(dok/antara)
JAKARTA - Pemerintah menegaskan, jajak pendapat atau referendum bukan pilihan penyelesaian polemik lambang dan bendera Aceh.
Namun, langkah pembatalan Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dapat menjadi langkah terakhir yang akan ditempuh pemerintah jika tidak juga ada titik temu antara pusat dengan Aceh.
"Bisa. Tapi itu (pembatalan qanun-red) adalah pilihan terakhir. Qanun itu kan sama dengan perda (peraturan daerah). Jadi, kalau bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi atau dengan kepentingan masyarakat, bisa dibatalkan dengan peraturan presiden," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri saat dihubungi, Selasa (28/5).
Djohermansyah mengatakan, tidak ada pilihan bagi Pemerintah Provinsi Aceh untuk melakukan jajak pendapat. Alasannya, kata dia, soal referendum tidak diatur, baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh maupun UU tingkat nasional. "Jadi, tidak dapat digunakan," birokrat yang akrab disapa Djo itu menegaskan.
Hal serupa disampaikan Mendagri Gamawan Fauzi. Ia mengatakan, pemerintah pusat berharap Pemprov Aceh dan DPR Aceh tidak mengambil langkah referendum. Disampaikannya, pilihan yang tersedia saat ini adalah pembahasan antara pemerintah pusat dengan pihak Aceh. "Pemerintah pusat tidak berharap referendum. Pembahasan saja. Tidak ada agenda referendum," tutur Gamawan.
Dia mengatakan, waktu perpanjangan pembahasan qanun selama 90 hari akan digunakan untuk dialog baik formal maupun informal. Waktu perpanjangan itu, kata dia, juga diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai masa penenangan. "Selama masa cooling down itu, 90 hari, pemerintah memberi waktu mereka (Aceh) akan sosialisasi dan sekaligus pembahasan dengan pusat," ujar dia.
Gamawan mengungkapkan, pemberlakuan waktu pembahasan qanun yang lebih panjang tidak melanggar UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ia mengatakan, UU Pemda memang mengatakan, evaluasi pemerintah pusat terhadap perda dilakukan selama 60 hari. Tetapi, menurutnya, perpanjangan waktu pun tidak dilarang.
"Aturannya memang begitu (60 hari), tapi tidak dilarang untuk diperpanjang. Ini karena ada peluang untuk memperbaiki, kan harus bijaksana juga," kilahnya.
Mantan Bupati Solok itu menyatakan, pemerintah pusat pada prinsipnya tetap meminta lambang bendera diubah. "Kami tidak mau tahu, pokoknya berubah. Jangan mirip bendera GAM itu 100 persen," Gamawan menegaskan.
Di sisi lain, pengamat otonomi daerah dari Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana menilai pemerintah ragu dalam mengambil keputusan terkait revisi Qanun Bendera dan Lambang Aceh. Ia menegaskan, seharusnya pemerintah menggunakan mekanisme lain selain memperpanjang masa perundingan dengan Pemprov Aceh dan DPR Aceh.
"Harusnya sudah ada keputusan setelah 60 hari qanun diberlakukan dan bukan dengan memperpanjangnya. Ini (perpanjangan waktu pembahasan) kan melanggar UU," katanya ketika dihubungi.
Anggota DPRA Abdullah Saleh sempat menuturkan, jajak pendapat akan dilakukan jika pembahasan qanun ini tidak menemui kesepakatan. "Kami ingin masyarakat Aceh yang membuat keputusan," kata Saleh pekan lalu.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment