pemerintah, akan bermunculan para mafia kesehatan.
JAKARTA - Jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia harus menjadi tanggung jawab negara. Pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Pelaksana Jaminan Sosial Nasional (BPJS) pada 1 Januari 2014, setiap warga negara tidak keluar uang satu sen pun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah.
Demikian dikatakan Ketua Umum DPP APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia), Ali Mahsun, kepada SH, Jumat (13/9).
"Jaminan sosial kesehatan adalah hak bagi seluruh warga negara yang merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya. Hal itu harus diwujudkan tanpa membebani dengan kewajiban rakyat membayar premi," ujarnya.
Untuk itu, pemerintah harus dapat merealisasikan salah satu tanggung jawab yang telah diamanatkan dalam konstitusi tersebut.
Namun, dibutuhkan kemauan (political will) untuk mengoptimalkan pendapatan negara dan meminimalisasi kehilangan anggaran negara. Salah satu mekanismenya, dengan mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan anggarannya digunakan untuk menjalankan jaminan kesehatan, pendidikan, dan sosial bagi seluruh warga negara.
Ali mengatakan, pemerintah sebenarnya mampu mewujudkan jaminan kesehatan secara nasional bagi rakyat Indonesia, tanpa harus memungut premi pada rakyat. Ia mencontohkan dengan menghapus secara total subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang sebesar Rp 320 triliun per tahun.
"Melalui anggaran yang selama ini dialokasikan untuk subsidi BBM itu, pemerintah bukan hanya bisa membiayai jaminan kesehatan bagi rakyat, melainkan juga jaminan pendidikan untuk seluruh rakyat dari tingkat SD sampai S3, serta jaminan sosial lainnya. Kita mau pemerintah memberikan jaminan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia, dari seorang lahir sampai meninggal dunia," kata Ali.
Namun sejauh ini, menurut Ali, APKLI pesimistis JKN yang akan dimulai pada awal tahun depan tersebut bisa berjalan lancar. Pasalnya, banyak masyarakat, khususnya yang berada di level ekonomi menengah ke bawah, termasuk para PKL yang akan menuntut haknya untuk mendapatkan jaminan kesehatan gratis dari pemerintah.
Faktanya, pemerintah hanya akan menanggung premi kesehatan bagi 86,4 juta orang dan dari 25 juta jumlah PKL di seluruh Indonesia yang tergabung dalam APKLI, menurutnya, hanya 30 persen PKL yang akan mendapatkan jaminan kesehatan gratis dari pemerintah. Dampaknya, hal itu akan menimbulkan kecemburuan sosial di antara para PKL.
Untuk itu, Ali berharap bukan hanya seluruh PKL yang seharusnya nanti ditanggung jaminan kesehatannya oleh pemerintah. Akan tetapi, seluruh penduduk Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru nusantara juga harus ditanggung preminya.
"Bila seluruh penduduk preminya tidak dijamin pemerintah, APKLI pesimistis BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014 dapat berjalan dengan efektif. Karena nanti akan sangat mungkin bermunculan para mafia hingga calo kesehatan, yang akhirnya malah akan membuat overloud bugdet, sehingga akan timbul banyak masalah dalam pelaksanaan JKN," ujarnya.
APKLI mendesak pemerintah agar lebih total dalam menjalankan program jaminan kesehatan dan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu karena, menurut Ali, untuk mewujudkan jaminan kesehatan secara menyeluruh bagi anak bangsa tidak membutuhkan banyak anggaran, sebab yang terpenting, niat pemimpin bangsa ini untuk mewujudkan hal tersebut.
"APKLI memperkirakan, hanya membutuhkan anggaran sebesar Rp 150-175 triliun untuk mewujudkan jaminan kesehatan gratis bagi seluruh penduduk Indonesia. Jika diambil dari subsidi BBM yang sebesar Rp 320 trilliun per tahun, sisanya dapat digunakan untuk memberikan jaminan pendidikan dan sosial," ujarnya.
Tidak Berani
Wardah Hafidz, Ketua Urban Poor Consorsium mengatakan, seharusnya JKN merupakan standar dasar bagi jaminan sosial bagi seluruh warga negara. Pada penerapannya, JKN tidak melihat apakah warga tersebut kaya atau miskin. Semua warga harus mendapatkan haknya, yaitu mendapatkan jaminan sosial dari negara.
Menurutnya, JKN nanti harus bersifat universal coverage sehingga tidak ada pembedaan pemberian pelayanan dan fasilitas kepada setiap warga negara. Selain itu, katanya, pemberian pelayanan dasar bagi negara tersebut harus dengan kualitas yang baik, layak, sigap, tidak menyulitkan, dan dengan prosedur yang tidak berbelit-belit seperti yang terjadi saat ini.
"Dan bila ada warga negara yang ingin mendapat pelayanan lebih dari standar minimum tersebut maka dia bisa membayar lebih atau mengambil asuransi swasta. Tapi, pemerintah harus terlebih dahulu memberikan layanan dasar bagi warganya," ujar Wardah saat dihubungi SH, Jumat.
Itu semua dapat terwujud bila pemerintah berani melakukan revisi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut, khususnya pada UU SJSN dan BPJS.
Bila tidak, katanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus berani mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) terhadap dua UU tersebut.