MUI Akan Bawa Kasus Larangan Polwan Berjilbab ke MK
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MUI segera mungkin bakal menggelar sidang terkait laporan larangan polisi wanita (polwan) mengenakan jilbab. Setelah sidang, MUI bakal mengeluarkan tausyiah berupa nasehat kepada kapolri, polri, dan masyarakat umum.
Namun, jika nasehat itu mentah alias tidak diterima kapolri dan polri, Wakil Sekretariat Jenderal MUI, Tengku Zulkarnaen, berpendapat, maka cara lain yang ditempuh adalah datang ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Seandainya terbukti kepolisian membuat aturan pelarangan jilbab dan tidak sesuai dengan UUD 1945, maka aturan tersebut bisa dibatalkan MK. "Jika sudah masuk ke MK, larangan penggenaan jilbab tersebut harus dibatalkan," ujarnya.
Ia berpendapat, jika ada pihak yang tidak setuju dengan pemakaian jilbab pada polwan Muslimah, pendapat itu adalah pikiran yang sangat picik. Apalagi jika nanti dikhawatirkan akan muncul perbedaan jatah dan kewajiban kerja pada polwan Muslimah yang telah mengenakan jilbab dengan polwan non-Muslim.
Menurutnya, polisi bisa profesional dan bisa proporsional dalam mendelegasikan tugas-tugas pada anggotanya, yang memandang berdasarkan kewenangannya, bukan berdasarkan polwan tersebut memakai jilbab atau tidak.
Ketika polwan memutuskan memakai jilbab dalam menjalankan tugasnya, tidak juga membutuhkan biaya yang besar dalam penampilan barunya. Karena hanya mengganti topinya dengan jilbab dan menambah panjangnya lengan pada bajunya. Sedangkan untuk bawahannya, polisi sekarang sudah mengenakan celana panjang longgar, yang berarti itu sudah tak perlu diganti lagi.
Reporter : Rosita Budi Suryaningsih |
Redaktur : Karta Raharja Ucu |
HTI Minta Kapolri Ubah Aturan Seragam Polwan Tak Boleh Berjilbab
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) meminta kepada Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo untuk segera mengubah Surat Keputusan Kapolri mengenai seragam yang tak memungkinkan polisi wanita (polwan) berjilbab.
Juru bicara HTI Ismail Yusanto menegaskan, sekarang sudah bukan jamannya lagi untuk mengekang kebebasan beragama. "Menurut saya peraturan itu harus segera diubah. Menutup aurat bagian dari kewajiban muslimah,"ujarnya saat dihubungi RoL, Senin (10/6) malam.
Menurutnya, banyak praktik pengekangan kebebasan beragama yang dapat diubah setelah reformasi. Dia mencontohkan, jilbab yang dulu dilarang bagi pelajar sekolah saat ini sudah diperbolehkan. "Tahun 80-an siswa dipecat enggak pakai kerudung. Tapi pemerintah menyadari kebijakan itu tidak tepat,"jelasnya.
Contoh lainnya, ujar Ismail, terjadi pada pelajar di sekolah-sekolah kedinasan seperti Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) yang saat ini berubah menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Jika dulu pelajar muslimah dilarang mengenakan jilbab, tuturnya, maka saat ini pelajar muslimah dapat leluasa mengenakan jilbab.
Surat Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005 tentang sebutan, penggunaan pakaian dinas seragam Polri dan PNS Polri tidak memungkinkan polwan mengenakan jilbab.
Terkecuali, polwan di Nangroe Aceh Darussalam yang memang pemerintahnya menerapkan hukum syariat untuk seluruh warga Serambi Mekah.
Beberapa polwan pun mengirimkan surat ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal aturan ini. Mereka mengeluh karena hak dan kewajiban mereka sebagai muslimah untuk menutup aurat dikekang.
Redaktur : A.Syalaby Ichsan |
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment