Konsulat Jenderal RI di Jeddah Rusuh
- Senin, 10 Juni 2013 | 07:24 WIB
JEDDAH, KOMPAS.com — Ribuan pekerja Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, dikabarkan mengamuk di Konsulat Jenderal RI, Minggu (9/6/2013) waktu setempat. Mereka membakar beragam perkakas di pintu masuk Konsulat dan berusaha menerobos untuk melakukan pembakaran gedung. Aksi tersebut dipicu kemarahan atas proses dokumen perjalanan.
"Kami masih memeriksa apakah ada korban atau berapa banyak pekerja terluka," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur seperti dikutip Arab News. Dia mengatakan bahwa semua diplomat dan staf konsuler aman.
Kru Pertahanan Sipil, polisi, pasukan khusus, dan ambulans Bulan Sabit Merah turun ke tempat kejadian untuk memulihkan ketertiban. Jalan menuju ke Konsulat ditutup.
Saksi mata mengatakan, api masih menyala hingga pukul 22.00 waktu setempat. Petugas pemadam kebakaran pun masih terlihat berupaya memadamkannya.
Kerusuhan ini adalah buntut insiden pada Sabtu (8/6/2013). Saat itu para pekerja perempuan Indonesia "menyerbu" Konsulat untuk mendapatkan dokumen perjalanan. Setidaknya tiga perempuan terluka dan pingsan.
Para pekerja Indonesia di Arab Saudi yang tak memiliki izin bekerja punya tenggat waktu hingga 3 Juli 2013 untuk "melegalkan" keberadaan dan aktivitas mereka. Dokumen yang harus dipastikan mereka miliki adalah visa kerja.
Perseteruan antara para pekerja, polisi, dan pejabat Konsulat diduga dipicu oleh frustrasi para pekerja karena lamanya pengurusan dokumen dan kurangnya pengorganisasian di Konsulat. "Kami telah mengalami masalah dengan Konsulat sejak kami tiba dua hari lalu," kata seorang asisten rumah tangga dari Indonesia, yang tidak ingin namanya dipublikasikan. "Kemarin saya jatuh dan terluka karena Konsulat tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak bisa mengendalikan massa."
Pekerja lainnya yang mengaku bekerja di bidang konstruksi mengeluh karena tidak bisa masuk ke Konsulat untuk mengurus dokumen perjalanan. "Percayalah, sekarang saya hanya ingin pulang," kata di
KJRI Jeddah Dibakar
Berita Terkait
TKI di Luar Negeri Diperlakukan bak Budak
Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang melebihi ijin tinggal (overstayed) dari Arab Saudi saat proses pemulangan menuju daerah asal masing-masing di Balai Pelayanan Kepulangan TKI Selapajang, Tangerang, Banten, Selasa (1/11). Sebanyak 1.277 TKI overstayed yang terdiri dari dari 1.211 orang dewasa, 39 anak-anak, dan 27 bayi, dipulangkan dari Arab Saudi dengan menggunakan 4 kloter penerbangan. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkritik diplomasi pemerintah terhadap penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang terancam hukuman mati. Dia mengatakan penanganan pemerintah atas tenaga kerja bermasalah ini sifatnya masih reaktif.
"Seharusnya ada kesepakatan dari Indonesia dan Arab Saudi yang berbasis hak asasi manusia," katanya, dalam rapat koordinasi penanganan kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2013.
Anis menyesalkan kesepakatan antara kedua negara yang masih berjalan di tempat. "Konstitusi kita menyatakan hak hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi. Namun begitu banyak TKI di Arab yang menunggu hukuman mati," kata Anis.
Menurut dia, aturan yang tidak sesuai dengan konstitusi merupakan hambatan dalam menangani kasus TKI. Pekerja Indonesia di luar negeri selalu berada dalam posisi korban. "Mereka bukan hanya disiksa, tapi juga dibatasi haknya. Ini sama saja seperti perbudakan," ucap Anis.
Ia juga menegaskan, sekalipun pekerja yang terancam hukuman mati terbukti bersalah, mereka jangan diposisikan sebagai pelaku kriminal. "Harus dilihat latar belakangnya seperti apa. Mengapa mereka terpaksa membunuh?" kata Anis.
Anis pun mendorong pemerintah untuk segera membebaskan TKI di Arab Saudi bernama Satinah yang hendak divonis mati pada 13 Juni 2013. Satinah adalah terdakwa kasus pembunuhan terhadap majikannya pada 2007 lalu.
Perempuan asal Jawa Tengah itu bisa bebas jika ada diyat atau uang denda yang diminta ahli waris korban sebesar 10 juta riyal atau Rp 25 miliar. Anis menegaskan berapa pun diyat yang diminta harus dibayarkan. "Pokoknya jangan sampai ada nyawa melayang," katanya.
SATWIKA MOVEMENTI
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment