(dok/antara)
Karwati (22) hanya bisa menatap kosong ketika anggota keluarga menggotongnya untuk dimasukkan ke dalam mobil sewaan. Dari mulut ibu satu anak itu kadang keluar suara seperti orang kesakitan jika ada yang salah dalam cara menggotong dari atas ranjangnya yang reyot ketika hendak keluar kamar.
Hampir dua bulan anak petani miskin itu tergolek tak berdaya di tempat tidurnya. Seluruh badannya tak bisa bergerak.
Mulutnya tak bisa mengucapkan sepatah kata pun kecuali lenguhan-lenguhan yang menyayat hati. Susah untuk makan dan—maaf—alat kemaluannya mengeluarkan nanah. Semuanya menambah depresi yang dialaminya.
Senin (18/3) lalu, ia dirawat di RS Polri Kramat Jati. Sebelumnya, ia pernah dirawat di rumah sakit ini, tapi keluarganya memulangkan ke kampung halamannya di Dusun Tumaritis, Desa Rawagempol Wetab, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, karena tak kunjung sembuh. Keluarga juga kehabisan uang dan bekal untuk tinggal di Jakarta.
Karwati adalah TKI yang pernah mengadu nasib di Timur Tengah. Harapannya besar, ia ingin mengubah kondisi keluarga yang miskin dan tak memiliki keahlian karena keterbatasan akses pendidikan.
Ia pilih berangkat ke Suriah. Namun, maksud baik tak selalu mendapat hasil yang baik. Di negeri itu, Karwati justru memulai petualangan penderitaannya.
Banyak TKI asal Karawang memang menggantungkan cita-citanya ke negara-negara Timur Tengah. Melekat daya tarik bahwa negara-negara di Arab bisa memberi berkah karena tempat kelahiran para nabi.
Orang seperti Karwati yang tidak menempuh sekolah dasar terbuai dengan daya tarik itu. Tak ada keraguan, yakin saja hasilnya baik. "Ya, keinginannya seperti orang-orang lainnya di kampung ini karena uang dari sana bisa buat beli sawah," kata Castem (48), ibu kandung Karwati.
Di Karawang memang banyak orang yang sukses setelah bekerja di Timur Tengah. Setidaknya, sepulang dari sana banyak di antaranya yang bisa membeli sawah dan membangun rumah.
Bahkan membangun masjid dan infrastruktur desa. Sayangnya, Karwati bernasib lain dari mereka yang sukses itu. Kedatangan Karwati dari Suriah, 11 Januari membuat Castem pilu dan meratapi nasib anakanya. Kondisinya mengenaskan dan tanpa sepeser uang.
Ketika hendak ke puskesmas, ia beruntung memiliki Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jankesmas) sehingga biaya pengobatan tak menjadi masalah. Namun, Castem harus susah payah membayar transportasi menuju puskesmas. Cerita makin rumit setelah Karwati masuk RS Polri Kramat Jati. Ia tak mampu lagi biaya tinggal di Jakarta menjaga anaknya. "Saya bingung harus cari uang ke mana, tetangga juga tidak ada yang bisa dipinjami,"ujarnya.
Castem terpaksa menjual sebidang tanah Karwati yang didapat dari pemberian ayah kandungnya yang kini sudah menikah dengan orang lain. Castem memang cerai dengan suami terdahulu dan menikah lagi dengan Ade Saprudin ketika Karwati berusia 6 tahun. "Jadi tanah pemberian bapaknya itu saya jual, dan baru dibayar Rp 2 juta, sisanya akan dibayar setelah panen," katanya.
Karwati masuk ke RS Kramat Jati atas bantuan seorang aktivis buruh migran, Padhullah. Padhullah, bagai cahaya dalam kegelapan bagi Karwati. Dialah yang menyemangati Karwati saat ini untuk pulih kembali saat Castem sudah pasrah dengan nasib anaknya. Perlahan-lahan, Karwati kini bisa diajak bicara.
Karwati memiliki suami bernama Sugianto yang menikah beberapa saat sebelum ia berangkat ke Suriah, 21 Juni 2011 melalui PT Berkah Guna Selaras di Condet, Jakarta Timur. Namun Sugianto sudah tak jelas keberadaannya setelah ikut program transmigrasi ke Kalimantan bersama orang tuanya.
Sugianto bahkan meninggalkan Karwati saat yang bersangkutan sedang tergelatak lemah di rumah sakit beberapa hari lalu. "Jadi sekarang semuanya hanya diurus istri sama saya," ujar Ade Saprudin (59), ayah tiri Karwati.
Belum jelas, bagaimana asal-muasal penderitaan Karwati. Ade cuma menduga kondisi anak tirinya akibat pemerkosaan dan penganiayaan oleh keluarga Amal Al Ehywi. Amal Al Ehywi, majikan Karwati di Kota Al Davi Sharea-Suriah yang pernah diketahui perusahaan pengirimnya. Namun, hingga kini perusahaan pengirim tak pernah menceritakan apa pun tentang Karwati.
Karwati tentu hanya satu dari sekian banyak kisah sedih TKI. Karwati, si miskin yang punya mimpi mengubah nasibnya. Apa daya tangan tak sampai, yang datang malah nasib malang. Negara hanya menghargai TKI kalau kisah sukses yang diraih, tetapi ketika sengsara yang didapat, negara tak banyak menganggap apa pun.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment