Thursday, June 13, 2013

[batavia-news] Negara Kesatuan ataukah Negara Persatuan?

 

Res: Apa solusi terbaik untuk kesatuan dan persatuan yang tidak menguntungkan bagi rakyat di daerah periferi? Terus dibodohkan dengan otsus-otsus?
 
 
 
Negara Kesatuan ataukah Negara Persatuan?
Aju | Rabu, 12 Juni 2013 - 14:38:05 WIB
: 126
 

Sila ketiga hanya ada di dalam konsep dan pemahaman negara federal.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sekarang sangat gencar melakukan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bineka Tunggal Ika demi tetap utuhnya bangsa Indonesia.

 
Terakhir, Minggu, 26 Mei 2013, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) MPR, menggelar sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Sosialisasi di Desa Suli dipimpin Alexander Litay, anggota F-PDIP MPR asal Daerah Pemilihan Maluku.
 
Namun bagi pengamat politik Univeristas Muhammadyah, Pontianak, Kalimantan Barat, DR H Zainuddin Isman, Empat Pilar Kebangsaan sudah salah kaprah.
 
"Salah kaprah karena di dalam sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia dan Bineka Tunggal Ika, hanya ada di dalam konsep dan pemahaman negara federal, bukan dalam pemahaman negara kesatuan," kata Zainuddin.
 
Namun, Ketua Organisasi Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalimantan Barat, H Ilham Sanusi dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Sarjana Katolik Republik Indonesia (DPD ISKA) Kalimantan Barat, Adrianus Asia, di tempat terpisah, menegaskan, perubahan bentuk negara tidak semudah yang dibayangkan. Itu karena menyangkut kultur dan sistem yang telah dianut selama lebih dari enam dasawarsa terakhir.
 
Menurut Ilham, dibutuhkan referendum untuk mengubah bentuk negara dari kesatuan kembali kepada federal. Itu pun sebelumnya dibutuhkan sebuah komitmen antarkomponen bangsa agar Indonesia tidak terjerumus ke dalam perpecahan.
 
Adrianus Asia, Bupati Landak, menambahkan, wacana perubahan bentuk negara hanya bisa dibicarakan di kalangan elite, tapi aplikasinya akan menjadi sangat sensitif di kalangan akar rumput sehingga mesti dilihat secara arif dan bijaksana.
 
"Butuh alam politik yang kondusif. Jangankan mengubah bentuk negara, kembali ke UUD 1945 sebelum perubahan dilakukan selama empat kali, juga belum bisa dilakukan sekarang. Hal itu karena alam politik yang belum kondusif. Banyak pihak sekarang mulai menyadari, amendemen UUD 1945 yang dilakukan selama empat kali merupakan langkah keliru. Apalagi mengubah bentuk negara," ujar Adrianus.
 
Pemahaman Keliru
 
Zainuddin mengapresiasi langkah MPR yang giat melakukan sosialisasi pemahaman kenegaraan demi tetap utuhnya wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Namun diharapkan masyarakat jangan disuguhkan oleh sebuah pemahaman ketatanegaraan yang sangat keliru dan tidak sinkron satu sama lain. 
 
Dikatakan Zainuddin, UUD 1945 hasil amendemen keempat di mana ditegaskan bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertolak belakang dengan pemahaman sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia yang artinya Indonesia berbentuk negara federal.
 
Persatuan, kata Zainuddin, artinya federalisme, sedangkan unitarisme barulah artinya kesatuan. Bineka Tunggal Ika atau beraneka ragam, tapi satu, hanya ada di dalam konsep negara federal, karena di dalam negara kesatuan, terjadi penyeragaman sehingga semua permasalahan tatanan ketatanegaraan terpusat, sentralistik, bertolak belakang dengan konsep federalisme yang menghargai keberagaman.
 
"Kalau memang MPR konsisten dengan bentuk Indonesia adalah negara kesatuan sebagaimana digariskan di dalam UUD 1945 hasil amendemen keempat, berarti mesti pula mengubah sila ketiga dari Pancasila, yakni Persatuan Indonesia menjadi Kesatuan Indonesia," kata Zainuddin.
 
Akan tetapi, kalau bunyi sila ketiga dari Pancasila diubah, diamendemen, berarti secara otomatis Indonesia akan bubar karena tidak ada lagi alat perekat akan keberagamaan atau Bineka Tunggal Ika.
 
Zainuddin menuturkan, banyak kalangan sudah mendesak agar bentuk negara Indonesia sebaiknya diubah menjadi federal, karena sebagai negara kepulauan terluas dan terbesar di dunia, dihuni 240 juta jiwa, meliputi 1.128 suku bangsa, tersebar di 17.408 pulau, menggunakan 746 bahasa daerah. Keberagamaan bangsa Indonesia yang sangat kaya, mustahil kalau tetap saja dipaksakan Indonesia dalam bentuk negara kesatuan.
 
Menurut Zainuddin, disintegrasi bangsa yang sekarang tengah terjadi di Papua, Aceh, Maluku dan sekarang ada benih-benihnya di Kalimantan, karena pemaksaan terhadap bentuk negara kesatuan. Itu karena keberagaman yang hanya ada di bentuk negara federal, sudah tidak dihargai lagi oleh negara. Konflik etnis dan agama intensitasnya terus meningkat.
 
Pemaksanaan Kehendak
Zainuddin Isman menuturkan, pemaksaan kehendak Indonesia dari federasi menjadi NKRI sejak 17 Agustus 1950, pada dasarnya hanya lantaran persaingan internal dan konflik pribadi antara Menteri Pertahanan Hamengku Buwono IX yang didukung Presiden Soekarno dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Sultan Hamid II, Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB).
 
Sultan Hamid II selaku Ketua Bijeenkomst Voor Federaal Overleg (BFO) atau Perhimpunan Musyawarah Negara-negara Federal, sejak awal memang dipersiapkan sebagai perpanjangan tangan Belanda di Indonesia untuk proses memerdekakan Indonesia. 
 
Namun Presiden Soekarno, Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX, sangat anti-Belanda sehingga terjadi pemberontakan di sejumlah daerah yang memicu agresi militer Belanda selama dua kali secara besar-besaran, sebagai aksi balasan.
 
Perlu diingat, ucap Zainuddin, berdasarkan sikap resmi Belanda pada 10 Februari 1946 ditegaskan, Belanda sendiri yang akan mendaftarkan Indonesia di PBB dalam bentuk sebuah negara persemakmuran.
 
Dibeking Jepang
 
Belanda menghendaki kemerdekaan Indonesia mesti dipersiapkan secara matang. Karena itulah berdasarkan Konferensi Malino, 15 – 25 Juli 1946, Indonesia dikehendaki Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johanes Hubertus van Mook, berbentuk negara bagian, federal, dengan proses persiapan kemerdekaan secara mengikat antara 5 – 10 tahun.
 
Pemahaman inilah yang dilakukan Inggris terhadap Federasi Malaysia sejak dimerdekakan pada 1963, di mana ada Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak di dalamnya. Malaysia lebih maju dari Indonesia sekarang karena proses kemerdekaannya dipersiapkan, bentuk negaranya adalah federal, bukan dipaksakan menjadi kesatuan sebagaimana terjadi dengan Indonesia.

"Indonesia jadi negara kesatuan hanya ambisi pribadi Presiden Soekarno dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX yang didukung operasi intelijen dengan dibiayai pemerintah Jepang. Zulkifli Lubis sebagai penanggung jawab operasi intelijen, adalah seorang didikan Jepang," kata Zainuddin.

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment