Para pemimpin Indonesia cela pidato menghasut ulama
Kaum Muslim mengecam pidato yang memecah belah dan anti-pluralis dari da'i Ja'far Umar Thalib.
Oleh Aditya Surya untuk Khabar Southeast Asia di Yogyakarta
Juli 16, 2014Ja'far Um
Ja'far Umar Thalib berbicara di Masjid Agung di Kauman, Yogyakarta pada 8 Juni. Banyak tokoh telah mengecam pidato kebencian tersebut. [Rochimawati/Khabar]
Jafar Thalib, pendiri kelompok paramiliter Laskar Jihad (LJ) yang sekarang sudah bubar, menghadapi kritik meluas akibat pidatonya yang menghasut kebencian di Masjid Agung Yogyakarta pada 8 Juni.
Ja'far mengatakan kepada jamaah yang berkumpul untuk mengikutiTabligh Akhbar (pertemuan agama massal) di masjid tertua Yogyakarta itu bahwa Islam adalah "agama perang". Dia menyerukan umat Islam untuk berjihad melawan "kafir" dan pluralisme, dan dalam pidatonya dia juga mencela pandangan bahwa semua agama itu sama sebagai pandangan yang "salah".
"Umat Muslim harus melawan pluralisme. Saya tidak takut Sultan," kata Ja'far, mengacu kepada Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Yogyakarta dan lambang budaya serta keagamaan yang toleran.
Sejak itu, beberapa pemimpin Muslim terkemuka di Indonesia dan pengamat papan atas lainnya mengecam pidato ulama radikal itu sebagai upaya retoris untuk memecah-belah tatanan kesatuan negara dan pluralisme agama.
Salah satu orang yang pertama mengkritik Ja'far adalah pemimpin Muhammadiyah Abdul Mu'thi.
"Pidato Ja'far provokatif tetapi menyesatkan. Kita perlu memastikan bahwa pidato apa pun tidak akan mengganggu Ramadhan dan pemilu di Indonesia," kata sekretaris dewan eksekutif pusat Muhammadiyah, kepada Khabar Southeast Asia.
"Pidato Ja'far dapat memicu konflik agama seperti di Ambon, Poso dan banyak tempat lainnya di Indonesia," kata Abdul. "Kami telah memiliki sejarah panjang akan hal itu dan harus menyadari kemungkinan terjadinya masalah yang sama."
Model Yogyakarta dalam bahaya
Turut bergabung dalam mengecam pidato itu adalah Alissa Wahid, putri almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan Presiden Indonesia dan pemimpin Muslim moderat yang dikenal sebagai pembela pluralisme.
"Yogyakarta saat ini sedang menghadapi keadaan darurat dalam hal tingkat toleransinya. Oleh karenanya, pihak berwenang harus bertindak untuk mengatasi situasi ini. Sungguh menyedihkan menyaksikan hal ini telah terjadi di Yogyakarta, tempat yang terkenal karena toleransi dan pluralisme," kata Alissa kepada Khabar, merujuk pada serangan anti-Kristen baru-baru ini di daerah itu. .
"Indonesia telah bersatu di bawah bendera pluralisme. Pidato kebencian Ja'far seharusnya tidak akan mempengaruhi Yogyakarta. Saya percaya orang-orang di Yogyakarta menyadari upaya oleh berbagai pihak yang mencoba untuk memisahkan Indonesia sebagai negara kesatuan," tambahnya. "Kami akan terus menggemakan bhineka tunggal ika."
Pidato Ja'far bila dikombinasikan dengan meningkatnya sentimen anti-Kristen, bisa merusak reputasi Yogyakarta sebagai model toleransi, kata guru besar sosiologi Universitas Gadjah Mada, Muhammad Najib Azca.
"Ini adalah pelajaran bagi masyarakat Yogyakarta," katanya kepada Khabar. "Menurut saya, adalah penting untuk melanjutkan jaringan yang kuat di antara para pemimpin agama dan tokoh masyarakat untuk mencegah segala bentuk kekerasan yang mungkin terjadi."
Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment