Monday, June 3, 2013

[batavia-news] Penghargaan yang Melukai Hati Rakyat?

 

 
Penghargaan yang Melukai Hati Rakyat?
Senin, 03 Juni 2013 - 15:08:13 WIB


(AP/Photo)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menerima penghargaan "World Statesman" dari Rabbi Arthur Schneier (kanan), pendiri Appeal of Conscience Foundation, didampingi mantan Menlu AS Henry Kissinger di
Penghargaan ACF dinilai menambah luka di hati masyarakat yang selama ini didiskriminasi.

Meski mendapat protes keras dari berbagai komponen masyarakat dalam negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap menerima penghargaan World Statesman Award di New York, Amerika Serikat, dari Appeal of Conscience Foundation (ACF) pekan lalu. Pemberian penghargaan tersebut karena Presiden SBY dinilai berprestasi dalam menegakkan kehidupan bertoleransi dan perlindungan terhadap kaum minoritas di Indonesia.

Pro dan kontra soal pemberian penghargaan itu memang terus berlangsung usai diumumkan oleh ACF beberapa waktu lalu. Bahkan ada elemen masyarakat dari Indonesia yang menyurati ACF agar membatalkan rencana pemberian penghargaan itu kepada Presiden SBY. Pemberian penghargaan itu dinilai menambah luka di hati masyarakat yang selama ini mendapat perlakuan diskriminasi.

Meski telah mendapat banyak masukan sekaligus protes keras, ACF yang pernah memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh dunia tersebut tetap tidak mengubah keputusannya. ACF tampaknya telah memiliki agenda atau penilaian tersendiri yang mereka yakini kebenarannya. Mungkin hal itu pula yang membuat Presiden SBY tetap memantapkan langkah ke New York untuk menerima penghargaan "bergengsi" tersebut.

Tentu tidak mudah mendapat penghargaan seperti itu, apalagi yang selama ini penerimanya merupakan tokoh-tokoh dunia, seperti Kanselir Jerman Angela Merkel, mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, mantan Presiden Brasil Fernando Henrique Cardoso, Presiden Republik Cek Vaclav Havel, mantan Presiden Rusia Mikhail S Gorbachev, Raja Spanyol Juan Carlos, dan Perdana Menteri India Manmohan Singh. Penghargaan ini lazimnya diberikan untuk kepentingan bangsa karena akan mencatatkan sebuah sejarah bahwa pemimpin Indonesia pernah menerima penghargaan yang namanya disejajarkan dengan tokoh-tokoh besar dunia. Paling tidak sejarah telah mencatat—soal pantas atau tidak, rakyat terluka atau tidak—adalah hal lain.

Masyarakat boleh tidak setuju dan menilai bahwa Presiden SBY tidak layak menerima penghargaan karena masih banyaknya tindakan intoleransi di negeri ini. Namun demikian, Presiden SBY tentu telah menimbang apakah dirinya pantas atau tidak menerima penghargaan tersebut. Nah, sekarang kita hanya bisa mengambil sisi positifnya. Presiden SBY juga mengakui bahwa masih ada kantong intoleransi, kerawanan konflik komunal dan elemen radikal. Secara fakta memang situasinya cukup memprihatinkan karena aksi-aksi intoleransi, radikalisme, dan konflik sosial masih cukup tinggi.

Kita hanya bisa berharap kepada SBY sebagai pemimpin negara yang telah menerima penghargaan tersebut agar memperhatikan harapan masyarakat, terutama kaum minoritas yang diperlakukan tidak adil, dihambat beribadah, dibongkar atau dirusak rumah ibadahnya, diusir dari kampung halamannya, bahkan dibunuh seperti yang dirasakan oleh warga Ahmadiyah, warga muslim Syah di Sampang Madura. Padahal, sesuai konstitusi, semua warga negara mempunyai hak yang sama dan dilindungi oleh negara.

Kaum radikal yang semakin nekat dan berani menjalankan aksinya, tidak terlepas dari ketidaktegasan pemerintah. Pemerintah terkesan membiarkan dan tidak berani bertindak. Akibatnya aksi perusakan rumah ibadah orang lain, menghambat pendirian rumah ibadah, dan bentuk diskriminasi lainnya terus berlangsung. Pemerintah tidak pernah tegas. Kasus GKI Yasmin, Bogor, terkatung-katung karena pemerintah tidak tegas menjalankan konstitusi, HKBP Filadelpia belum tuntas dan banyak lagi kasus-kasus lainnya yang melukai hati umat minoritas. Itulah yang mendasari penolakan terhadap penghargaan yang diberikan kepada presiden tersebut.

Seyogianya, masyarakat akan bangga dan mendukung apabila pemimpinnya mendapat penghargaan internasional yang tentu saja akan mengharumkan nama bangsa. Namun apa yang terjadi justru banyak rakyat yang tidak setuju. Oleh karena itu, ini merupakan momentum bagi pemerintah untuk benar-benar memperbaiki kinerja dalam hal membela hak-hak kaum minoritas.

Sebagaimana dalam pidatonya ketika menerima penghargaan, Presiden SBY menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan menoleransi kekerasan yang dilakukan kelompok apa pun yang menggunakan agama. Dikatakan pula pemerintah tidak akan membiarkan penistaan terhadap tempat ibadah dengan alasan apa pun. Kaum minoritas akan selalu dilindungi dan dijamin tidak akan mengalami perlakuan diskriminatif. Semoga kalimat itu bukan sekadar rangkaian kata-kata indah yang enak didengar, tetapi benar-benar diwujudkannyatakan melalui tindakan konkret. Kalau tidak ada perbaikan maka penghargaan itu benar-benar melukai hati rakyat.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment