Tuesday, May 28, 2013

[batavia-news] Sponsor Haram, Indonesia Terancam Sepi Konser Besar

 

 

Sponsor Haram, Indonesia Terancam Sepi Konser Besar

Monday, 29 April 2013 12:06
Written by Adityo
 

A1

Kegelisahan Para Promotor Musik Akibat PP 109/2012 tentang Tembakau

 

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan sudah diketok. PP tersebut tidak hanya menggelisahkan pada para pelaku industri rokok dan tembakau. Para pegiat panggung musik kelas nasional dan dunia ikut resah. HENDROMASTO, Jakarta

PP 109/2012 yang lazim disebut sebagai PP Rokok paling lambat berlaku pada akhir tahun ini. Kontroversi berikut pro dan kontra masih terjadi walau pemerintah sudah mengambil keputusan atas nama kesehatan rakyat.

Para promotor musik yang biasa menggelar panggung kelas nasional maupun dunia adalah satu kelompok yang terancam terkena dampak PP Rokok. Mak lum, selama ini hanya industri rokok yang secara konsisten memberi dukungan sebagai sponsor utama terhadap eksistensi pang gungpanggung hiburan di Indonesia.

Repotnya, PP 109 tentang rokok ini memak tub larangan industri rokok mencantumkan merek dagang maupun logonya dalam aktivitasnya sebagai sponsor. La ra ngan mencantumkan logo dan nama perusahaan tentu akan berdampak pada keputusan pihak sponsor dalam memberikan dukungannya atau tidak.

"Memberikan dana sponsor tanpa mencantumkan identitas pemberinya itu sama saja dengan hibah dan tidak jelas. Pemilu saja dananya ha rus jelas dari mana," seru promotor senior Log Zhelebor. Promotor musik asal Surabaya ini menyebut, PP Rokok sangat aneh dan membingungkan.

Menurutnya, jika berangkat dari asumsi melihat logo dan nama produk tembakau bisa mempengaruhi orang menjadi perokok, konser musik yang disponsori perusahaan rokok memiliki saringan lebih ketat ketimbang industri media massa Penyelenggara konser musik bisa menyaring penontonnya lewat tiket. Misalnya tanpa KTP atau usia di bawah 18 tahun, dilarang masuk.

Saringan serupa justru tidak terlihat pada ketentuan dalam PP Rokok yang mengatur promosi industri rokok di media massa. "Yang nonton TV sama baca koran itu kan semua usia. Mau ditaruh halaman manapun tetap saja bisa terbaca oleh semua orang. Kok malah tidak dilaranglarang?'' serunya.

Berdasar pengalaman Log, saat ini sudah tidak ada lagi konser musik yang memberikan pembeli tiketnya sebungkus rokok gratis. Log menyebut, PP Rokok sepatutnya direvisi. Tanpa dukungan sponsor besar seperti industri rokok, promotor akan sulit sulit menggelar konser besar.

Ujungnya, para pelaku industri musik akan terkena dampaknya. "Bisa saja menggelar konser musik tanpa sponsor besar. Tapi, itu tidak akan memberi hasil maksimal kepada semua pelakunya," tambah Log. Hal senada diungkapkan Dewi Ghonta.

Direktur Java Festival Production yang secara rutin menggelar Java Jazz dan Java Rockin Land ini menegaskan, sampai saat ini industri rokok menjadi sponsor terbesar pagelaran-pagelaran yang dia hadirkan.

"Selama ini rokok, telekomunikasi dan perbankan menjadi sponsor besar," katanya kepada INDOPOS. Porsi sponsor dari industri rokok bervariasi antara 40 hingga 70 persen dari total kebutuhan sebuah pagelaran musik. Lalu, sisa kebutuhan ditutup melalui penjualan tiket dan dukungan tujuh hingga 15 sponsor pendamping.

Dewi belum bisa memastikan apakah nantinya industri telekomunikasi dan perbankan akan mampu menggantikan porsi dukungan industri rokok pada sebuah pagelaran musik. Wanita berkacamata ini menegaskan, selama ini pagelaran-pagelaran musik skala besar yang mendatangkan biduan dunia ke Indonesia menjadi cara efektif mempromosikan nusantara 

Kedatangan mereka untuk tampil di Indonesia secara otomatis mengikis stigma-stigma negatif negeri ini akibat isu-isu terorisme, hingga rawan bencana. "Pemerintah sepertinya tidak sadar acara-acara besar yang mendatangkan artis internasional adalah promosi bagi Indonesia," katanya. Selain itu, perjumpaan para pemusik Indonesia dengan bintang dunia ikut memberi celah bagi musisi lokal beranjak ke pentas internasional.

Dewi menegaskan, dalam sebuah konser besar selama tiga hari, tidak mungkin dirinya mematok tiket dengan harga berjuta-juta untuk menutupi kebutuhan operasional pagelaran. Dukungan sponsor sangat vital.

Menurutnya, selain menjadi media promosi Indonesia, pagelaran- pagelaran musik juga punya peran menjadi magnet bagi kegiatan ekonomi di luar musik itu sendiri. Mulai dari industri advertising, media massa, hingga skala kecil seperti pengasong makanan dan minuman ataupun tukang parkir. "Apakah selama ini pemerintah tidak mendukung kami? Mendukung. Tapi tidak sebanding dengan sponsor seperti industri rokok," tandasnya.

Dia mengingatkan, promotor-promotor lain yang kerap menggelar pentas hiburan dari kota ke kota juga mengandalkan dukungan industri rokok sebagai sponsornya. Promotor semacam ini dipastikan akan terimbas dan ujung-ujungnya bukan tak mungkin hiburan menjadi sesuatu yang sulit didapat oleh khalayak.

Dewi mengaku kerap mendapat kritik dari mereka yang anti rokok. Rata-rata menyoal anak di bawah umur yang terpapar materi promosi rokok. Pasal 36 PP 109/2012 menyatakan, setiap orang yang memproduksi dan atau mengimpor produk tembakau yang mensponsori suatu kegiatan lembaga dan atau perorangan hanya dapat dilakukan dengan ketentuan tidak menggunakan nama merek dagang dan logo produk tembakau.

Termasuk brand image dan tidak bertujuan untuk promosi. Lalu, pemberian sponsor dilarang untuk kegiatan lembaga dan atau perorangan yang diliput media. Pengamat music Denny Syakrie menilai, ketentuan itu jelas membingungkan. "Mana mungkin tidak ada media yang datang melakukan peliputan pada sebuah konser yang dihadiri artis internasional?" katanya.

Denny menyebut, PP Rokok semestinya menimbang dampak luasnya pada persoalan-persoalan industri kreatif yang kini tumbuh pesat di Indonesia. Dia mengingatkan, pada era 1960-1970 an banyak artis internasional yang membidik Jepang sebagai lokasi pentas dan kini sekarang bergeser ke Indonesia.

Menurut Denny, momentum tersebut sepatutnya dimanfaatkan dengan maksimal mengingat dampak citra positif bagi negara penyelenggara tidak bisa dipungkiri. "Membaca PP 109 ini, pemerintah seperti menampar air yang kena muka sendiri karena sektor hiburan tidak ada keseriusan dukungan. Seharusnya pemerintah mendukung," pungkasnya. (*)

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment