Dari kiri: Herman (memegang gitar) bernyanyi bersama Him Tjiang, Liong Houw, dan Liang Gie.
Para pembela Timnas Merah Putih 1956 melakukan reuni.
Thio Him Tjiang (85) sungguh tidak menyangka ketika Minggu (6/4) siang itu, ia mendapat kunjungan orang yang dulu sangat dikenalnya, Tan Liong Houw (84).
Liong Houw sengaja didatangkan ke tempat tinggal Him Tjiang di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, oleh Kompas TV, yang sedang merekam jejak mantan-mantan pemain tim nasional PSSI tempo dulu.
Kompas TV difasilitasi penggila sepak bola, seperti Alai, Ali Kuntoro, dan Han Ling Gie (Sugih Handarto) yang memberikan data awal mengenai keberadaan kedua tokoh sentral pada tim nasional PSSI Olimpiade Melbourne 1956.
Tim Merah Putih itu sempat mencengangkan dunia berkat semangat bertandingnya (baca: fighting spirit) saat menghadapi Uni Soviet dan berhasil menahan imbang 0-0 sepanjang 2 x 45 menit. Karena waktu itu belum ada aturan adu penalti atau perpanjangan waktu, pertandingan dilanjutkan keesokan harinya.
Akhirnya, PSSI yang gawangnya dikawal Maulwi Saelan harus mengakui keunggulan Uni Soviet 0-4. Saat pertandingan kedua itu, pemain tim PSSI yang kondisinya fit hanya tujuh orang, selebihnya masih cedera.
Him Tjiang senang menyambut kedatangan koleganya dari masa lalu, Liong Houw. Meski tertatih-tatih berpegang pada penyangga karena sudah tidak mampu berjalan normal, Him Tjiang menyapa Liong Houw. "Bagaimana kabar? Baik-baik semua?" tanya Him Tjiang kepada Liong Houw.
"Sebagaimana lu liat, beginilah keadaan gua," kata Liong Houw yang langsung menggunakan bahasa "lu gua" sebagai tanda keakraban di antara mereka, sekaligus memecahkan kekakuan karena pertemuan itu direkam kamera Kompas TV.
Liong Houw memang tampak lebih sehat dibanding Him Tjiang yang harus menggunakan penyangga karena salah satu uratnya terjepit gara-gara jatuh dari sepeda. Ia juga masih aktif bermain sepak bola di Stadion Tamansari, setiap Rabu atau Sabtu. Bahkan, ia masih sering mengendarai sepeda motor antiknya, Honda Super Cup 700, keluaran tahun 1970-an.
"Anak saya pernah membelikan saya sepeda motor matik, tetapi saya jatuh. Sejak itu saya kembali naik motor yang lama," ujar ayah dari Wahyu Tanoto dan Budi Tanoto itu.
Suasana semakin akrab karena Ali Kuntoro menghadirkan Herman Pattipeilohy (88), mantan pemain PS Bintang Timur. Herman kenal sekali dengan Liong Houw dan Him Tjiang karena sering berjumpa di lapangan dalam rangka kompetisi Persija. Jika Herman memperkuat Bintang Timur, Liong Houw memperkuat Tjung Hwa (Tunas Jaya) dan Him Tjiang memperkuat Union Makes Strength (UMS).
"Waktu di UMS, Koh Him Tjiang berposisi sebagai penyerang, tapi di tim nasional ia ditaruh di posisi pemain belakang oleh pelatih Tony Pogacnik," kata Han Liang Gie.
Keakraban mereka makin sempurna karena Herman pandai memainkan gitar, sekaligus memancing Liong Houw, Him Tjiang, dan Liang Gie bernyanyi bersama. Beberapa lagu yang mereka nyanyikan antara lain "Burung Kakak Tua", "Haryati", dan beberapa lagu berbahasa Belanda.
Andaikan saat itu ada Maulwi Saelan, mungkin kegembiraan mereka semakin lengkap. Itu karena ketiga orang inilah yang masih eksis hingga sekarang, sedangkan yang lain telah menghadap penciptanya.
Susunan pemain: Indonesia: Maulwi Saelan (GK), Mohammad Rasjid, Chairuddin Siregar, Ramlan Yatim, Kwee Kiat Sek, Tan Liong Houw, Endang Witarsa, Phwa Sian Liong, Ashari Danoe, Thio Him Tjiang, Rusli Ramang. Cadangan: Achad Arifin, Jasrin Jusron. Pelatih: Toni Pogacnik (Yugoslavia) Uni Soviet: Lev Yashin (GK), Nikolai Tishenko, Boris Kuznetzov, Iosif Betsa, Anatoli Bashakin, Igor Netto, Boris Tatushin, Anatoli Issaev, Eduard Sreltsov, Sergei Salnikov, Vladimir Ryschkin. Cadangan: Alexej Paramonov, Anatoli Ilyin, Anatoli Maslyonkin, Boris Rasinski, Mikhail Ogognikov, Nikita Simonian, Valentin Ivanov. Pelatih: Gavril Kachalin (Uni Soviet).
Berani dan Jahil
Ada dua faktor yang membuat Uni Soviet sulit mengalahkan PSSI kala itu. Pertama, sebelum Olimpiade berlangsung, timnas melakukan tur dan uji coba ke Blok Timur (negara-negara Komunis di Eropa Timur) selama tiga bulan, termasuk ke Uni Soviet, Bulgaria, Hungaria, dan Yugoslavia.
Hasilnya, PSSI sering kalah. Hal ini membuat para pemain Uni Soviet terlalu percaya diri dan menganggap remeh PSSI. Kedua, semangat bertanding pemain PSSI yang memang luar biasa.
Meski pertandingan berlangsung berat sebelah, para pemain Uni Soviet sulit mencetak gol pada pertandingan hari pertama.
"Saya turun ke bawah membantu pertahanan. Dalam satu kesempatan tendangan bebas oleh pemain Uni Soviet, saya menyuruh Him Tjiang menepi. Saya kalah tinggi dibanding pemain Uni Soviet, tetapi saya tidak kalah akal. Ketika bola lambung datang dan pemain Uni Soviet itu melompat untuk menyundul bola, saya sentil buah zakarnya. Ia mengerang kesakitan. Anehnya, ia kemudian mengejar Him Tjiang karena mengira Him Tjianglah yang menyentilnya," kata Liong Houw, penyerang PSSI.
Kejahilan serta keberanian Liong Houw di dalam maupun di luar lapangan bukan rahasia lagi di kalangan pemain PSSI waktu itu. Hal ini sesuai namanya, Liong berarti naga, sedangkan Houw berarti macan. Jadi, Liong Houw merupakan perpaduan antara naga dengan macan.
Liong Houw tahu bahwa Him Tjiang masih bujangan saat PSSI tampil di Asian Games Tokyo tahun 1958. Pada waktu senggang, mereka pergi berbelanja. "Seorang pelayan toko tengah memperhatikan Him Tjiang. Him Tjiang bilang kepada saya bahwa pelayan toko itu tertarik kepadanya. Saya hampiri pelayan toko itu dan saya tanya alamatnya.
Pada kesempatan lain, saya ajak Him Tjiang menemui orang tuanya. Orang tuanya senang dan setuju anaknya berjodoh dengan Him Tjiang. Sekarang, Him Tjiang yang takut. Payah dia," kata Liong Houw.
"Dia memang gila," kata Him Tjiang sambil tersenyum.
Reuni yang indah itu diakhiri dengan foto bersama. Menurut Alai, sebelum reuni ini, mereka sering saling telepon, tapi sering diakhiri dengan kemarahan dan saling caci maki. Anehnya, meski sudah saling mencaci, beberapa pekan kemudian mereka saling telepon lagi seolah sudah lupa pada kejadian sebelumnya. Barangkali, begitulah persahabatan ala pembela "Merah-Putih" zaman dulu, gampang marah, tapi gampang berbaikan lagi.
Sumber : Sinar Harapan