Istilah redenominasi sama sulitnya dengan kata remunerasi yang sering salah diucapkan orang menjadi renumerasi. Atau kata presentasi dan persentase, kata identitas dan indentitas juga merupakan beberapa contoh kata yang ribet diucapkan.
"Tidak selalu orang yang tidak berpendidikan yang salah, orang yang berpendidikan juga suka salah. Nah, kata redenominasi ini juga sama sulitnya," tuturnya.
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Ini merupakan istilah teknis atau ilmiah di bidang ekonomi dan keuangan. Felicia mengatakan bagi orang yang bergerak di bidang ekonomi dan keuangan, mereka tentu bisa mengerti istilah redenominasi.
Tapi ketika istilah ini disosialisasikan dan diperkenalkan kepada masyarakat, dia yakin masyarakat tidak mengerti istilah itu. "Memang ada istilah yang dipungut dari bahasa asing dan sulit dilafalkan dan sulit dimengerti," tuturnya.
Senada dengan Felicia, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai istilah redenominasi ini terlalu panjang dan ribet untuk diungkapkan. "Ngucapinnya ribet, rakyat kecil juga tidak ngerti dengan istilah ini," jelas dia.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Daryatmo juga beranggapan istilah redenominasi cukup membingungkan bagi masyarakat awam. "Kalau dalam bahasa Indonesia itukan sebenarnya mengurangi tiga angka nol di mata uang. Nah, istilah redenominasi ini bagi masyarakat kelas menengah ke bawah dan rakyat di pedesaan bakal bikin bingung," paparnya. Sementara itu pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada, Sri Adiningsih mengaku khawatir pelaksanaan redenominasi mempengaruhi masyarakat kelas bawah. "Sebagian besar masyarakat kita kan lulusan sekolah dasar (SD)," jelas dia.
Dengan pendidikan yang dinilai cukup rendah tersebut, istilah atau pelaksanaan redenominasi akan menyulitkan dan membuat mereka bingung. Bahkan, hal ini bisa dimanfaatkan masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi serta memahami pelaksanaan redenominasi tapi tidak bertanggung jawab untuk membodohi mereka."Jika yang pintar mereka mengerti dengan pembuangan angka tiga nol. Mereka bisa saja mengakali dan memanfaatkan masyarakat dengan pendidikan lebih rendah. Hal ini harus diwaspadai dan kontrol," tegasnya.
No comments:
Post a Comment