Anas Urbaningrum selaku tersangka penerima gratifikasi
proyek sarana olahraga di Hambalang bisa saja menjadi "justice
collaborator", tetapi KPK tidak dalam posisi memintanya melakukan hal
itu, kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi.
"Untuk menjadi `justice collaborator` usahanya ada di tersangka,
dengan syarat mengakui tindak pidana yang dituduhkan serta membantu
mengungkap kasus dengan memberikan data yang valid kepada KPK termasuk
tentang pihak lain yang terlibat," kata Johan di Gedung KPK Jakarta,
Senin.
"Justice collaborator" adalah tersangka pelaku yang membantu aparat
penegak hukum membongkar kasus pidana yang masif, terstruktur dan
bersindikat, untuk mendapatkan keringanan hukuman.
Johan mengatakan KPK mempersilakan Anas bila ingin memberikan
informasi yang terkait dengan Hambalang karena KPK akan memvalidasi
informasi tersebut.
"Namun, "tidak dalam pada posisi untuk mengimbau atau meminta menjadi
`justice collaborator` sehingga hal ini tergantung pada tersangka,"
jelas Johan.
KPK secara resmi mengumumkan Anas Urbaningrum
menjadi tersangka penerima suap atau gratifikasi penyelenggara negara
berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a
atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah
menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK, kata Johan, berterima kasih kepada semua pihak yang mau
mengungkap lebih banyak hal terkait Hambalang, jadi silakan pihak-pihak
yang punya data dan informasi untuk menyampaikan hal itu, termasuk
pengakuan saksi atau tersangka, tapi KPK akan validasi apakah yang
disampaikan bernilai benar atau tidak, jelas Johan.
Ia juga mengingatkan bahwa pengusutan kasus Hambalang tidak berhenti pada penetapan tersangka Anas Urbaningrum.
"Hambalang belum berhenti pada penetapan tersangka AU (Anas
Urbaningrum) saja. Memang butuh waktu tapi kita akan kembangkan," ungkap
Johan.
Anas yang Sabtu pekan silam mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum
Partai Demokrat, kini menghadapi sangkaan menerima hadiah berupa barang
dan uang saat ia menjabat sebagai Komisi X DPR 2009-2010.
Bentuk hadiah barang yang paling gencar dibicarakan adalah mobil
Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya
untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut saat masih menjadi
anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B 15 AUD.
Mengenai mobil Harrier, pengacara Anas, Firman Wijaya mengatakan
bahwa kliennya memang membeli mobil tersebut dengan cara mencicil dari
Nazaruddin pada Agustus 2009, namun Anas sudah menjual mobil itu pada
Juli 2010 sehingga persoalan mobil dianggap selesai.
Dalam pidatonya saat mengundurkan diri, Anas
mengatakan bahwa statusnya sebagai tersangka adalah halaman pertama.
"Hari ini saya nyatakan ini baru permulaan, ini baru awal
langkah-langkah besar, ini baru halaman pertama, masih banyak
halaman-halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama untuk
kebaikan kita bersama, jadi ini bukan tutup buku ini pembukaan buku
halaman pertama," ungkap Anas.
KPK juga menjadwalkan pemanggilan saksi untuk Anas Urbaningrum pada pekan ini.
No comments:
Post a Comment