Wednesday, May 15, 2013

[batavia-news] Pemekaran Perlu Studi Komprehensif

 

Ref: Tentu saja  pemekarang selama ini dilakukan berdasarkan studi komprehensif dengan inti rakyat di daerah yang dimekarkan  tidak mekar kehidupan malah tambah miskin, tetapi penguasa rezim  di pusat kerajaan berlimpah-limpah kekayaan mereka mekar cemerlang, contohnya lihat  pada daftar gaji gubernur dan bupati di tiga daerah pusat kerajaan. Itu baru tingkat gubernur lantas yang diatas-atas itu pasti  berada di alam nirwana.
 
 
 
 
Pemekaran Perlu Studi Komprehensif
Jumat, 10 Mei 2013 - 15:18:14 WIB
: 119

Pemekaran justru berubah menjadi isu politik, tanpa dilandasi perhitungan matang.

Perpanjangan moratorium pemekaran wilayah banyak didengungkan belakangan ini karena berbagai ekses negatif yang terjadi, selain hasilnya tidak seperti yang kita inginkan. Kasus Musi Rawas, Sumsel beberapa waktu lalu, yang menimbulkan korban jiwa juga sangat mencemaskan karena proses pemekaran wilayah itu tidak berlangsung damai, tetapi dilakukan dengan cara-cara anarkis.

Sejak berlakuknya UU Otonomi Daerah 1999, pemerintah telah melakukan 205 pemekaran daerah. Bahkan, saat ini masih ada sekitar 180 usulan pemekaran lagi, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Tahun lalu pemerintah memberlakukan moratorium sepanjang 2012, meski belakangan ini tuntutan pemekaran juga terus mengemuka.

Persoalannya, pemerintah pusat ternyata tidak memiliki grand design pemekaran wilayah. Hasil yang dicapai tidaklah sepadan dengan tujuan kebijakan tersebut. Peningkatan kesejahteraan rakyat jelas merupakan tujuan utamanya, tetapi justru masalah ini seolah terabaikan.

Pemekaran justru berubah menjadi isu politik yang menyibukkan para elite dengan tujuan mereka masing-masing, tanpa dilandasi perhitungan matang mengenai kondisi daerah tersebut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan sekitar 80 persen daerah baru hasil pemekaran tidak mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sehingga mereka menjadi sangat bergantung pada anggaran dari pusat, bahkan hanya untuk membiayai anggaran rutinnya.

Maka, pemerintah dan DPR semestinya berkonsentrasi memikirkan secara mendalam bagaimana membantu kinerja daerah otonom baru agar mampu mengembangkan diri dengan baik. Bila benar penilaian Kemendagri bahwa 80 persen daerah otonom baru tidak berhasil, hal tersebut menunjukkan kebijakan yang ditempuh selama ini terlalu terburu-buru dan tidak dilandasi studi yang matang.

Kita memahami kebanyakan usulan pemekaran berasal dari elite daerah karena alasan politik, ekonomi, dan berbagai pertimbangan lainnya. Namun, kita sangat menyesalkan cara-cara pemaksakaan kehendak melalui pengerahan massa, seperti terjadi dalam kasus di Sumatera Utara beberapa tahun lalu, juga di Musi Rawas, yang menimbulkan korban jiwa.

Di sinilah perlunya pemerintah pusat memiliki rancangan baku mengenai pemekaran tersebut, yang dilandasi perhitungan politik, ekonomi, dan berbagai pertimbangan lainnya. Ini persoalan mendasar yang sayangnya, pemerintah pusat tampaknya belum siap. Ada contoh lain, misalnya sikap pemerintah yang berubah-ubah mengenai RUU Pilkada, pada tingkat mana yang akan dilakukan pemilihan langsung dan mana yang diserahkan ke DPRD. Pada rancangan awal, gubernur akan dipilih DPRD sedangkan bupati/wali kota melalui pilkada langsung. Namun, belakangan konsep itu diubah menjadi sebaliknya, mengingat banyak kekacauan menyusul pilkada di tingkat kabupaten/kota.

Ini persoalan yang dampaknya luas. Bila pemerintah pusat tidak memiliki sikap tegas dan terkesan mencla-mencle, akan menimbulkan ketidakpastian di daerah, termasuk soal pemekaran wilayah tersebut. Sangat bijaksana bila pemerintah secara terbuka menyatakan kembali pemberlakuan moratorium pemekaran wilayah, artinya, setiap usulan tidak akan diproses lebih lanjut.

Kita juga mengusulkan agar setiap rancangan pemekaran wilayah harus melibatkan akademisi yang mampu melakukan penelitian dan kajian secara komprehensif atas wilayah tersebut. Sangat penting bagi setiap daerah otonom baru memiliki sumber daya yang memadai untuk mendukung perkembangannya menjadi daerah yang benar-benar mandiri dan mampu menyejahterakan rakyatnya.

Bila tidak, proses pemekaran itu hanya akan menjadi ajang "bancakan" para elite politik, selain menimbulkan beban anggaran besar bagi pemerintah pusat. Tentu bukan hanya alasan ekonomi semata yang menjadi dasar pertimbanganya, sebab pemerintah pusat juga harus memperhitungkan aspek politik khususnya alasan untuk memperteguh kesatuan negara dalam NKRI.

Maka, sambil menunggu disahkannya RUU Pilkada yang baru, pemerintah memiliki waktu untuk melakukan studi lebih komprehensif mengenai masalah ini sehingga nantinya akan dihasilkan rumusan kebijakan yang tepat dan bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian para elite di daerah juga tidak bisa serampangan mengusulkan pemekaran, tanpa perhitungan yang tepat dan lebih bertanggung jawab. (*)

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment