Waspadai Kredit Macet
- Tuesday, 04 June 2013 09:33
- Written by Redaksi
JAKARTA – Beban pemerintah untuk menjaga kondisi ekonomi terus stabil pada semester kedua 2013 ini tampaknya bakal sulit. Apalagi pemerintah telah memastikan kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat.
Rencana penyesuaian harga BBM itu tak hanya berdampak pada sektor ekonomi mikro. Tapi beberapa kegiatan ekonomi makro, termasuk perbankan, ikut berpengaruh. Bahkan diprediksi bisa terjadi kemacetan kredit bank.
''Logikanya itu muncul dari kenaikan suku bunga. Ini berarti menyebabkan arus pembayaran kredit pun ikut berpengaruh," kata Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto dalam seminar Mewaspadai Kredit Macet Pascakenaikan BBM di Jakarta, Senin (3/6).
Menurut pengamat perbankan ini, kenaikan harga BBM selalu diikuti inflasi dan penyesuaian suku bunga bank. Itu merupakan situasi yang tak bisa dihindari. Semua lembaga perbankan perlu mengikuti perubahan harga BBM tersebut.
Dia mencontohkan kebijakan kenaikan BBM pada 2005 lalu, menimbulkan kenaikan suku bunga. Dampaknya beberapa peminjam dana perbankan pun harus mengembalikan dalam kondisi suku bunga yang meningkat.
''Itulah yang kemudian menimbulkan kredit macet bank. Besarnya kredit macet itu tergantung pada berbagai faktor lain lagi," Eko menganalisis.
Lebih detil dia menyebutkan kenaikan harga BBM pada 2005 itu membuat perbankan tidak mengalami lonjakan pertumbuhan. Bahkan dalam hitungan statistik menunjukkan perbankan tidak tumbuh sampai 50 persen.
Eko menjelaskan, stagnasinya pertumbuhan ekonomi pascakenaikan BBM lebih dipicu oleh arus inflasi masyarakat. Karena tingkat konsumsi pun meningkat. Akibatnya arus pengembalian pinjaman bank pun ikut berpengaruh.
''Masyarakat lebih fokus pada penyesuaian ekonomi keluarganya. Jadwal rutin pembayaran kredit pun tersendat. Itu yang menimbulkan ketidakmampuan untuk membayar kredit," ucapnya.
Tak itu saja. Dia mengakui ada pula perilaku peminjam kredit yang nakal. Misalkan secara sengaja menunda pembayaran dengan alasan yang dikaitkan kenaikan BBM. Karakter peminjam seperti itulah yang semakin memukul perbankan.
Meski demikian dia tetap optimis penyesuaian harga BBM itu tak bakal berlangsung lama. Pemerintah memang perlu melakukan berbagai intervensi untuk menekan dampak kenaikan BBM.
''Paling tidak pada semester pertama pascakenaikan kondisi itu tidak stabil. Setelah itu semua dapat kembali normal. Artinya dampaknya hanya jangka pendek," tambahnya.
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Didik J Rachbini menegaskan kenaikan harga BBM sudah menjadi keharusan. Pemerintah tak mungkin lagi menahan harga BBM pada kondisi saat ini. Karena sangat berisiko bagi kondisi keuangan negara.
Menurutnya pemerintah tak perlu ragu lagi menaikkan harga tersebut.Dampak terhadap kenaikan pun sudah bisa terukur. Melalui berbagai program yang ditujukan bagi meningkatkan kemampuan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, dia menyebutkan beberapa lembaga perbankan dalam kurun waktu 2012 mengalami perbaikan kondisi. Paling tidak ada 120 bank yang dapat dikatakan sehat.
Ukuran sehatnya lembaga perbankan itu, menurut dia, dapat dilihat pada nilai permodalan (CAR), posisi aktiva produktif, rentabilitas, likuiditas dan efisiensi. Dari ukuran itulah perbankan bisa dibuat kategorinya.
''Kita coba bagi empat kategori bank tersebut. Masing-masing kategori memperlihatkan modal yang dimiliki," imbuhnya.
Bank berkategori 4 itu memiliki modal lebih dari Rp 30 triliun.
Sedangkan Bank kategori 3 memiliki modal sekitar Rp 5-30 triliun, kategori 2 memiliki modal Rp 1-5 triliun dan kategori 1 memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun.
"Kategori 4 diraih PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) berada di posisi sangat bagus. Disusul BTPN kategori 3," ucapnya.
Sedangkan bank kategori 3, lanjut dia, dipegang oleh BPD Bali. Dengan modal Rp 1-5 triliun dari sekitar 50 bank yang memiliki kategori ini.
Berbeda dengan kategori 1, Eko menyebutkan Bank Bengkulu menempati posisi terbaik. Dengan modal di bawah Rp 1 triliun, dari sekitar 60 bank yang serupa.
''Ini menjadi bukti perbankan berhasil menjalankan fungsinya. Pertumbuhan ekonomi makro pun kondusif," imbuhnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Utama BTPN Jerry Ng. Dia menilai persoalan subsidi layaknya penyakit yang sudah diketahui namun tidak pernah diobati.''Kalau persoalan subsidi dan berjalan terus dan tak pernah diperbaiki, itu kayak penyakit yang kita tahu itu penyakit tapi nggak pernah diobati," kata Jerry.
Tangkal Stagnasi
Prediksi industri perbankan nasional bakal mengalami stagnasi dinilai terlalu berlebihan. Alasan dibalik pelambatan juga tidak cukup kuat jika hanya didasari atas ketidakpastian waktu naiknya BBM. Karenanya, ramalan tersebut tidak perlu dirisaukan secara berlebihan.
"Saya rasa itu tidak ya. Ketidakpastian kenaikan BBM itu tidak bakal memaksa indusrti perbankan mengalami perlambatan perbankan secara langsung. Industri perbankan sudah punya alamnya sendiri," tutur Sri Yani Kusumastuti, Koordinator Konsentrasi Perbankan dan Pasar Modal, Universitas Trasaksi, ketika dihubungi di Jakarta, Senin (3/6).
Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) itu menyebut kredit konsumsi tidak akan berpengaruh. Bahkan, kemungkinan besar sektor ini akan menjadi alternatif. Pelaku perbankan akan menggenjot kredit konsumsi untuk menutupi perlambatan di sektor riil. ''Kalau sektor riil paling mungkin akan mengalami dampak secara langsung dari efek kenaikan BBM. Tapi, pelaku perbankan sudah punya antisipasinya," tandas Sri Yani.
Selain sektor riil, investasi dan modal kerja akan mengalami tekanan. Kondisi itu juga secara tidak langsung memengaruhi kinerja perbankan. Perbankan akan sangat hati-hati menggelontorkan modal kerja kepada pelaku usaha. Kalau pun memberikan modal tentu dengan syarat dan ketentuan ketat. Pastinya, suku bunga bakal ditawarkan dengan relatif tinggi. "Pelaku perbankan akan mengarahkan nasabahnya untuk masuk pada jalur kredit konsumsi. Sektor ini yang akan menyelamatkan perbankan dari perlambatan tersebut," ulas Sri Yani.
Nah, dua entitas yaitu investasi dan modal kerja secara tidak langsung berpengaruh pada ranah perbankan. Perbankan pun sudah punya antisipasi dan jalan keluar untuk menutupi gejolak tersebut. Kredit konsumsi sebagai jalan pintas bisa dipakai untuk menangkal kemungkinan terburuk itu. "Jadi, menurut hemat saya stagnasi tidak mengancam dunia perbankan. Itu penilaian dan ramalan berlebihan," tandas Sri Yani. (rko/far)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment