Tuesday, May 6, 2014

[batavia-news] Blusukan Era Suharto, Gubsu EWP Tambunan Hingga Jokowi

 

 

Blusukan Era Suharto, Gubsu EWP Tambunan Hingga Jokowi

OLEH : Sahat Sitorus, Pengamat masalah sosial, tinggal di Jakarta

Blusukan, bahasa Jawa yang belakangan ini tengah naik daun dan awam di telinga kita. Tidak hanya di Indonesia, boleh jadi hingga ke mancanegara.

Arti harfiahnya sederhana: mendatangi warga tanpa jadual alias on the spot observation. Blusukan tiba-tiba mampu menyihir banyak orang se-Indonesia mungkin pula mendunia.

Blusukan identik dengan sepak terjang Gubernur DKI Joko Widodo alias Jokowi, yang menjadi ikon perubahan gaya kepemimpinan yang didambakan rakyat khususnya di DKI yang selama ini merasa di cuekin pejabat yang dinilai menjual gaya amtenaar bahkan borjuis.

Tampaknya rakyat sudah jenuh menanti perubahan nyata gaya kehidupan metropolitan yang sangat keras-buas dan kejam. Kejamnya ibu tiri tidak sekejam ibukota adalah anekdot yang sudah jamak di benak orang Jakarta.

Kepopuleran Jokowi yang mengangkasa sungguh di luar dugaan. Namun gaya ini semakin membuktikan bahwa rakyat mendambakan perubahan gaya memimpin yang dekat dengan rakyat.

Padahal mendatangi, melihat dan merasakan sendiri denyut nadi, keluh kesah dan permasalahan yang nyata dihadapi rakyat bukan hal baru. Dan Jokowi telah menarik pelatuknya untuk menghidupkan gaya blusukan.

Gaya blusukan Jokowi mampu menyedot perhatian jutaan pemirsa media massa di tengah timbulnya gejala vacuum kepemimpinan panutan dan menguatnya kepemimpinan belakang meja dan full ACroom leadership.

Tak disangka model blusukan dianggap sebagai salah satu pilihan alternatif dan dianggap sebagai dewa penolong dan pemimpin dambaan yang memihak penderitaan rakyat banyak.

Pada saat menghadiri acara HUT BPKP 2013, Jokowi mengaku merasa belum berbuat banyak di Jakarta. Apa yang dilakukannya sebenarnya sudah ada di APBD DKI dan merupakan Visi-Misi gubernur pendahulunya.

Sayangnya kelemahan-kesalahan yang dilakukan berulang kali ialah Gubernur alpa pentingnya memelihara span of control, hanya menerima laporan dan tidak pernah turun langsung memeriksa kebenaran laporan, sehingga tidak diketahui pasti apakah program yang dibiayai dana rakyat (tax paters money) benar-benar dinikmati oleh rakyat.

Menurut Jokowi apa yang dilakukannya sebenarnya bukan agenda baru. Jokowi mengakui jika para mantan Gubernur DKI (a.l. Sutiyoso dan Foke) sudah berbuat cukup banyak dan baik namun tidak fokus dalam evaluasi dan pengawasan programnya.

Jakarta memiliki sumber daya skala besar dan belum dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Jakarta yang pantas menerimanya.

Menurut Jokowi melalui blusukan ia ingin terlibat langsung melakukan pengawasan dan memastikan kondisi lapangan yang sebenarnya sehingga kebijakan dan perencanaan berjalan dengan baik dan benar.

Artinya jangan sampai Pemda melakukan yang tidak direncanakan atau merencanakan yang tidak akan dilakukan karena membuka peluang korupsi atau penyalahgunaan anggaran.

Sang Gubsu juga bisa tanpa babibu nongkrong di proyek yang tengah dikerjakan kontraktor, dan sering menemukan ketidak patuhan pada aturan dan kejanggalan alias tidak sesuai dengan bestek proyek.

Tidak jarang pula Gubsu EWP memerintahkan agar proyek dibongkar habis karena amburadul. Gubsu EWP benar-benar sangat ditakuti oleh semua pejabat dan dianggap sebagai hantu di siang hari bolong.

Bagi Gubsu EWP urusan protokol adalah prioritas nomor jeblok alias tidak signif ikan. Cukup banyak Bupati, Camat sangat kewalahan bahkan blingsatan dibuatnya karena sangat sering melakukan sidak (blusukan) ke suatu desa tertinggal, desa miskin terpencil dengan berjalan kaki menempuh puluhan km melalui semak belukar dan jalan rusak berlumpur atau terjal.

Tidur sarungan-lesehan di rumah rakyat dan makan lauk alakadarnya bagi dia adalah soal biasa. Para Bupati, Camat mau tidak mau harus menghafal statistik perekonomian, kependudukan, luas kebun rakyat, jumlah tanaman ini itu dll, di daerahnya jika tidak rela didamprat di tengah kerumunan massa.

Gubsu EWP kadang tiba-tiba bertanya kepada seorang Bupati berapa jumlah ternak ayam, sapi, kambing dan tonase padi dan kopi di daerahnya dan bagaimana metode pemasaran dan jalan keluar jika timbul masalah.

Penampilan Gubsu EWP lengkap dibalut baju model khas safari berwarna abu-abu atau coklat susu terang, disempurnakan dengan sepatu booth dan kopiah/peci hitamnya.

Gubsu EWP Tambunan selalu berujar bahwa seorang pemimpin harus tahu persis potensi daerahnya, kondisi dan kualitas kehidupaan rakyat yang dipimpin, apa saja masalah yang dihadapi rakyat sehingga keputusan dan kebijakan pemerintahan tepat sasaran dan tidak ada anggaran negara serta uang rakyat yang sia-sia.
Jika Bupati atau Camat tidak paham kondisi rakyat yang dipimpinnya, pejabat berjiwa amtenaar dan bor juis maka rakyat akan menjadi sapi perahan yang tetap miskin dan terbelakang. Itulah gaya blusukan Gubsu EWP Tambunan yang tetap melekat dalam benak saya hingga detik ini.

Blusukan ada dimana-mana

Gaya kepemimpinan blusukan tidak hanya dikenal di nusantara namun juga di manca negara, sebut saja Tiongkok. Syahdan salah seorang Pangeran- Putra Mahkota Dinasti Tiongkok yang berjiwa kesatria dan sangat sederhana ingin sekali merasakan hidup sebagai warga biasa dan melihat denagn mata kepala sendiri untuk mengetahui kondisi nyata kehidupan rakyatnya.

Pada saat blusukan di satu desa, Sang Kaisar mengajak para pengawalnya duduk makan semeja dengannya yang menurut kepantasan dan adat istiadat adalah tabu dan menyalahi aturan keprotokolan istana.

Pada saat makan bersama, Sang Kaisar sengaja melayani para pengawalnya dengan menuangkan air teh ke cangkir para pengawal. Secara refleks para pengawal akan bersimpuh menyembah sang Kaisar sesuai SOP Keprotokolan Istana.

Sang Kaisar tahu gelagat dan tidak ingin identitasnya bocor seraya membisikkan kepada para pengawal agar tidak beranjak dari kursinya serta tidak perlu bersimpuh (kow-tow) dan cukup d engan menekuk 2 jari telunjuk dan jari tengah dan mengetuk meja 3 kali sebagai ucapan terima kasih.

Cerita ini merupakan sebuah pelajaran berharga tentang kepemimpinan gaya blusukan yang pada intinya menunjukkan pentingnya seorang pemimpin untuk selalu mendekatkan diri dengan rakyatnya untuk memahami kehidupan rakyat yang sebenarnya.

Niat blusukan bisa saja terdorong keinginan dari hati sanubari terdalam, bawaan lahiriah, bukan sekedar rekayasa mencari dan mencuri perhatian (pencitraan). Tentu, yang terbaik ialah gaya blusukan yang didasari kesadaran dan pancaran jiwa seorang pemimpin tanpa pamrih dan bukan pencitraan semata.

Blusukan, SPIP dan Reformasi Birokrasi

Adakah kaitan blusukan dan Reformasi Birokrasi? Sejauh ini pemerintah telah melakukan banyak hal dan langkah terkait keinginan merubah birokrasi agar lebih merakyat Melalui Sistem Pengendalian Internal Pemerintah SPIP (PP 60 tahun 2008) yang merupakan amanat UU no 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara dan UU no 1 tahun 2014 tentang perbendaharaan bahwa untuk menjamin akuntabilitas anggaran secara efektif-efisien ekonomis maka setiap unsur lembaga pemerintahan harus menerapkan SPIP pada setiap jenjang.

Andaikan setiap kementerian-lembaga pemerintahan sudah melaksanakan SPIP, niscaya jumlah orang yang berususan dengan KPK-BPK-BPKP, Jaksa dan Kepolisian diyakini akan turun drastis meskipun mustahil untuk dihapuskan. Artinya disetiap lini organisasi sebesar-sekecil apapun, maka gaya blusukan seorang pemimpin harus diterapkan.

Ke depan, Reformasi Birokrasi Administrasi Negara tampaknya harus mengadobsi model blusukan sebagai pengungkit-penguat terlaksananya percepatan modernisasi administrasi negara (top down) di semua lini yang pro akuntabilitas yang benar-benar didambakan masyarakat luas.

Setiap pemimpin harus menjadi pola anutan dalam tubuh organisasi sehingga mampu mendorong agar setiap sumber daya manusia yang dipimpinnya memanfaatkan segenap sumber daya dan dana organisasi guna mencapai tujuan organisasi dengan tertib, Hal ini mengingat bahwa blusukan adalah juga merupakan salah satu unsur pengawasan dan pengendalian yang ada dalam SPIP.

Power tends to corrupt absolute power corrupts absolutely. Dimana ada kekuasaan di situ ada potensi/kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan. Untuk itu diperlukan tindakan pengawasan melekat setiap waktu dengan cara memblusuki. (*)

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment