Monday, August 5, 2013

[batavia-news] Waspadai Utang Luar Negeri

 

 
Waspadai Utang Luar Negeri
Tajuk Rencana | Jumat, 02 Agustus 2013 - 13:53:43 WIB
: 133


(dok/antara)
Ilustrasi.
Besarnya kebutuhan valuta asing turut menekan rupiah.

Berbagai data dan indikator makro belakangan ini makin mencemaskan dan mengharuskan kita bersikap ekstra hati-hati. Namun anehnya, para petinggi pemerintah di bidang keuangan menyatakan bahwa keadaan terkendali dan baik-baik saja, padahal gaya seperti itu bisa menyesatkan.

Kita mencatat jumlah cadangan devisa terus menurun. Pada akhir Juni lalu tinggal US$ 98 miliar dan diperhitungkan posisinya makin menurun lagi pada akhir bulan ini.

Bank Indonesia (BI) menghabiskan cadangan cukup besar untuk terus melakukan intervensi pasar guna menjaga agar kurs rupiah tidak makin anjlok, syukur bisa kembali di bawah Rp 10.000 per US$ 1. Tampaknya keinginan itu makin sulit dicapai karena neraca perdagangan kita terus defisit dalam beberapa bulan terakhir.

Selain tekanan akibat defisit, faktor lain yang menyebabkan tekanan berat terhadap rupiah adalah besarnya kebutuhan valuta asing, terutama dari kalangan pengusaha swasta, untuk membayar utang yang segera jatuh tempo. Diperhitungkan pada semester II ini jumlah utang yang akan jatuh tempo cukup besar.

Data BI memperlihatkan bahwa pada posisi akhir Mei lalu jumlah utang swasta sudah mencapai US$ 131,5 miliar atau 50 persen lebih dari seluruh utang luar negeri Indonesia. Dari jumlah itu, utang kalangan non-bank menempati porsi terbesar.

Kenaikan utang swasta ternyata lebih cepat dibandingkan pemerintah, sehingga sangat mungkin porsinya akan makin dominan seperti kecenderungan yang terjadi saat menjelang krisis moneter dahulu.

Pada masa lalu kita mencatat banyak pengusaha meminjam valuta asing untuk membiayai pembangunan beberapa sektor ekonomi, terutama properti. Posisi pinjaman tersebut sangat rawan karena pendapatan mereka dalam bentuk rupiah, sehingga banyak pengusaha kesulitan membayar apalagi kurs rupiah cenderung terus merosot.

Oleh karena itu, ketika pemerintah tidak mampu mengendalikan krisis moneter, para pengutang panik dan membeli valuta asing berapa pun harganya, yang berakibat kemerosotan nilai rupiah lebih dalam lagi.

Kita tidak menghendaki krisis moneter terjadi lagi sebab akibatnya sangat buruk bagi perekonomian nasional. Namun, seyogianya para pejabat tidak memandang sebelah mata perkembangan akhir-akhir ini dan terlalu percaya diri pada kondisi fundamental ekonomi kita.

Kelengahan bisa saja terjadi, seperti apa yang kita lihat pada 1997 ketika otoritas moneter juga bersikap terlalu percaya diri, namun akhirnya keadaan berubah sangat cepat sehingga semua pihak kelabakan.

Kondisi saat ini hampir mirip. Jumlah utang swasta berjangka pendek juga sangat besar, yang tentu saja tingkat kerawanannya sangat tinggi. Utang berjangka pendek tentu menimbulkan kerawanan bila digunakan untuk investasi jangka panjang karena bisa terjadi missmatch, apalagi bila tidak dilakukan lindung nilai (hedging).

Kita meminta pemerintah bersikap hati-hati dalam mengelola keadaan ini, terutama dengan mempelajari situasinya secermat mungkin, termasuk jadwal pembayaran utang yang harus dibayar pihak swasta.

Ini persoalan penting, jangan sampai terjadi kelangkaan valas ketika swasta justru sedang membutuhkannya, karena keadaan itu bisa menimbulkan kepanikan. Apalagi jumlah utang pemerintah juga cukup besar, meski dengan term pembayaran yang relatif lebih aman.

Kini rasio utang kita dipandang masih aman karena di bawah 30 persen dari PDB. Namun, tantangannya besar bila pertumbuhan ekonomi tetap berjalan rendah sehingga lambat laun persentase utang akan terus meningkat.

Gelagat yang kita lihat memang tidak menggembirakan; seperti tingkat inflasi tinggi, proyeksi pertumbuhan tidak sebagus perkiraan semula, dan kelesuan di sejumlah negara mitra dagang kita menyebabkan ekspor tertahan.

Keadaan tidak menguntungkan, terutama karena kita menghadapi eskalasi persoalan politik yang meningkat berkaitan dengan pemilu dan pilpres tahun depan. Kondisi sosial politik makin rentan.

Bila tidak dikelola dengan baik dan bijak maka sangat mudah berubah menjadi ketidakpercayaan sosial yang meluas, yang makin memperburuk dampak negatifnya. Akumulasi persoalan itu bisa berubah menjadi faktor destruktif, yang tentu tidak kita harapkan terjadi.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment