Masjid Jami, 154 Tahun dengan Arsitektur Asli
Masjid Jami, yang merupakan salah satu Masjid tertua di Kota Ambon ini masih terlihat berdiri kokoh. Meski sudah di renovasi sebanyak 2 kali, namun bentuk asli dari masjid yang dibangun pertama kali pada tahun 1860 oleh seorang Imam besar, Haji Abdul Kadir Hatala tetap terjaga.
Pada mulanya masjid ini didirikan hanya beratap rumbia, bertiang kayu dan berdinding papan. Ukuranya tidak terlalu besar, sekitar 10 x 15 M2. Berbentuk kerucut seperti piramida teriris. Disesuaikan dengan jumlah Jamaah yang melaksanakan Sholat pada waktu itu. Berarsitektur khas Turki sedikit bercampur Persia.
Seiring berjalan waktu, banyak penduduk dari luar Kota Ambon yang berdatangan ke Ibu Kota Maluku ini. Dengan tujuan belajar dan berdagangan. Masjid Jami diperluas. Pada tahun 1895, dilakukan renovasi dengan tetap menjaga keaslian arsitekturnya. Tiga puluh delapan tahun kemudian, tepatnya 1933 Kota Ambon dilanda Banjir Besar. Masjid Jami terbawah banjir. Bangunanya runtuh secara keseluruhan. Tanpa meninggalkan bekas dan bangkainya juga tidak diketahui.
Pada tahun 1936, warga Kota Ambon, terutama yang berdomisili di kelurahan Waihaong, Silale dan Ponegoro melakukan musyawarah untuk membangun masjid yang menjadi salah satu tempat Ibadah yang sering digunakn pada saat itu. Maka dilakukan renovasi dengan mendirikan bangunan yang lebih besar dan permanent. Di bangun oleh seorang tukang asal Padang bernama Zainudin Wiwih.
Pada masa itu, masjid Jami berada diatas sebidang tanah curam. Jembatan dan jalan yang ada saat ini berada dibawahnya. Setelah ditimbun barulah seperti saat ini. Masjid Jami adalah yang kedua di Kota
Ambon, setelah masjid Hatukau di Batu Merah, yang saat ini bernama masjid An-Nur. Lokasi sekitar Masjid Jami dulunya ditumbuhi pepohonan dan bambu.
Pembangunan masjid ini selesai tahun 1940. Tahun 1942 terjadi musibah kebakaran disekitar masjid, namun masjid selamat dari amukan api. Pada waktu perang dunia ke dua tahun 1944 masjid ini menjadi sasaran bom sekutu, tapi masjid ini tetap utuh dan selamat. Tahun 2004 masjid ini direnovasi dengan melakukan penggantian lantai masjid, atap, menara, dan juga kubah masjid, tanpa merubah bentuk aslinya.
Zainduni membanguna Masjid Jami, setelah berhasil menyelesaikan masjid Kailolo di Maluku Tengah. Zainudin merupakan orang yang sangat berjasa dalam proses pembangunan Masjid Jami. Dibantu masyarakat, Masjid Jami kembali diisi oleh warga untuk melaksanakan sholat berjamah. Karena pada saat itu, hanya Masjid Agung An'Nur Negeri Hatukau (Batumerah) dan Masjid Jami yang mempunyai kapasitas daya tampung untuk sholat berjamaah.
Masjid yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Raya Alfatah, terdiri dari 9 pintu utama berukuran panjang 3 meter dengan lebar skeitar 2 meter. Enam pintu utama berjejar dari samping kiri dan kanan bangunan masjid. Sementara tiga lainya menghadap depan. Ada 36 jendela kecil berbentuk kerucut (kubah) dipasang mengelilingi badan masjid. Bahan pintu maupun jendela dari kayu linggua dan kayu kani. Kedua jenis kayu diyakini tahan lama diantara jenis lainya. Juga terdapat dua kubah didepan pintu masuk, dengan tinggi sekitar 7-8 meter.
"Ia dengan suka rela membantu menyelesaikan pembangunan Masjid Jami, yang saat ini masih di jaga dengan baik oleh pengurus Masjid Jami,"tutur wakil ketua pengurus Masjid Jami Ambon, H Hasan Laitupa saat berbincang dengan Ambon Ekspres usai Sholat Tarawih pertama di bulan Ramadhan, Sabtu (malam) pekan kemarin.
Sementara mimbar aslinya merupakan pemberian dari wakil Presiden Muhammad Hatta saat melakukan kunjungan pertama ke Ambon, tahun 1953. Namun setelah itu, mimbar tersebut diberikan ke masjid Tulehu. "Jadi kalau mau cari mimbar aslinya itu ke masjid Jami Tulehu,"katanya.
Dalam proses berdirinya, Umat Muslim dan Kristen secara bergotong royong menyelesaikanya. Tahun 1933 masyarakat Muslim dan Kristen tinggal dan berbaur, terutama disekitaran Silale. Masyarakat Kristen yang lebih banyak membantu pada saat itu berasal Negri Latuhalat dan Amahusu. Selain yang sudah menetap di Silale. Masyarakat Kristen membantu, baik dengan tenaga maupun bantuan makan dan minuman.
"Dulu di daerah Silale itu dihuni oleh orang Kristen seluruhnya. Jadi orang angkat pasir dari pantai ke lokasi pembangunan masjid, itu orang Kristen memberikan minuman-minuman (air) dan sebagainya. Ada yang datang dari Latuhalat, terutama Amahusu dan Benteng. Dong dari Amahusu dan Latuhalat ini yang sering membantu pembangunan masjid Jami,"lanjut Laitupa. Tangan kananya menunjukan kearah Silale sambil mengingat peristiwa-peristiwa pembangunan Masjid hijau ini.
Sempat terjadi gejolak soal perbaikan lantai Masjid Jami yang dinilai sudah tidak layak lagi digunakan sebagai tempat sujud, belum lama ini. Banyak batangan tehel berukuran 20 x 40 cm yang telah rusak. Olehnya itu perlu diganti dengan tehel yang baru. Namun sebagian pengurus Masjid Jami menolak untuk dilakukan perbaikan. Mereka kuathir keaslian lantai akan pudar, jika tehel yang berasal dari Italia tahun 1933 itu diganti.
Tehel dari Italia itu merupakan usaha sendiri dari sang Tukang Zainudin. Namun atas berbagai pertimbangan, akhirnya tehel yang berwarna kuning kecoklatan ini dibongkar dan digantikan dengan tehel berukuran sedikit besar yang merupakan sumbangan dari seorang dermawan. Beruntung tehel yang terpasang di 4 Tiang utama yang juga berasal dati negri Pizza ini masih tetap dipertahankan. Tehel untuk tiang ini, bercorak putih kebiruan.
Tehel Italia yang dulunya menutupi seluruh lantai masjid Jami itu, kini masih tersisa sekitar 5 meter, yang berada ditengah-tengah luas areal dalam lantai Masjid. Sebagian bahan luar negri yang masih ada, itu tetap akan dijaga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah berdirinya Masjid Jami.
"Tehel dari Italia diusahakan sendiri oleh tukang. Sebenarnya ada pendapat yang ingin menggantikan, karena bentuknya terkesan tidak bisa dipakai lagi untuk tempat sujud yang layak. Sehingga sampai saat ini masih tersisa beberapa meter saja . Padahal awalnya, tehel dilantai Masjid Jami ini berasal dari Italia," kata Laitupa sambil berjalan mengelilingi bagian lantai yang masih ditutupi tehel Italia. Menunjukan satu demi satu tehel tersebut yang telah diapit tehel baru.
Tempat Buya Hamkah Berdakwah
Masjid Jami memiliki banyak sejarah. Selain arsitektur bangunan yang masih tetap dipertahankan, Masjid ini juga pernah menjadi tempat persinggahan Ulama terkemuka, Buya Hamkah dalam perjalanan Dakwahnya. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama ini datang ke Kota Ambon sebelum didirikanya masjid raya Alfatah.
"Oh, kalau yang datang disini, Ulama terkemuka Buya Hamka juga datang kesini tahun 1933. Kunjungan ke Ambon, beliau mampir ke Masjid Jami. Beliau kan seorang Da'i (penceramah) jadi memberikan ceramah. Beliau melaksanakan sholat berjamah di majid ini," tutur pria yang mengaku belum lama masuk kepengurusan Masjid Jami ini.
Saat melaksankan sholat berjamaah bersama Buya Hamkah, dipimpin oleh Imam pertama masjid Jami sendiri adalah pendirinya H. Abdul Kadir Hatala. Selain sebagai imam, beliau juga bekerja sebagai salah satu hakim di lembaga peradilan Kota Ambon. Setelah wafat, Hatala diganti oleh H Ahmad Hatala, yang merupakan adiknya. Dan kemudian setelah Ahmad Hatala juga meninggal, jabatan imam diganti dengan Haji Ahmad Oei.
Pada tahun yang sama 1962 setelah Alfatah didirikan, perlahan imam tetap masjid Jami dialihkan untuk memimpin sholat berjamah di Alfatah. Mereka dihimpun oleh Kiai Ashari. Namun masjid Jami tetap berada dibawah satu kepengurusan, tanpa terikat dengan Yayasan Alfatah. Manajemen Masjid Jami diketuai oleh oleh dokter Amad Rivai Ambon.
Pada saat-saat tertentu Masjid ini juga digunakan oleh masyarakat untuk sekedar berdiskusi. Juga oleh Musaffir beristirahat. Suasana keramaian akan lebih terasa pada saat bulan Ramadhan, seperti terlihat hari pertama tarawih buka puasa pada sore hari beberapa waktu lalu.
Masjid ini juga sering didatangi para wisatawan untuk sekedar menggali infomasi tentang sejarah pembangunan, imam dan aktivitas ibadah yang dilakukan pada momentum tertentu bagi Umat Islam. "Bukan hanya dalam negri, wisatawan luar negri juga sering datang di masjid ini melihat benda-benda yang masih terjaga rapih. Termasuk beberapa foto lama masjid ini yang masih dipajang di dinding masjid," ungkap pria berusia 78 tahun ini.(**)
Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment