Keputusan klub sepakbola Israel, Beitar Jerusalem merekrut dua pemain
muslim dari Chechnya memicu kontroversi. Tentangan utama datang dari
kelompok suporter fanatik, "La Familia" yang punya reputasi rasis, anti-Arab sekaligus anti-Islam.
Puncaknya terjadi, markas klub terkemuka di negeri zionis itu dibakar. Juru bicara Kepolisian Israel Micky Rosenfeld mengatakan, kebakaran menghanguskan kantor administrasi tim. Termasuk dinding yang memajang piala, plakat, kaos, dan foto-foto bersejarah tim.
Belum ada yang ditahan atas kejadian itu. Namun, Rosenfeld mengatakan, polisi menduga kebakaran terkait perekrutan dua pemain baru. Pihak keamanan akan melakukan segala cara yang untuk mencegah tindakan rasisme terjadi di masa depan. "Rasisme justru akan menghancurkan tim,"kata dia.
Polisi akan mengerahkan anggotanya yang menyamar di antara para suporter. Sekaligus meningkatkan pengamanan di luar dan dalam stadion saat pertandingan yang diikuti Beitar Jerusalem.
Sementara itu, juru bicara tim, Asaf Shaked menduga, pelakunya memang menargetkan ruangan yang difungsikan sebagai museum tim itu.
Untuk diketahui, faktanya, jumlah orang Arab kini meliputi 20 persen penduduk Israel. Banyak di antaranya yang menjadi bintang di tim nasional, dan menjadi bagian dari tim yang berlaga di divisi utama, tak hanya di Beitar Jerusalem.
Namun, penandatanganan kontrak resmi dengan pemain asal Chechnya berujung pada konfrontasi sengit antara fans Beitar dengan manajemen tim. Dalam pertandingan pertama setelah penandatanganan -- yang tak diikuti dua pemain baru -- para fans mengibarkan spanduk raksasa bernada rasis, salah satunya terbaca, "Beitar murni selamanya".
Perilaku fans bahkan makin tak terkendali. Mengutuk dan meludahi pemain dan pihak manajemen tim. Khawatir keselamatan dua pemain baru asal Chechnya, Beitar membayar pengawal khusus untuk mendampingi Zaur Sadayev, pemain depan berusia 23 tahun dan Gabriel Kadiev, bek berusia 19 tahun -- keduanya berasal dari FC Terek Grozny.
Menyusul serangan pembakaran yang terjadi Jumat malam, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu -- yang juga penggemar Beitar -- mengeluarkan kecaman atas ulah oknum suporter yang tak pantas.
"Perilaku itu memalukan. Tindakan rasis itu tak bisa diterima. Masyarakat Yahudi, yang dalam sejarah menderita boikot dan pengasingan, seharusnya menjadi bangsa teladan," kata dia.
Fans Rasis
Kebakaran terjadi sehari setelah empat suporter klub dikenai tuduhan menyanyikan lagu anti-Islam dalam pertandingan.
Sebelumnya, barisan suporter juga pihak klub berkali-kali dihukum gara-gara ulah fans yang rasis. Di antaranya melontarkan cemoohan saat hening cipta untuk mantan Perdana Menteri Yitzhak Rabin, dan menyanyikan lagu-lagu yang mencaci junjungan kaum Muslim, Nabi Muhammad.
Mantan Perdana Menteri Ehud Olmert, yang jadi penggemar Beitar selama lebih dari 40 tahun pun jengah. Ia bersumpah tak akan lagi menghadiri pertandingan yang dimainkan Beitar jika ulah rasis para suporter lain tak bisa dikendalikan.
Beitar Jerusalem, yang telah memenangkan enam kejuaraan liga dan meraih tujuh piala selama 77 tahun sejarahnya, adalah harapan bagi kemajuan sepakbola Israel. Sejumlah tokoh terkemuka, termasuk beberapa perdana menteri, terdaftar sebagai fans-nya.
Tepuk Tangan di Gala Perdana Pemain Muslim
Sementara tepuk tangan membahana dari tribun suporter ketika pemain muslim Gabriel Kadiev, memasuki pertandingan di menit 80 melawan tim, Bnei Sakhnin dari Sakhnin -- kota yang mayoritas penduduknya Arab.
Setiap kali dia menyentuh bola, kerumunan bersorak liar, menenggelamkan ejekan dari segelintir suporter.
Sebelumnya, spanduk raksasa dipajang di seluruh stadion, bertuliskan, "Kekerasan dan rasisme? Jangan di lapangan kami" -- yang meminta para suporter berperilaku sopan dan tidak rasis.
Pertandingan yang digelar Minggu kemarin dikawal ketat anggota kepolisian yang dikerahkan di dalam dan luar stadion. Petugas juga mengawal tim tamu Bnei Sakhnin, untuk memastikan keamanan mereka
Puncaknya terjadi, markas klub terkemuka di negeri zionis itu dibakar. Juru bicara Kepolisian Israel Micky Rosenfeld mengatakan, kebakaran menghanguskan kantor administrasi tim. Termasuk dinding yang memajang piala, plakat, kaos, dan foto-foto bersejarah tim.
Belum ada yang ditahan atas kejadian itu. Namun, Rosenfeld mengatakan, polisi menduga kebakaran terkait perekrutan dua pemain baru. Pihak keamanan akan melakukan segala cara yang untuk mencegah tindakan rasisme terjadi di masa depan. "Rasisme justru akan menghancurkan tim,"kata dia.
Polisi akan mengerahkan anggotanya yang menyamar di antara para suporter. Sekaligus meningkatkan pengamanan di luar dan dalam stadion saat pertandingan yang diikuti Beitar Jerusalem.
Sementara itu, juru bicara tim, Asaf Shaked menduga, pelakunya memang menargetkan ruangan yang difungsikan sebagai museum tim itu.
Untuk diketahui, faktanya, jumlah orang Arab kini meliputi 20 persen penduduk Israel. Banyak di antaranya yang menjadi bintang di tim nasional, dan menjadi bagian dari tim yang berlaga di divisi utama, tak hanya di Beitar Jerusalem.
Namun, penandatanganan kontrak resmi dengan pemain asal Chechnya berujung pada konfrontasi sengit antara fans Beitar dengan manajemen tim. Dalam pertandingan pertama setelah penandatanganan -- yang tak diikuti dua pemain baru -- para fans mengibarkan spanduk raksasa bernada rasis, salah satunya terbaca, "Beitar murni selamanya".
Perilaku fans bahkan makin tak terkendali. Mengutuk dan meludahi pemain dan pihak manajemen tim. Khawatir keselamatan dua pemain baru asal Chechnya, Beitar membayar pengawal khusus untuk mendampingi Zaur Sadayev, pemain depan berusia 23 tahun dan Gabriel Kadiev, bek berusia 19 tahun -- keduanya berasal dari FC Terek Grozny.
Menyusul serangan pembakaran yang terjadi Jumat malam, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu -- yang juga penggemar Beitar -- mengeluarkan kecaman atas ulah oknum suporter yang tak pantas.
"Perilaku itu memalukan. Tindakan rasis itu tak bisa diterima. Masyarakat Yahudi, yang dalam sejarah menderita boikot dan pengasingan, seharusnya menjadi bangsa teladan," kata dia.
Fans Rasis
Kebakaran terjadi sehari setelah empat suporter klub dikenai tuduhan menyanyikan lagu anti-Islam dalam pertandingan.
Sebelumnya, barisan suporter juga pihak klub berkali-kali dihukum gara-gara ulah fans yang rasis. Di antaranya melontarkan cemoohan saat hening cipta untuk mantan Perdana Menteri Yitzhak Rabin, dan menyanyikan lagu-lagu yang mencaci junjungan kaum Muslim, Nabi Muhammad.
Mantan Perdana Menteri Ehud Olmert, yang jadi penggemar Beitar selama lebih dari 40 tahun pun jengah. Ia bersumpah tak akan lagi menghadiri pertandingan yang dimainkan Beitar jika ulah rasis para suporter lain tak bisa dikendalikan.
Beitar Jerusalem, yang telah memenangkan enam kejuaraan liga dan meraih tujuh piala selama 77 tahun sejarahnya, adalah harapan bagi kemajuan sepakbola Israel. Sejumlah tokoh terkemuka, termasuk beberapa perdana menteri, terdaftar sebagai fans-nya.
Tepuk Tangan di Gala Perdana Pemain Muslim
Sementara tepuk tangan membahana dari tribun suporter ketika pemain muslim Gabriel Kadiev, memasuki pertandingan di menit 80 melawan tim, Bnei Sakhnin dari Sakhnin -- kota yang mayoritas penduduknya Arab.
Setiap kali dia menyentuh bola, kerumunan bersorak liar, menenggelamkan ejekan dari segelintir suporter.
Sebelumnya, spanduk raksasa dipajang di seluruh stadion, bertuliskan, "Kekerasan dan rasisme? Jangan di lapangan kami" -- yang meminta para suporter berperilaku sopan dan tidak rasis.
Pertandingan yang digelar Minggu kemarin dikawal ketat anggota kepolisian yang dikerahkan di dalam dan luar stadion. Petugas juga mengawal tim tamu Bnei Sakhnin, untuk memastikan keamanan mereka
No comments:
Post a Comment