Tuesday, July 1, 2014

[batavia-news] Membanjirnya Pengemis Musiman

 

res : Tradisi mengemis ataukah karena kemiskinan merajalela?
 
 
 

Membanjirnya Pengemis Musiman

Share

SH / dok

Ilustrasi.

Bulan ramadan dijadikan sebagai ajang mencari rejeki.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jakarta dan kota-kota besar lainnya menjelang Lebaran dibanjiri pengemis. Mereka sengaja datang untuk menadah kemurahan hati masyarakat pada bulan puasa ini.

Kehadiran mereka sangat mencolok, bahkan banyak di antaranya tak segan mengeksploitasi anak-anak untuk meminta-minta di jalanan maupun dari rumah ke rumah.

Ribuan pengemis diperkirakan segera memasuki kota-kota besar. Selain sering mengganggu ketertiban, kita memprihatinkan pelibatan anak-anak sebagai peminta-minta atau menjadi objek komersial dalam urusan pengemisan ini. Sewa-menyewa anak-anak di bawah umur menjadi sangat terbiasa tanpa memedulikan kesehatan dan hak-hak anak itu sendiri.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sangat mengecam tindakan tersebut. Mereka menilai eksploitasi anak merupakan pelanggaran serius.

Mengingat perlindungan anak merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah, KPAI meminta pemda melakukan upaya pencegahan sejak awal dan perlunya dibangun sistem yang terpadu untuk menyelesaikan masalah eksploitasi anak ini.

"Pihak kepolisian juga harus menindak tegas pelaku ekspoitasi anak karena jelas melanggar hukum," kata Susanto, komisioner KPAI.

Kita menyaksikan bahwa dari tahun ke tahun keadaan tetap saja serupa, nyaris tidak pernah ada penanganan yang baik dan terencana terhadap kaum gelandangan dan pengemis ini.

Terhadap eksploitasi anak-anak pun pemerintah tak pernah menanganinya secara komprehensif. Bisa dikatakan pemerintah sebenarnya telah mengabaikan UU Perlindungan Anak yang menegaskan negara wajib melindungi mereka.

Pemerintah bahkan sering terkesan bersikap mendua dan setengah hati untuk tidak disebut sebagai munafik. Mereka sengaja menghaluskan peristilahan yang digunakan, misalnya menyebut para gelandangan dan pengemis dengan istilah baru yang terdengar lebih sopan, yaitu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).

Itu menunjukkan mereka risih dan seolah ingin mengingkari kenyataan tentang kaum miskin yang hidupnya menggelandang dan mengemis.

Pendekatan eufimistik seperti itu sudah sangat tidak layak. Itu meniru cara pemerintahan lama di masa lalu, yang tidak menyelesaikan masalah dan bahkan akhirnya menimbulkan persoalan lebih besar. Kementerian Sosial dan dinas-dinas yang ada di pemda juga tidak berbuat apa pun dalam penanganan PMKS, kecuali merazia mereka, mengurung, dan mengembalikannya ke daerah asal.

Sangat jarang kita mendengar keberhasilan proyek penanggulangan penyakit masyarakat, baik berkaitan dengan gelandangan dan pengemis, para pelacur, kenakalan remaja dan sejenisnya, yang dilakukan dinas pemerintah. Kinerja mereka berbanding terbalik dengan membengkaknya dana anggaran yang diterima dari APBN dan APBD, yang terus meningkat setiap tahun.

Pemerintah pandai menghabiskan anggaran untuk belanja rutin, studi banding, seminar dan semacamnya, tapi minim prestasi riil yang berkaitan dengan kerja pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.

Padahal, semestinya pemerintah memperbanyak di setiap daerah pos-pos pelatihan dan pemberdayaan masyarakat. Hal itu agar mereka yang miskin bisa meningkatkan kemampuannya untuk menambah penghasilan. Kaum marginal ini diberdayakan bukan hanya melalui peningkatan ketrampilan, melainkan juga kesadaran mentalnya agar mereka mampu menjalani hidup secara lebih mandiri dan bermartabat.

Kita meminta pemerintah meninggalkan cara pendekatan lama, seperti eufimisme mengenai gelandangan dan pengemis tadi, yang tidak cocok lagi bila pemerintah ingin bekerja dengan baik dan benar.

Pemerintah juga harus meninggalkan parameter lama dalam mengukur penduduk miskin karena ukuran yang sekarang dipakai tidak realistis, semu, dan bisa menipu, sebab hanya bagus untuk menutupi kondisi sebenarnya, tapi justru memperburuk masalah.

Tanpa kesediaan untuk mengubah pendekatannya, kita pesimistis akan adanya perbaikan dalam penanganan masalah masalah sosial, seperti soal gelandangan dan pengemis ini. Kita hanya bisa berharap pemerintahan baru yang akan bekerja mulai Oktober bisa melakukan perubahan pendekatan secara lebih mendasar mengenai berbagai aspek pembangunan.

Pemerintah baru perlu melakukan perubahan pendekatan dan paradigma pembangunannya agar berhasil maksimal, melalui pengerahan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk anggaran negara, untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___

Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment