Wednesday, April 2, 2014

[batavia-news] Negeri Wacana

 

 
 

Negeri Wacana

Selasa, 01 April 2014
 
SELAMA satu dekade terakhir, persoalan bahan bakar minyak menjadi masalah pelik yang tidak kunjung mendapatkan solusi permanen. Beban  subsidi BBM yang ditanggung APBN terus meningkat sehingga membuat ruang fiskal APBN untuk pembangunan kian sempit.

Gerak laju penyediaan infrastruktur bergerak lambat. Bandara makin padat dan kumuh. Pelabuhan-pelabuhan pe­nuh sesak. Jalan-jalan utama di kota-kota besar ibarat tempat parkir raksasa karena kendaraan yang ada di atasnya tak kuasa bergerak lantaran kemacetan. Pemberdayaan kawasan terpencil pun masih dalam khayalan.

Berkali-kali pemerintah hanya bisa menaikkan harga BBM bersubsidi demi menekan subsidi. Namun, apa daya, seiring dengan harga minyak yang terus naik, penaikan itu tidak mampu membendung pembengkakan subsidi  BBM. Pada 2004 subsidi BBM tercatat Rp69 triliun, sedangkan sepanjang tahun lalu subsidi BBM ditambah subsidi elpiji dan bahan bakar nabati mencapai  Rp210 triliun.

Jumlah yang fantastis tersebut terutama disebabkan harga minyak yang makin mahal dan Indonesia harus mengimpor BBM dengan volume yang terus meningkat. Di sisi lain, produksi minyak mentah dalam negeri cenderung kian menyusut sehingga tidak mampu me­ngompensasi kenaikan nilai impor BBM.

Pemerintah sempat memunculkan solusi yang tampak cerah, yakni  mengonversikan BBM dengan gas. Pasalnya, produksi gas Indonesia melimpah.

Berbagai rencana disiapkan, mulai pengadaan alat konversi BBM ke gas untuk dipasang di semua kendaraan, pemasangan alat mo­ni­toring konsumsi, hingga pembangunan stasiun-stasiun pengisian bahan bakar gas.

Namun, paling tidak selama tiga tahun belakangan semua rencana itu sekadar wacana. Realisasinya nyaris nihil.

Bahkan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa sempat menyebut kementerian teknis 'omong doang' dalam merealisasikan program yang ditujukan untuk menekan konsumsi BBM. Itu sentilan yang sebenarnya turut mengarah ke Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian sendiri. Bukankah kementerian teknis itu berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian? Lebih jauh lagi, kementerian teknis itu berada dalam naungan Kabinet Indonesia Bersatu yang dikoordinatori Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kini, pemerintah memunculkan wacana akan menelurkan kebijakan yang mewajibkan produsen memproduksi mobil berbahan bakar ganda, yakni BBM dan gas. Nantinya, seluruh mobil yang masuk ke Indonesia pun harus bisa mengonsumsi keduanya.

Sebuah rencana kebijakan yang semoga tidak hanya menjadi wacana, atau  salah kaprah seperti kebijakan mobil murah yang sudah bergulir. Perencanaan yang matang memang penting, tapi realisasi jauh lebih penting.

Negeri ini menunggu keseriusan pemerintah dalam menuntaskan persoalan  BBM tanpa memunculkan masalah yang tidak kalah beratnya. Jangan sampai pembangunan tersandera oleh rencana indah di atas kertas.

Namun, apakah kita masih bisa berharap pada pemerintahan saat ini yang para pemangkunya sedang sibuk berkampanye? Daripada frustrasi akibat terus dicekoki wacana, bukankah lebih baik kita menantang pemerintahan mendatang?

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment