Jokowi Ternyata Bukan 'Satrio Piningit' yang Dicari
OLEH : Toni Sudibyo, Pengamat Politik dan tinggal di Banten
Setelah dilakukannya Pemilu Legislatif pada 9 April 2014, maka terjadi tiga poros calon presiden, yaitu Poros PDI-P dengan capres Jokowi, Poros Partai Golkar dengan capres Aburizal Bakrie (ARB) dan Poros Gerindra dengan capres Prabowo Subianto.
Ketiga Poros Calon Presiden ini pada tahap pertama menghadapi tantangan politik untuk mampu membentuk sebuah koalisi, sehingga mampu menembus ketentuan Presidential Threshold yang sesuai UU Pilpres sebesar 25%.
Poros capres Jokowi yang dikendalikan oleh PDI-P kurang dari dua minggu sudah berhasil menbentuk koalisi pokok yang dapat menyelesaikan tantangan pertama yaitu dicapainya Presidential Threshold dengan jumlah sekitar 30% (PDI-P 15%, PKB 9 % dan Nasdem 6%).
Kini Poros capres Jokowi yang telah merasa cukup dengan koalisi tiga Parpol, sedang disibukan untuk memilih politisi yang akan diplilih sebagai tokoh Wakil Presidennya. Terdapat anggapan, bahwa tokoh politisi yang akan dipilih Jokowi harus mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap elektabilitas dalam Pilpres tanggal 9 Juli 2014 dan yang lebih penting harus mendukung Jokowi apabila terpilih sebagai Presiden.
Risalah pencapresan Jokowi merupakan episode yang sangat menarik karena polah tingkah para politisi PDI-P, PKB dan Nasdem dalam menggarap koalisinya telah memunculkan berbagai persoalan politik yang menarik.
Munculnya satu deretan tokoh nasional yang semuanya mempunyai track record yang menarik telah menghiasi panggung pemilihan bakal Cawapres, karena naluri manusia dalam memilih sesearang yang dianggap terbaik akan selalu mengandung faktor evaluasi kemanusiaan yang luas.
Kini menunggu waktu kapan bakal capres PDI-P Jokowi mengumumkan bakal cawapres pilihannya merupakan momen yang menegangkan, bukan sekedar karena masyarakat menunggu siapa figur politisi tersebut, tetapi ada serangkaian persoalan yang terkait, yaitu pertama ada kesan beredar bahwa Jokowi adalah mendekati seratus persen bakal capres yang bakal terpilih, sedangkan bakal cawapres haruslah seorang yang betul-betul jagoan, karena ia harus mampu mendukung suksesnya Jokowi.
Cerita mengenai Satrio Piningit dalam konteks poros PDI-P, menjadi rancu karena anggapan Satrio Piningit yang semula adalah Jokowi kini justeru berubah Satrio Piningit tersebut adalah tokoh bakal cawapres yang akan diorbitkan oleh Jokowi dan Megawati.
Bakal Cawapres poros PDI-P ini memang diyakini harus tokoh yang dipilih oleh Jokowi dan disetujui oleh Megawati.
Demikianlah risalah pencapresan Jokowi yang kini masyarakat seakan akan menunggu lahirnya cabang bayi cawapres poros PDI-P, yang berdasar bocoran terakhir mengindikasikan bukan seorang mantan Jenderal TNI, karena oleh Jokowi disebut seorang ahli hukum dan sekaligus ahli ekonomi berasal dari luar Jawa.
Beberapa rumors yang berkembang di media sosial ataupun kalangan politisi/pengamat menyebutkan, Jokowi saat ini ingin mendekat ke 'hijau' bukan dalam artian bekas militer, melainkan tokoh Islam.
Hal ini wajar karena selama ini Jokowi berkiprah dalam dunia politik selalu ditemani oleh orang-orang 'non hijau', sehingga Jokowi berkunjung ke sejumlah ponpes, tokoh Islam bahkan mengangkat Khofifah Indar Parawansa sebagai juru bicara Jokowi, adalah indikasi-indikasi yang ingin dibentuk atau diskenariokan bahwa Jokowi juga dekat dengan 'hijau atau Islam'.
Ketegangan menunggu koalisi parpol yang akan muncul dalam Pilpres 9 Juli 2014, secara politis juga dipengaruhi oleh jadwal waktu yang terus mendesak, yaitu tanggal pendaftaran capres dan cawapres di KPU, segera mulai akan datangnya masa kampanye Pilpres, mengingat bulan Mei sudah mulai dimasuki.
Apabila ketegangan situasi yang diciptakan oleh risalah pencapresan Jokowi telah memberikan suasana yang lebih banyak diwarnai nuansa-nuansa kemanusiaan, seperti pengakuan kita, ada atau tidak adanya efek psikologis dari kehadiran tokoh-tokoh masyarakat tertentu selama Pileg sehingga PKB dapat melonjak jumlah perolehan kursinya misalnya, maka lain pula ketegangan yang terjadi pada poros lain.
Untuk itu juga dalam konteks ini, pasangan capres dan cawapres Jokowi tentu tidak bisa tampil sendiri dalam Pilpres tanggal 9 Juli 2014, Jokowi harus mempunyai lawan. Tanpa lawan, Pilpres tanggal 9 Juli 2014 tidak berlaku.
Berbeda dengan kompetisi sesuatu kejuaraan dalam Pilpres, pertandingan harus ada, dalam Pilpres tidak berlaku sistem gugur, pertandingan harus berrlangsung, sehingga pemain harus lengkap, meskipun paling tidak, satu-lawan satu harus berlangsung, sehingga satu putaran selesai.
Memantau ARB dan Prabowo
Untuk itulah kita tidak bisa mengabaikan perkembangan upaya membentuk koalisi yang terjadi Poros Golkar dengan bakal capres Aburizal Bakrie (ARB) dan upaya membentuk koalisi di Poros Gerindra dengan bakal capres-nya Prabowo Subianto.
Mengamati risalah pencapresan yang terjadi di Poros Golkar dengan bakal capresnya ARB dan pada Poros Gerindra dengan bakal capresnya Prabowo Subianto, kita akan memulai justru dari risalah yang terjadi pada Poros Gerindra (Prabowo Subianto), karena aktivitas poros ini lebih terlihat dibandingkan dengan aktifitas yang terjadi di poros Golkar (ARB).
Mengenai langkah Prabowo yang menyiapkan dirinya untuk tampil di dalam arena Pilpres tahun 2014 mermang sudah sejak lama dimulai, bahkan sejak setelah ia bersama Megawati tidak berhasil dalam Pilpres tahun 2009.
Temperamennya yang tinggi telah mengungkap catatan ini, yaitu dengan sikapnya yang memprotes sikap PDIP yang pada tahun 2009 konon menjanjikan dukungan kepada Prabowo dalam Pilpres tahun 2014, tetapi dukungan tersebut dewasa ini tidak ada. Masalahnya menjadi serius dalam arti PDI-P bukan lagi 'friend' tetapi lawan Gerindra dengan keputusan PDI-P menampilkan bakal capresnya yaitu Jokowi dalam Pilpres 2014.
Dibuatnya berbagai puisi oleh Fadli Zon yang diyakini sebagai 'negative campaign' terhadap Jokowi, menunjukkan kemarahan pendukung Prabowo sebagai tokoh idolanya Gerindra.
Prabowo cukup menunjukkan bobot popularitas dan elektabilitas yang tinggi, dalam berbagai survey Prabowo selalu dalam urutan kedua setelah Jokowi, sehingga ketika Jokowi belum ditetapkan serbagai bakal capres oleh Megawati, Prabowo diramalkan akan menduduki bakal capres yang unggul.
Belum lama ini ada komentar media massa yang menyimpulkan Prabowo adalah bakal capres yang jelas visi dan misi yang ingin dia lakukan apabila terpilih sebagai Presiden.
Ada dugaan bahwa AS selalu berkepentingan dan melakukan intervensi terhadap segala yang terjadi di semua negara di dunia ini, pasti AS juga memberikan perhatian kepada Prabowo, seorang mantan Jenderal TNI yang dekat dengan tokoh-tokoh Pentagon pada masa lalu, tentu aneh kalau beberapa waktu yang lalu ada desas desus Prabowo tidak didukung oleh AS.
Sangat mungkin isu yang sangat mengganggunya adalah isu pelanggaran HAM, yang terus menerus ingin diingatkan untuk jangan dilupakan oleh kemungkinan pihak-pihak yang merasa dirugikan dan disedihkan, tetapi belum mendapatkan tanggapan yang memadai.
Memang sebuah situasi masa lalu yang sulit dibahas kembali, mudah mudahan semua akhirnya paham, marilah kita melihat dan berpikir kedepan kita pikirkan keadaan yang lebih baik bagi anak keturunan kita, tanpa harus mengorek kesedihan masa lampau.
Prabowo sekali lagi adalah tokoh yang dengan serius lebih dari lima tahun yang lalu banyak catatan menunjukkan sudah menyiapkan diri sebagai bakal capres dalam Pilpres tahun 2014 ini. Salah satu dokumen yang mungkin bisa kita buka adalah Facebook, sejak lima tahun yang lalu.
Sejak lebih lima tahun yang lalu, Prabowo selalu muncul dan menyampaikan pandangannya yang sangat mernunjukkan sikap nasionalismenya dan kerakyatannya.
Dalam menghadapi Pilpres 2014 khususnya pada tahap pembentukan koalisi menuju Pilpres 9 Juli 2014, aktivitas Prabowo juga luar biasa. Apa yang disitilahkan sebagai pencerahan, pendekatan dan berwacana denga partai lain, khususnya dari kelompok papan tengah kiranya sudah lengkap dilakukan. Respons yang sangat positif tercatat dari PKS yang dengan cepat dan serius menunjukkan kesediaannya berkoalisi dengan Gerindra.
Aktivitas Aburizal Bakrie dalam menghadapi Pilpres 2014 memang terasa paling lamban.
Hampir tidak tercatat oleh media massa pendekatan-pendekatan kepada parpol lain, khususnya kepada kelompok parpol papan tengah, sebagai langkah awal menuju koalisi. Sebuah kejutan justru datang dari Poros Gerindra (Prabowo) yang akhir April dikabarkan bertemu dengan ARB dikediamannya. Rekomendasi telah diserahkan kepada ARB, namun sebelum ada langkah yang bersifat internal, ARB telah secara khusus menemui Prabowo dengan menyatakan Golkar bersedia berkoalisi dengan Gerindra dan bersedia pula ARB menjadi cawapresnya Prabowo. (*)
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment