Kontribusi Untuk Kritik Ideologi dan Ekonomi-Politik Televisi (Bagian I)
Oleh: Yovantra Arief
Ada dua tesis yang biasa kita pakai untuk mengkritik televisi kita dewasa ini. (1) Televisi memberikan gambaran yang keliru tentang realitas dan kita melihat gambaran tersebut sebagai yang lebih nyata ketimbang kenyataan itu sendiri. Hal ini ditumpu oleh (2) dunia pertelevisian, sebagai dunia industrial, bergerak sepenuhnya untuk memproduksi laba, dan dengan demikian akan terus terombang-ambing dalam mekanisme pasar.
Untuk memudahkan, kita sebut tesis pertama sebagai kritik ideologi, dan tesis kedua sebagai kritik ekonomi-politik. Kedua tesis ini punya banyak turunan. Dalam kritik ideologikita bisa melihat televisi sebagai kelanjutan rasa minder bangsa bekas-jajahan di hadapan kebudayaan penjajah, sebagai perpanjangan ideologi patriarkal untuk menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah daripada laki-laki, atau sebagai media penghibur serta reproduksi tenaga buruh agar tetap bisa bahagia dan melupakan penindasan kapitalisme, dan seterusnya, dan seterusnya.
Dalam kritik ekonomi-politik, kita bisa melihatnya sebagai penghisapan kapital atas tenaga kerja, sebagai perampokan ruang publik berupa frekuensi yang digunakan sebagai medium penyiaran televisi, lemahnya negara dalam memberikan perlindungan publik serta mengatur industri, atau ruang bebas pakai bagi perusahaan-perusahaan untuk mempromosikan produk-produknya, dan seterusnya, dan seterusnya.
Tulisan ini tidak berpretensi untuk memformulasikan cara baca baru atas televisi. Model basis-superstruktur yang tercermin dalam analisis kedua tesis tersebut, menurut hemat saya, adalah alat yang paling produktif untuk menggambarkan dinamika industri pertelevisian secara makro. Tulisan ini pun tidak berniat untuk membetulkan pembacaan yang "keliru" atas televisi. Roy Thaniago dan Fajri Siregar pernah melakukan kritik atas sesat logika umum yang direpresentasikan oleh Pandji dengan ciamik (baca "Menguji Logika Pandji" dan "Bias Kelas dan Literasi Media"). Tulisan ini bersumber pada permasalahan teoretis dan praksis: apabila kita punya seperangkat pengetahuan tentang suatu realitas, kenapa kita tidak mampu mengubah realitas tersebut?
Pertanyaan ini bisa dijawab dari aras strategi-taktik, yakni dengan melakukan otokritik atas metode gerakan dalam mengorganisasi perlawanan terhadap hegemoni industri, atau dari aras paradigmatik, yakni dengan mempertanyakan kembali asumsi-asumsi dasar yang melandasi gerakan itu sendiri. Tulisan ini akan masuk lewat aras paradigmatik dengan mengembangkan kembali kedua tesis kritik atas televisi.
Baca selengkapnya >> www.remotivi.or.id
Remotivi adalah sebuah inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Cakupan kerjanya turut meliputi aktivitas pendidikan melek media dan advokasi yang bertujuan (1) mengembangkan tingkat kemelekmediaan masyarakat, (2) menumbuhkan, mengelola, dan merawat sikap kritis masyarakat terhadap televisi, dan (3) mendorong profesionalisme pekerja televisi untuk menghasilkan tayangan yang bermutu, sehat, dan mendidik.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment