Monday, June 9, 2014

[batavia-news] Ketika BPJS Ditolak Buruh, Ada Apa?

 

 
 

Ketika BPJS Ditolak Buruh, Ada Apa?

Selasa, 10 Juni 2014 | Dibaca 68 kali

Ilustrasi

Oleh: Fadmin P Malau. Puluhan massa buruh mengaku dari dua belas perwakilan elemen buruh menuntut agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dihapuskan. Mereka menilai keberadaan BPJS Kesehatan menambah beban bagi buruh. Penolakan tersebut disampaikan buruh dalam aksi  unjukrasa di halaman kantor Gubsu Jalan Diponegoro Medan, Rabu (4/6). (Dikutipan dari berita Harian Analisa Medan Halaman Kota, Kamis 5 Juni 2014 berjudul, "Buruh Tolak BPJS Kesehatan")

Sudah biasa buruh berunjukrasa ke kantor Gubernur Sumatera Utara. Namun, unjukrasa Hari Rabu itu lain dari biasanya dalam menyampaikan tuntutan hanya diperbolehkan dari depan pint u gerbang kantor Gubsu, tidak dibolehkan masuk ke halaman kantor Gubsu. Namun, unjukrasa hari itu para pengunjukrasa diperbolehkan masuk ke dalam halaman kantor Gubsu.

Terasa damai dan indah. Satu kemajuan dalam menerima aksi unjukrasa atau aksi menyampaikan pendapat. Terlihat para pendemo berlaku sopan karena yang didemo juga berlaku sopan, langsung diterima dan didengarkan pendapatnya, tidak sampai berteriak-teriak dan karena pengunjukrasa diperbolehkan masuk ke dalam halaman kantor Gubsu yang luas itu sehingga tidak memacetkan arus lalulintas di depan kantor Gubsu.

Cepat diterima para pendemo maka cepat pula para buruh itu berunjukrasa, menyampaikan tuntutan dan membubarkan diri dengan tertib. Penulis jadi teringat dengan tulisan penulis yang diterbitkan pada Halaman Opini Harian Analisa Rabu, 28 Mei 2014 lalu berjudul, "Pendemo dan yang Didemo Harus Sopan."

Mengapa Ditolak?

Menarik judul berita Harian Analisa ini,"Buruh Tolak BPJS Kesehatan." Mengapa harus ditolak, ada apa? Wajar pertanyaan ini muncul karena idealnya semua orang senang mendapat jaminan sosial. Mengapa justru buruh menolak program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang sudah dilaksanakan awal tahun 2014 lalu.

BPJS yang dilaksanakan pada dasarnya berpotensi menimbulkan sejumlah permasalahan sebab implementasi Undang-Undang BPJS itu sangat dipaksakan sehingga mengganggu system yang sudah berjalan bertahun-tahun yakni Jaminan Sosial Tenagakerja (Jamsostek) bagi para pekerja/buruh dan juga Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada beberapa daerah di Indonesia.

Hadirnya BPJS bisa merugikan banyak pihak dan mengganggu system yang sudah berjalan seperti Jamsostek bagi para pekerja/buruh yang selaras dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kini disahkan dan dilaksanakan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) yang ingin mengakomodir semua pelaksanaan jaminan sosial yang ada di Indonesia termasuk yang sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Tidak mudah maka terjadi tumpang tindih dengan UU yang sudah berjalan seperti UU Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, UU Jamsostek dan berbagai peraturan yang ada. Seharusnya bila diterbitkan UU yang baru maka harus diperhatikan UU yang ada, apakah sejalan, tidak tumpang tindih atau merusak system yang sudah ada atau akan bisa membuat kondisi semakin tidak baik.

Seharusnya bila diterbitkan UU yang baru harus sejalan dan memperbaiki, menyempurnakan UU yang sudah berjalan sehingga tidak ada pihak dirugikan dan tidak menimbulkan masalah. UU BPJS yang berlaku 1 Januari 2014 lalu langsung menimbulkan masalah meskipun berbagai kalangan seperti Dewan Perwakilan daerah (DPD) Sumatera Utara, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah mengatakan BPJS dilaksanakan maka rakyat mudah mendapatkan pelayanan kesehatan dan akan lebih baik dari yang ada sekarang, faktanya menimbulkan sejumlah masalah.

Langsung Bermasalah

Sebuah sistem yang sudah berjalan, tiba-tiba diubah kepada system bau, bila system itu tidak sejalan dengan system lama atau tidak lebih baik dari system yang sudah berjalan dipastikan terjadi masalah. Seorang pekerja Hidayat Banjar yang dahulu menjadi peserta Jamsostek, kemudian karena BPJS dialihkan. Selama menjadi peserta Jamsostek tidak ada masalah. Namun, ketika istrinya Megawati rawat inap di rumah sakit sebagai pasien BPJS mengalami kesulitan biaya berobat, begitu juga pelayanannya menjadi tidak baik. Pastilah kecewa.

Peristiwa dialami Hidayat Banjar diekspose berbagai media sehingga pihak BPJS terpaksa meresponnya. Bagaimana dengan ribuan peserta BPJS lainnya di Indonesia? Bisa jadi sama atau bahkan lebih buruk lagi dengan dialami Hidayat Banjar. Berbagai media acapkali memberitakan tentang kinerja buruk BPJS.

Unjukrasa para buruh ke kantor Gubernur Sumatera Utara dan kantor Walikota Medan juga karena merasa dirugikan BPJS. Mengapa BPJS langsung bermasalah meski baru beberapa bulan dilaksanakan? Seharusnya tidak bila sistem asuransi kesehatan Jamsostek yang digantikan BPJS lebih baik lagi, bukan sebaliknya menjadi tidak baik.

Masalah pelaksanaan BPJS sekarang ini menurut banyak pihak karena kurang sosialisasi. Menurut penulis bukan kurang sosialisasi, melainkan informasi yang tidak benar disampaikan kepada masyarakat seperti diinformasikan BPJS akan memberikan pelayanan kesehatan yang baik, masyarakat akan berobat gratis.

Faktanya, BPJS itu adalah asuransi bukan sosial maka masyarakat yang ikut asuransi harus membayar premi, bukan gratis. Hal ini yang tidak dijelaskan. Beda dengan Jamsostek, sejak awal dijelaskan adalah asuransi yang memiliki aturan dalam membayar premi dan siapa saja yang bisa ikut dalam asuransi itu serta manfaat yang diperoleh bila memiliki polis asuransi.

BPJS menjelaskan masyarakat akan mendapat pelayanan kesehatan yang baik. Pada hal BPJS adalah asuransi yang tidak sama buat semua nasabahnya. Bila masyarakat yang bukan pekerja harus membayar premi berdasarkan plafon yang diinginkan maka berdasarkan plafon itulah manfaat yang diterima.

Kemudian nasabah para pekerja atau buruh membayar premi dengan system administrasi yang berbeda dengan masyarakat yang bukan pekerja atau buruh yakni tidak tetap atau berubah-ubah, masa mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 premi jaminan kesehatan BPJS ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3 persen. Sementara masa mulai 1 Juli 2015 sampai dengan seterusnya, premi jaminan kesehatan BPJS sebesar 3 persen akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja.

Nah, wajarlah para pekerja atau buruh menolak BPJS sebab ketika Jamsostek premi asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan kerja ditanggung oleh pemberi kerja. Hal ini sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, alasannya tanggungjawab pemberi kerja. Logikanya pekerja akan terjadi kecelakaan kerja karena bekerja dan pekerja akan sakit karena bekerja. Tidak tepat jika asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan kerja ditanggung oleh pekerja atau buruh.

Dalam Jamsostek yang ditanggung pekerja atau buruh adalah Tunjangan Hari Tua (THT) dengan memotong 2,5 % dari besar gaji para pekerja atau buruh dan dana itu akan diambil pekerja atau buruh ketika pensiun atau berhenti bekerja, maka wajar pekerja atau buruh yang membayar preminya.

Banyak Pihak Dirugikan

BPJS ditolak buruh, ada apa? Jawabnya karena tidak sejalan dengan amanat UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan buruh atau pekerja dirugikan atas dialihkannya Jamsostek ke BPJS. Begitu juga dengan masyarakat menengah ke bawah yang menjadi peserta Jamkesmas dilaksanakan beberapa Pemkab/Pemko dan Pemprov di Indonesia menjadi dirugikan karena Jamkesmas tidak dipungut bayaran, dananya dari pemerintah setempat atau masuk dalam Anggaran Perbelanjaan Belanja Daerah (APBD) masing-masing daerah.

Kini dengan BPJS masyarakat menengah ke bawah harus membayar premi. Disamping itu pelayanan dan obat-obatan dari BPJS ternyata jauh lebih baik Jamkesmas maka banyak masyarakat komplain dan kecewa karena merasa dirugikan.***

Penyelenggaraan Jamkesma diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang merupakan hak semua warga Negara Indonesia maka sesungguhnya BPJS tidak perlu lagi. Benarlah apa yang disuarakan para buruh yang berunjukrasa Hari Rabu, 4 Juni 2014 lalu di kantor Gubsu dan Walikota Medan menolak BPJS dan menilai BPJS tidak perlu. ***

Penulis adalah dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, mantan Ketua PUK Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) satu perusahaan di Sumut dan mantan agen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia.

__._,_.___

Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment