res : Siapa lagi mau Golputeh?
Warga Aceh Mengancam Golput
"Kami sudah lelah hidup dalam konflik."
BANDA ACEH - Sejumlah warga di Provinsi Aceh mengancam tidak akan memberikan suaranya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada 9 April 2014. Ancaman ini dikeluarkan jika kekerasan terkait pesta demokrasi tersebut masih terus terjadi di provinsi paling barat Indonesia itu.
Warga di Serambi Mekkah mengaku sudah jenuh dengan kekerasan dan ingin hidup damai setelah konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia berakhir. Namun, yang terjadi, setiap pelaksanaan pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada), kekerasan terus saja terjadi di Aceh.
"Jika penembakan baik terhadap simpatisan partai politik dan masyarakat masih terus terjadi di Aceh, kami memilih tidak akan memberikan suara atau golput. Kami sudah lelah hidup dalam konflik," kata Teungku Bukhari, tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Timur, Kamis (3/4).
Teungku Bukhari yang juga pemimpin salah satu pesantren tradisional di Aceh Timur mengatakan, kekerasan bersenjata yang terjadi menjelang pemilu dan pilkada di Aceh, telah merenggut banyak nyawa masyarakat Aceh. Padahal, sebagian masyarakat yang tewas karena kekerasan tersebut, belum tentu terlibat langsung dalam politik praktis.
"Untuk apa kita memberikan hak suara atau memilih wakil rakyat yang duduk di DPR atau menjadi kepala daerah termasuk presiden, jika nyawa terus berjatuhan hanya gara-gara memilih mereka, nyawa rakyat lebih penting daripada memilih mereka," Bukhari menegaskan.
Bukhari menjelaskan, memilih pemimpin memang diwajibkan dalam Islam. Tapi, jika ketika memilih pemimpin banyak masyarakat yang meninggal dunia, lebih baik tidak perlu dilaksanakan pemilihan anggota DPR atau pemimpin lainnya.
"Kekerasan dengan menghilangkan nyawa atau menyiksa orang lain termasuk saat memilih pemimpin atau wakil rakyat itu pekerjaan yang sangat berdosa. Semua pihak harus menghentikan semua kekerasan karena masyarakat sudah sangat jenuh dengan suara senjata dan bunuh membunuh," Bukhari menegaskan.
Sanusi, warga Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, konflik bersenjata yang terjadi selama 32 tahun di Aceh sudah membuat masyarakat sangat menderita. Ditambah lagi kekerasan yang terjadi setiap dilaksanakan pilkada dan pemilu, yang telah membuat penderitaan masyarakat semakin bertambah.
"Hanya gara-gara pemilu, banyak anak-anak menjadi yatim karena kehilangan ayah, atau ibu-ibu menjadi janda karena kehilangan suami. Jika kekerasan masih terus terjadi, lebih baik kami golput saja," kata Sanusi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh, Komisaris Besar Polisi Gustav Leo menyebutkan, Polda Aceh akan terus berusaha mengungkap kasus kekerasan yang terjadi menjelang pemilu di Aceh. Gustav juga mengaku, saat ini, Polda Aceh sedang menangani 24 kekerasan yang terjadi.
"Semua kasus kekerasan yang terjadi di Aceh akan kami tangani, termasuk kasus penembakan mobil caleg di Kabupaten Bireuen, yang menewaskan tiga orang dan satu orang terluka dan penembakan caleg di Kabupaten Aceh Selatan, serta kasus-kasus lainnya," kata Gustav.
Gustav juga membantah tuduhan sejumlah pihak bahwa polisi hanya menangkap aktor lapangan, sementara aktor intelektual tidak tersentuh.
"Kami bekerja sesuai dengan aturan dan tugas yang diberikan. Setiap kasus yang ditangani oleh polisi, pasti dibawa ke pengadilan," ujar dia.
Sementara itu, untuk mengungkap kasus kekerasan bersenjata menewaskan warga Kecamatan Jeunib, Kabupaten Bireuen, Juwaini, (29), Fazira Wati (17) masih duduk di bangku Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Jeunib, dan Khairil Anwar yang masih berumur 1,5 tahun, serta salah Fakhrurrazi yang terluka parah, polisi dari Polres Bireuen, dibantu tim dari Polda Aceh dan Mabes Polri, terus bekerja untuk mengungkap pelaku.
Kapolres Bireuen, AKBP M. Ali Khadafi menyebutkan, Polres Bireuen terus bekerja mengungkap pelaku penembakan mobil caleg Partai Aceh di Desa Gelanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juan, g yang menewaskan tiga warga.
"Saat ini, tim Indonesia Automatic Finger Print Indentification System (INAFIS) juga telah turun ke Bireuen untuk mengungkap kasus menewaskan tiga warga itu," ujar Khadafi.
Khadafi menyebutkan, polisi juga telah melakukan reka ulang kasus penembakan tersebut. Termasuk mengukur jarak tembak dan melakukan olah tempat kejadian perkara ulang sehingga dapat membantu pengungkapan kasus ini.
"Tadi, saat olah TKP ulang, kami kembali menemukan satu selongsong peluru. Artinya, hingga saat ini, kami telah mendapatkan sembilan selongsong peluru di lokasi kejadian," kata Khadafi.
Warga di Serambi Mekkah mengaku sudah jenuh dengan kekerasan dan ingin hidup damai setelah konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia berakhir. Namun, yang terjadi, setiap pelaksanaan pemilu atau pemilihan kepala daerah (pilkada), kekerasan terus saja terjadi di Aceh.
"Jika penembakan baik terhadap simpatisan partai politik dan masyarakat masih terus terjadi di Aceh, kami memilih tidak akan memberikan suara atau golput. Kami sudah lelah hidup dalam konflik," kata Teungku Bukhari, tokoh masyarakat di Kabupaten Aceh Timur, Kamis (3/4).
Teungku Bukhari yang juga pemimpin salah satu pesantren tradisional di Aceh Timur mengatakan, kekerasan bersenjata yang terjadi menjelang pemilu dan pilkada di Aceh, telah merenggut banyak nyawa masyarakat Aceh. Padahal, sebagian masyarakat yang tewas karena kekerasan tersebut, belum tentu terlibat langsung dalam politik praktis.
"Untuk apa kita memberikan hak suara atau memilih wakil rakyat yang duduk di DPR atau menjadi kepala daerah termasuk presiden, jika nyawa terus berjatuhan hanya gara-gara memilih mereka, nyawa rakyat lebih penting daripada memilih mereka," Bukhari menegaskan.
Bukhari menjelaskan, memilih pemimpin memang diwajibkan dalam Islam. Tapi, jika ketika memilih pemimpin banyak masyarakat yang meninggal dunia, lebih baik tidak perlu dilaksanakan pemilihan anggota DPR atau pemimpin lainnya.
"Kekerasan dengan menghilangkan nyawa atau menyiksa orang lain termasuk saat memilih pemimpin atau wakil rakyat itu pekerjaan yang sangat berdosa. Semua pihak harus menghentikan semua kekerasan karena masyarakat sudah sangat jenuh dengan suara senjata dan bunuh membunuh," Bukhari menegaskan.
Sanusi, warga Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, juga mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, konflik bersenjata yang terjadi selama 32 tahun di Aceh sudah membuat masyarakat sangat menderita. Ditambah lagi kekerasan yang terjadi setiap dilaksanakan pilkada dan pemilu, yang telah membuat penderitaan masyarakat semakin bertambah.
"Hanya gara-gara pemilu, banyak anak-anak menjadi yatim karena kehilangan ayah, atau ibu-ibu menjadi janda karena kehilangan suami. Jika kekerasan masih terus terjadi, lebih baik kami golput saja," kata Sanusi.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh, Komisaris Besar Polisi Gustav Leo menyebutkan, Polda Aceh akan terus berusaha mengungkap kasus kekerasan yang terjadi menjelang pemilu di Aceh. Gustav juga mengaku, saat ini, Polda Aceh sedang menangani 24 kekerasan yang terjadi.
"Semua kasus kekerasan yang terjadi di Aceh akan kami tangani, termasuk kasus penembakan mobil caleg di Kabupaten Bireuen, yang menewaskan tiga orang dan satu orang terluka dan penembakan caleg di Kabupaten Aceh Selatan, serta kasus-kasus lainnya," kata Gustav.
Gustav juga membantah tuduhan sejumlah pihak bahwa polisi hanya menangkap aktor lapangan, sementara aktor intelektual tidak tersentuh.
"Kami bekerja sesuai dengan aturan dan tugas yang diberikan. Setiap kasus yang ditangani oleh polisi, pasti dibawa ke pengadilan," ujar dia.
Sementara itu, untuk mengungkap kasus kekerasan bersenjata menewaskan warga Kecamatan Jeunib, Kabupaten Bireuen, Juwaini, (29), Fazira Wati (17) masih duduk di bangku Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Jeunib, dan Khairil Anwar yang masih berumur 1,5 tahun, serta salah Fakhrurrazi yang terluka parah, polisi dari Polres Bireuen, dibantu tim dari Polda Aceh dan Mabes Polri, terus bekerja untuk mengungkap pelaku.
Kapolres Bireuen, AKBP M. Ali Khadafi menyebutkan, Polres Bireuen terus bekerja mengungkap pelaku penembakan mobil caleg Partai Aceh di Desa Gelanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juan, g yang menewaskan tiga warga.
"Saat ini, tim Indonesia Automatic Finger Print Indentification System (INAFIS) juga telah turun ke Bireuen untuk mengungkap kasus menewaskan tiga warga itu," ujar Khadafi.
Khadafi menyebutkan, polisi juga telah melakukan reka ulang kasus penembakan tersebut. Termasuk mengukur jarak tembak dan melakukan olah tempat kejadian perkara ulang sehingga dapat membantu pengungkapan kasus ini.
"Tadi, saat olah TKP ulang, kami kembali menemukan satu selongsong peluru. Artinya, hingga saat ini, kami telah mendapatkan sembilan selongsong peluru di lokasi kejadian," kata Khadafi.
Sumber : Sinar Harapan
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment