Saturday, June 15, 2013

[batavia-news] Kisah Pilu TKI

 

Kisah Pilu TKI
Rabu, 12 Juni 2013 | 13:37

Peristiwa anarkistis oleh TKI di Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (9/6), menjadi cermin nyata persoalan menyangkut TKI masih belum mampu diatasi pemerintah. Insiden yang bermula dari antrean belasan ribu TKI yang mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) tersebut, mengakibatkan seorang TKI tewas.  

Embrio dari insiden tersebut adalah banyaknya buruh migran ilegal di Arab Saudi, tidak hanya dari Indonesia. Pemerintah Arab memberlakukan amnesti dengan memberi kesempatan pemutihan bagi semua buruh migran untuk mengurus dokumen resmi hingga 3 Juli mendatang.  

Arab Saudi memang menjadi tujuan penempatan TKI terbanyak. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menunjukkan, 1,4 juta TKI ditempatkan di Arab sejak 2006. Jumlah itu hampir 40 persen dari total TKI di banyak negara, yang mencapai 3,9 juta orang. Data itu tentu angka resmi, mereka melalui jalur legal, sehingga tidak menghadapi masalah di negara di mana mereka ditempatkan.  

Persoalannya, di luar angka resmi tersebut, diyakini masih banyak buruh migran asal Indonesia yang berangkat secara tidak resmi. Karena statusnya ilegal, mereka berpotensi menghadapi masalah keimigrasian, hingga akhirnya waktu tinggal mereka melewati batas atau overstay. Mereka inilah yang diburu Pemerintah Arab.  

TKI yang masuk kategori overstayers di Arab Saudi diperkirakan mencapai  200.000 orang, membuat KJRI Jeddah kewalahan melayani permintaan pengurusan dokumen keimigrasian. Setiap hari, maksimal bisa dilayani 5.000 dokumen, sedangkan pada Minggu lalu mencapai 12.000 orang.  

Dari kasus KJRI Jeddah tersebut, secara objektif kita melihat ada dua hal yang perlu mendapat catatan kritis. Pertama, tentu saja para buruh migran ilegal. Apapun alasannya, berangkat ke suatu negara  tanpa dilengkapi dokumen pendukung, tidak dapat dibenarkan dan itu jelas perbuatan melawan hukum. Sehingga wajar jika mereka harus berhadapan dengan hukum di negara di mana dia berada. Kedua, ini menjadi peringatan kesekian kalinya bagi pemerintah, untuk serius mengatasi persoalan penempatan dan perlindungan TKI secara maksimal.  

Banyak kasus di mana TKI menjadi korban, baik yang faktor penyebabnya dari negara di mana TKI ditempatkan, maupun dari dalam negeri.  

Kita yakin, pemerintah memiliki pemetaan anatomi persoalannya, mengingat persoalan TKI sudah berlangsung bertahun-tahun. Solusi atas semua faktor penyebab tentu sudah di tangan pemerintah. Persoalannya adalah komitmen pemerintah untuk memberantas semua kelemahan tersebut dengan tindakan tegas kepada pelakunya.  

Kata kunci dari penyelesaian persoalan TKI adalah meningkatkan perlindungan hukum agar TKI yang dijuluki "pahlawan devisa" tak melulu menjadi korban. Mereka tak hanya mengadu nasib untuk mencari penghidupan yang lebih layak, tetapi juga mengadu nyawa.  
Pangkal persoalan kisah kelam para TKI adalah minimnya keterampilan dan tingkat pendidikan. Hal itu tercermin dari proporsi TKI yang bekerja di sektor informal mencapai 65 persen, dan hanya 35 persen yang bekerja di sektor formal. Yang bekerja di sektor informal inilah yang umumnya ilegal. Harus diakui, menjamurnya TKI di banyak negara adalah korban pembangunan yang belum mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai.  

Pengelolaan TKI adalah potret eksploitasi manusia di zaman modern.   Khusus menyangkut kasus kerusuhan di KJRI Jeddah, kita juga perlu menyoroti fungsi kantor perwakilan di luar negeri. Selama ini, fungsi diplomasi kita, melalui KBRI maupun KJRI di negara di mana banyak TKI, relatif lemah. KBRI belum mampu menjadi benteng perlindungan bagi buruh migran, terbukti dari banyak TKI yang mendapat perlakuan sewenang-wenang dari majikan namun tidak memperoleh perlindungan hukum yang semestinya.  

Untuk itu, pemerintah harus menambah sumber daya di kantor perwakilan, untuk menjamin perlindungan hukum dan pelayanan yang maksimal bagi semua WNI.  

Di balik semua itu, hal mendasar yang perlu dilakukan pemerintah adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memberi insentif sebesar-besarnya bagi investasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Dengan demikian, kita tak perlu lagi mengirim jutaan TKI ke luar negeri hanya untuk menjadi pembantu rumah tangga, pekerja bangunan, atau buruh perkebunan.  

Kelak, hanya TKI yang terdidik dan terampil yang diberangkatkan, sehingga mereka tak lagi menjadi tumbal devisa negara. 

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment