Pakar hukum Universitas Padjajaran, Bandung Yesmil
Anwar menilai Komisi Pemberantasan Korupsi harus bekerja lebih serius
dalam menjerat mantan anggota DPR Anas Urbaningrum dengan menampilkan
bukti yang kuat pada kasus Hambalang.
"Untuk selanjutnya ditetapkan menjadi terdakwa perlu proses yang
lebih serius karena tidak cukup hanya dengan menampilkan bukti
gratifikasi mobil Toyota Harrier saja," kata Yesmil saat dihubungi
Antara di Jakarta, Sabtu.
Dia meyakini KPK sudah memikirkan apa yang harus dilakukan dalam
menjerat Anas. Menurut dia, bukti adanya gratifikasi mobil Harrier akan
menjadi "pintu masuk" untuk menemukan tindakan pidana lain.
"Dengan bukti mobil ini kemungkinan akan terbuka beberapa bentuk
tindakan pidana lain yang dilakukan sehingga jika dijumlahkan nilainya
mencapi Rp1 miliar atau lebih," ujar Yesmil.
Yesmil menghargai kinerja KPK yang telah menetapkan Anas sebagai
tersangka dalam kasus Hambalang itu dengan menggunakan prisip
kehati-hatian. Hal itu menurut dia merupakan sebuah fenomena dalam
lembaga penegak hukum menggunakan prinsip tersebut dengan menemukan dua
alat bukti yang cukup.
"Saya sebagai orang kampus, secara akademis mengapresiasi dan
menganggap KPK menggunakan prinsip `prudential` atau kehati-hatian yang
baik karena memang kasus ini jadi sorotan masyarakat," katanya.
Nazaruddin
Sebelumnya mantan anggota DPR M Nazaruddin mengatakan adanya
keterlibatan PT Adhi Karya juga terlihat dalam pembelian mobil Harrier
untuk Anas Urbaningrum senilai Rp700 juta. Menurut dia, uang itu
diberikan ke Duta Motor untuk membeli mobil tersebut.
"Jadi `kan begini, dari PT Adhi Karya sudah keluar uang Rp700 juta diberikan Harrier, yang tunai hanya Rp150 juta," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas
Urbaningrum menjadi tersangka dalam kasus proyek sport center Hambalang.
"Gelar perkara yang dilakukan beberapa kali dan hari ini dugaan
penerimaan hadiah atau janji berkenaan dengan pembangunan Hambalang dan
atau proyek lainnya dan menetapkan AU sebagai tersangka," kata Juru
Bicara KPK Johan Budi.
Menurut Johan, Anas telah melanggar tindak pidana korupsi dalam
kaitannya sebagai anggota DPR sebelum menjadi Ketum Partai Demokrat.
Selain itu, ujarnya, penetapan Anas ini telah melalui gelar perkara
(ekspose) yang dilakukan lima pimpinan KPK, dan disetujui semua pimpinan
serta ditandatangani Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.
KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
No comments:
Post a Comment