res : Kalau ada kerikil dalam sepatu Wakapolri maka pasti jalannya tidak akan bisa tegap nan gagah sesuai bintang-bintang mengkilat di punaknya.
Kerikil bagi Wakapolri Baru
Kapolri perlu menyampaikan alasan yang logis dan terukur soal penunjukan Wakapolri baru.
AKHIRNYA jelas sudah, pengganti Komisaris Jenderal (Komjen) Oegroseno sebagai Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) adalah Komjen Badrodin Haiti. Petinggi Polri ini sebelumnya menjabat Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan. Komjen Oegroseno resmi pensiun 1 Maret 2014.
Kapolri Jenderal Sutarman, Jumat (28/2) siang, resmi mengumumkan, penunjukan Komjen Badrodin Haiti sebagai Wakapolri. Ia mengklaim perwira Polri yang satu ini sebagai perwira tinggi terbaik. "Ini sudah melalui segala pertimbangan," tutur Sutarman di Mabes Polri, Jumat siang.
Namun, penunjukan Komjen Badrodin Haiti agaknya tidak berjalan mulus. Sejumlah lembaga pegiat hak asasi manusia (HAM) di negeri jni mengambil sikap berbeda, mempertanyakan penunjukan perwira bintang tiga tersebut. Salah satunya datang dari Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani menduga, Badrodin berperan penting dalam kasus penyerangan terhadap kelompok terduga teroris di Tanah Runtuh, Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2007.
Tidak karah serunya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, menuding Badrodin Haiti pernah melanggar HAM dalam kasus kekerasan di Poso. Komjen yang satu ini dinilai lalai dan membiarkan kejadian kekerasan di Poso, Sulteng, beberapa tahun silam. Haris Azhar mengaku memiliki video terkait kekerasan tersebut.
Sangat wajar jika Komnas HAM dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mempertanyakan penunjukan Badrodin Haiti. Hal itu agaknya tidak lepas dari jabatan yang dipegangnya saat menjadi Kapolda Sulteng beberapa tahun lalu. Saat itu, suasana Poso memang masih memanas. Kekerasan yang dilakukan terduga teroris juga meningkat luar biasa. Itulah yang membuat kepolisian juga bertindak represif.
Jika kini muncul persoalan terhadap Badrodin Haiti, hal itu semata-mata karena hingga sekarang belum ada penjelasan resmi yang terbuka, yang langsung disampaikan Komjen Badrodin Haiti. Intinya, hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari yang bersangkutan terkait kasus di Poso. Karena itu, tidak salah jika sampai sekarang pun Komnas HAM masih tetap mengusut pelanggaran HAM di Poso.
Menembak terduga teroris sama sekali tidak dibenarkan. Tindakan main bunuh itu jelas tidak menuntaskan kekerasan di Poso. Standar Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga tidak membenarkan menembak mati siapa pun, walau dengan alasan mempertahankan negara.
Ternyata, tak cuma dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Poso, Komjen Badrodin Haiti juga disebut-sebut pernah terseret kasus dugaan rekening gendut pejabat polisi pada 2010. Hingga kini, kasus rekening gendut pejabat polisi pun tak berujung. Kabarnya, Badrodin Haiti tidak terbukti dalam kasus tersebyt. Hal itu sudah diklarifikasi anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala.
Lepas dari segala kontroversi tersebut, kita mengharapkan Kapolri Jenderal Sutarman mampu menyampaikan alasan yang logis dan terukur ketika menunjuk Komjen Badrodin Haiti menjadi Wakapolri, tidak sekadar main tunjuk atau—seperti yang diungkap Kapolri Jenderal Sutarman—perwira tinggi yang satu ini adalah perwira terbaik dan sudah melalui segala pertimbangan. Perlu dijelaskan argumen untuk penunjukan itu sehingga tidak ada kesan negatif kepada Komjen Badrodin Haiti ketika nanti benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai orang nomor dua di Mabes Polri.
Kita tahu, kini citra polisi di masyarakat belum terlalu baik. Serangkaian kasus internal dalam tubuh Polri masih menganjal. Karena itu, agar pekerjaan Komjen Badrodin Haiti benar-benar mulus, Kapolri harus terbuka dan menjelaskan tudingan-tudingan miring tersebut. Kita tentunya berharap, keterbukaan dan kejujuran menjadi sesuatu yang patut dikedepankan dalam hal ini.
Jika Polri tidak terbuka dalam serentetan gugatan terhadap Komjen Badrodin Haiti, agaknya sulit bagi Polri mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakat. Diakui atau tidak, persoalan Polri sekarang ini adalah bagaimana Polri bisa kembali mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakat.
Tugas merangkul kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian adalah tugas berat. Selama Polri belum bisa membangun kepercayaan, selama itu pula nada miring terhadap Polri sulit dihilangkan.
Gugatan penunjukan terhadap Komjen Badrodin Haiti agaknya menjadi pekerjaan rumah bagi Polri untuk segera diselesaikan. Itu agar tidak ada ganjalan bagi orang nomor dua di tubuh Polri tersebut saat bertugas.
Kapolri Jenderal Sutarman, Jumat (28/2) siang, resmi mengumumkan, penunjukan Komjen Badrodin Haiti sebagai Wakapolri. Ia mengklaim perwira Polri yang satu ini sebagai perwira tinggi terbaik. "Ini sudah melalui segala pertimbangan," tutur Sutarman di Mabes Polri, Jumat siang.
Namun, penunjukan Komjen Badrodin Haiti agaknya tidak berjalan mulus. Sejumlah lembaga pegiat hak asasi manusia (HAM) di negeri jni mengambil sikap berbeda, mempertanyakan penunjukan perwira bintang tiga tersebut. Salah satunya datang dari Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani menduga, Badrodin berperan penting dalam kasus penyerangan terhadap kelompok terduga teroris di Tanah Runtuh, Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2007.
Tidak karah serunya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, menuding Badrodin Haiti pernah melanggar HAM dalam kasus kekerasan di Poso. Komjen yang satu ini dinilai lalai dan membiarkan kejadian kekerasan di Poso, Sulteng, beberapa tahun silam. Haris Azhar mengaku memiliki video terkait kekerasan tersebut.
Sangat wajar jika Komnas HAM dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mempertanyakan penunjukan Badrodin Haiti. Hal itu agaknya tidak lepas dari jabatan yang dipegangnya saat menjadi Kapolda Sulteng beberapa tahun lalu. Saat itu, suasana Poso memang masih memanas. Kekerasan yang dilakukan terduga teroris juga meningkat luar biasa. Itulah yang membuat kepolisian juga bertindak represif.
Jika kini muncul persoalan terhadap Badrodin Haiti, hal itu semata-mata karena hingga sekarang belum ada penjelasan resmi yang terbuka, yang langsung disampaikan Komjen Badrodin Haiti. Intinya, hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari yang bersangkutan terkait kasus di Poso. Karena itu, tidak salah jika sampai sekarang pun Komnas HAM masih tetap mengusut pelanggaran HAM di Poso.
Menembak terduga teroris sama sekali tidak dibenarkan. Tindakan main bunuh itu jelas tidak menuntaskan kekerasan di Poso. Standar Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga tidak membenarkan menembak mati siapa pun, walau dengan alasan mempertahankan negara.
Ternyata, tak cuma dalam kasus dugaan pelanggaran HAM di Poso, Komjen Badrodin Haiti juga disebut-sebut pernah terseret kasus dugaan rekening gendut pejabat polisi pada 2010. Hingga kini, kasus rekening gendut pejabat polisi pun tak berujung. Kabarnya, Badrodin Haiti tidak terbukti dalam kasus tersebyt. Hal itu sudah diklarifikasi anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala.
Lepas dari segala kontroversi tersebut, kita mengharapkan Kapolri Jenderal Sutarman mampu menyampaikan alasan yang logis dan terukur ketika menunjuk Komjen Badrodin Haiti menjadi Wakapolri, tidak sekadar main tunjuk atau—seperti yang diungkap Kapolri Jenderal Sutarman—perwira tinggi yang satu ini adalah perwira terbaik dan sudah melalui segala pertimbangan. Perlu dijelaskan argumen untuk penunjukan itu sehingga tidak ada kesan negatif kepada Komjen Badrodin Haiti ketika nanti benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai orang nomor dua di Mabes Polri.
Kita tahu, kini citra polisi di masyarakat belum terlalu baik. Serangkaian kasus internal dalam tubuh Polri masih menganjal. Karena itu, agar pekerjaan Komjen Badrodin Haiti benar-benar mulus, Kapolri harus terbuka dan menjelaskan tudingan-tudingan miring tersebut. Kita tentunya berharap, keterbukaan dan kejujuran menjadi sesuatu yang patut dikedepankan dalam hal ini.
Jika Polri tidak terbuka dalam serentetan gugatan terhadap Komjen Badrodin Haiti, agaknya sulit bagi Polri mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakat. Diakui atau tidak, persoalan Polri sekarang ini adalah bagaimana Polri bisa kembali mendapatkan kepercayaan dan simpati masyarakat.
Tugas merangkul kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian adalah tugas berat. Selama Polri belum bisa membangun kepercayaan, selama itu pula nada miring terhadap Polri sulit dihilangkan.
Gugatan penunjukan terhadap Komjen Badrodin Haiti agaknya menjadi pekerjaan rumah bagi Polri untuk segera diselesaikan. Itu agar tidak ada ganjalan bagi orang nomor dua di tubuh Polri tersebut saat bertugas.
Sumber : Sinar Harapan
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment