Saya bisa pesan 10 exemplar?
SMS ke 0817-9802250
Terimakasih
Quoting nalkompas <nalkompas@yahoo.com>:
> "Jurnalisme Kompas", Jalan Menjadi Wartawan (Koran) Hebat
>
> Sekitar 30 tahun bergaul dengan banyak wartawan, redaktur, dan
> pemimpin redaksi, serta pemilik media massa di Tanah Air, keluhan
> yang acapkali muncul (1) wartawan dan redaktur keluhkan gajinya
> kecil, (2) pemimpin redaksi repot sediri, karena wartawan dan
> redaktur kurang mau bekerja keras untuk memajukan media tempat dia
> bekerja, dan (3) pemilik media di daerah keluhkan korannya belum
> juga mendatangkan untung. Ada pemilik media mengatakan, "Tiga tahun
> investasi, sudah habiskan Rp18 miliar, koran belum juga untung."
> Dan yang mencengangkan di luar tiga persoalan mendasar tersebut
> adalah, ada wartawan/redaktur yang sudah lebih 10 tahun bekerja di
> suatu media, bisanya hanya menulis berita dan amat jarang mengikuti
> pelatihan untuk memperkaya wawasan. Itu fakta dan realitas yang
> mungkin jamak ditemui di daerah.
> Ada bagusnya juga Dewan Pers mengharuskan wartawan mengikuti uji
> kompetensi. Akan tetapi, ironis juga, ada wartawan lulus uji
> kompetensi sebagai wartawan utama, tetapi belum mampu nulis laporan
> komprehensif, membuat analisis berita, dan membuat tajuk rencana
> atau editorial. Bahkan berita yang dia tulis masih menunjukkan dia
> itu belum layak menyandang predikat wartawan utama.
> Akan tetapi, jauh sebelum ada uji kompetensi wartawan oleh Dewan
> Pers, harian Kompas sudah punya kriteria atau standar kompetensi
> wartawan, sehingga ada yang namanya reporter mula, reporter muda,
> reporter madya, dan reporter utama. Kemudian ada redaktur muda,
> redaktur madya, dan redaktur utama. Setiap tingkat (grade) ada
> persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dan pelatihan yang harus
> diikuti.
> Konsekuensi dari kompetensi ala Kompas tersebut, berdampak pada gaji
> pokok dan tunjangan. Semakin tinggi kelasnya, semakin besar gaji
> pokok dan tunjangan yang dia peroleh. Kreativitas dan produktivitas
> dari sang wartawan juga amat menentukan penilaian, sehingga
> berdampak pada percepatan kenaikan "kelas" dan besaran bonus yang
> diterima. Ini cerita di Kompas yang bisa Anda baca dalam buku seri
> jurnalistik wartawan hebat berjudul Jurnalisme Kompas (Penulis
> Yurnaldi, Penerbit IV Media, April 2013) yang pertengahan April ini
> beredar di Toko Buku Gramedia.
> Sekarang mari kita kembalikan ke diri kita. Sebagai wartawan sudah
> sampai di manakah kompetensi Anda? Apakah baru bisa sebatas menulis
> berita dengan topik tunggal? Sudahkah Anda memahami pemberitaan
> multimedia? Baru bisa menulis berita straight news, tapi belum bisa
> membuat berita dari bahan wires (bahasa Inggris)? Sudahkah Anda
> terlatih membuat feature dari bahan bahasa Inggris? Sudahkah Anda
> terampil membuat tulisan feature lapangan? Membuat straight news
> multidimensi? Sudah pernahkah Anda mengikuti pelatihan ekstensif
> reporting?
> Sudah mampukah Anda menulis liputan dengan tingkat kesulitan tinggi,
> termasuk peliputan di luar negeri? Sudah mampukah Anda menjadi
> koordinator tim peliputan? Sudah seringkah Anda membuat proposal
> peliputan? Sudah mampukah Anda merangkum berbagai bahan menjadi
> suatu tulisan news analysis? Sudah pernahkah Anda melakukan liputan
> investigasi? Bisakah Anda menulis artikel? Menulis Tajuk? Menulis
> Kolom? Menulis buku?
> Kemampuan dan kompetensi seperti itulah (yang dipunyai wartawan
> Kompas), barangkali, yang membuat pemilik Jawa Pos Group, Dahlan
> Iskan (yang kini menteri BUMN) sangat penasaran.
> "
Kompas adalah media nasional yang terbesar dan paling berpengaruh.
> Bagi saya pribadi Jakob Oetama adalah `lawan' yang harus saya
> hormati, tapi juga harus saya kalahkan. Saya menempatkan diri
> sebagai `penantangnya'. Baik dalam bidang jurnalistik maupun dalam
> bidang bisnis pers. Sebagai penantang saya merasakan bukan main
> susahnya hidup di luar dominasi Kompas. Kompas sudah menjadi koran
> dan koran sudah menjadi Kompas. Semua minta agar koran itu harus
> seperti Kompas. Bahkan, kalau ada wartawan baru keinginannya menulis
> ternyata juga harus seperti gaya Kompas
," kata Dahlan Iskan dua
> tahun lalu.
> Gaya Kompas dimaksud Dahlan adalah Jurnalisme Kompas. Jurnalisme
> Kompas, yang oleh Jakob Oetama salah seorang pendiri selain PK
> Ojongdisebut sebagai Jurnalisme Makna, adalah Jurnalisme khas
> Kompas yang sudah mendarah daging sejang 48 tahun lalu. Karena
> Jurnalisme Makna itu, Universitas Gadjah Mada, 17 Maret 2003,
> menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang komunikasi
> kepada Jakob Oetama.
> Ingin tahu lebih jauh dengan pemikiran dan pandangan Jakob Oetama
> tentang Jurnalisme Makna, dapatkan segera buku Jurnalisme Kompas.
> Jurnalisme Kompas adalah jalan menuju wartawan hebat. Jalan menuju
> koran hebat. Jika ada wartawan baru (atau lama) di media lain yang
> berkeinginan menulisnya seperti gaya wartawan kompas, seperti yang
> diungkapkan Dahlan Iskan, maka itu hanya bisa dilakukan apabila
> kompetensi yang dimiliki wartawan tersebut bisa menyamai kompetensi
> wartawan Kompas.
> Dan bagaimana Jurnalisme Kompas dalam praktiknya, Yurnaldi, yang
> sempat 16 tahun turut mewarnai Kompas dengan sejumlah prestasi,
> bercerita soal (antara lain) Tugas Pokok Wartawan Kompas; Jenjang
> Profesional Wartawan Kompas; Bagaimana Wartawan Kompas dalam
> Menulis; dan Kesejahteraan Wartawan Kompas.Hanya dengan investasi
> Rp48.000 (harga buku Jurnalisme Kompas di Gramedia) Anda sudah
> mendapatkan sesuatu yang sangat berharga. Bagi wartawan dan calon
> wartawan, serta pengelola media di daerah, mungkin buku Jurnalisme
> Kompas ini bisa memotivasi dan menginspirasi. Bagi yang ingin
> berkarier sebagai wartawan Kompas, maka buku ini bisa menjadi
> tuntunan, sehingga bisa lebih dini menyiapkan diri.
> Bagi kawan-kawan di media daerah, sekurang-kurangnya bisa memacu
> diri, bagaimana menjadi wartawan sekaliber wartawan Kompas. Asal mau
> belajar, terus belajar, membeli buku dan membacanya, pasti bisa.
> Bagi mahasiswa dan dosen komunikasi/jurnalistik, semoga kehadiran
> buku ini bisa menjadi referensi dan bahan diskusi.(
> Oya, jika toko buku jauh dari rumah Anda dan susah cari waktu ke
> toko buku Gramedia terdekat, buku bisa dikirim ke alamat rumah
> dengan tambah biaya kirim, saya ambil angka terbawah Rp13.000 (kilat
> khusus) atau Rp18.000 dengan ekspres untuk biaya kirim. Jadi
> dibulatkan menjadi Rp60.000 atau Rp65.000. Uang kirim ke rekening
> Bank Mandiri atas nama Yurnaldi, norek: 111-00-9202416-1 lalu
> sms-kan segera alamat Anda ke 087897100475 atau 08117812066.
>
>
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (2) |
No comments:
Post a Comment