Tuesday, April 16, 2013

[batavia-news] Hukum: \"Kerdilkan\" Makna Pendidikan

 

 
16 Apr 2013 00:23 WIB

Hukum: \"Kerdilkan\" Makna Pendidikan

Oleh: Binsar Tison Gultom.

 

Tidak ada yang bisa memungkiriroh kebangkitan dari sebuahbangsa adalah pendidikan.Karena kemajuan dan perkembangan suatu bangsa dapat diukur dari tingkat dan kualitas pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Para pendiri bangsa juga meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. Itu semua tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Pendidikan mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan bangsa yang cerdas serta memberi kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Pendidikan menjadikan masyarakat yang terpelajar (educated people) yang menjadikan terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, bebas dari kemiskinan, dan bebas dari ketertindasan.

Namun sering sekali pendidikan kita yang mempunyai peran yang penting tersebut harus dibungkus dengan kebijakan dan lahirnya Undang-Undang yang mau tidak mau "mengkerdilkan" makna dari pendidikan. Peran pendidikan secara konstitusi di ambil alih oleh negara. Negara menterjemahkan Pendidikan dalam sebuah Pengaturan Hukum Kebijakan yang dianggap bisa mengatur pendidikan kita.

Sejarah mencatat ternyata putusan hukum mencampuri proses pendidikan lewat penggunaan hukum yang melahirkan sederet Peraturan mulai dari tahun 1950 sampai 2003, seperti Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 1950 (Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah), UU No 22 tahun 1961 (Perguruan Tinggi), UU No 14 PRPS tahun 1965 (Majelis Pendidikan Nasional), UU No 19 NPS tahun 1965 (Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila), UU No 2 tahun 1989 tahun 1989 (Sistem Pendidikan Nasional), dan yang baru adalah UU No 20 tahun 2003.

Hasil dari kebijakan hukum pendidikan, menggambarkan bahwa pendidikan tidak lagi berjalan secara alami, namun dikonstruksikan dan berjalan secara sistematis melalui komponen-komponen yang ada dalam sekolah. Hukum menjadi turut campur dalam menentukan macam-macam sekolah yang berstandar nasional/internasional, menentukan siapa yang layak jadi murid, layak menjadi guru yang profesional, serta prosedur birokrasi dan sampai kepada cara ujian serta standar nilai ujian seperti Ujian Nasional (UN).

Dunia pendidikan terekayasa dalam konstruksi hukum yang menjadikan orang mengetahui tentang konstruksi hukum itulah yang paling mengerti akan pendidikan dan berjaya untuk membawa ke arah mana tujuan pendidikan. Dan orang "awam" yang miskin akan pengetahuan hanya mampu melaksanakan setiap pasal dari bunyi hukum dan "tergilas" membayar mahalnya pendidikan.

Undang- Undang menjadi sebuah dokumen yang "sakti" dan disiapkan sebagai pemandu ke arah mana pendidikan berjalan, rambu-rambu dan larangan serta sanksi telah disiapkan untuk setiap kesalahan prosedur yang terjadi. Padahal kita lupa bahwa pendidikan dan sekolah adalah tempat dimana kita menghasilkan manusia yang merdeka, berpikir kreatif dan kritis tanpa aturan yang membelenggu, pencarian kebenaran melalui kontemplasi dan berpikir siapa dan untuk apa dirinya ada serta belajar bagaimana mengambil sikap dengan benar.

Kasus

Dalam beberapa kurun waktu terakhir ini ada beberapa produk hasil undang-undang yang mengatur pendidikan dibatalkan pasalnya dan melanggar amanat amandemen UUD 1945. Pertama, Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena pelaksanaan undang-undang tersebut menjadikan orang miskin tidak dapat sekolah dan menikmati akses pendidikan yang baik. Pemerintah memberlakukan perbedaan bagi setiap warga negara, dimana warga negara yang miskin tidak memperoleh pendidikan yang layak. Dimana hal ini bertentangan dengan amanat UUD 1945.

Kedua, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang pembubaran penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) karena penyelenggaraan UN dianggap tidak melindungi hak asasi manusia, hak asasi anak, dan hak pendidikan. Namun, pemerintah tetap bertahan untuk tetap melaksanakan UN meskipun gugatan kasasi pemerintah ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Ketiga, pembatalan Pasal 50 Ayat (3) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini menjadi dasar hukum berdirinya sekolah Rintisan Bertaraf Internasional / Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI).

Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal ini karena menganggap adanya teori "pengkelasan" di jenjang pendidikan formal dan diskriminatif bagi sebagian besar pelajar. Dan dalam perjalanan setelah putusan MK tersebut, pemerintah melaksanakan putusan ini dengan merubah RSBI/SBI dengan sebutan istilah yang baru "sekolah mandiri".

Beberapa contoh kasus diatas menjadi sebuah bukti bahwa tidak semuanya dapat diselesaikan dengan sebuah bentukan hukum dalam mengatur pendidikan. Pendidikan bukanlah kreasi hukum. Karena sebelum ada hukum yang mengatur pendidikan, pendidikan sudah berjalan dalam masyarakat. Karena pengetahuan dan keterampilan selalu diteruskan dari generasi ke generasi agar masyarakat tetap bertahan dan itu tanpa aturan hukum yang membelenggunya.

Kehadiran negara dalam produksi hukum yang dimilikinya sebaiknya tidak bisa memonopoli terlalu dalam pengaturan masyarakat yang sudah berjalan begitu lama. Karena Pendidikan adalah sebuah fungsi alamiah yang akan selalu melekat dalam masyarakat, dengan pendidikan masyarakat bisa bertahan menjaga kelangsungan hidup dalam komunitasnya.

Seharusnya dengan hadirnya produk hukum yang mengatur Pendidikan lebih memberikan kemudahan baik dalam pelaksanaannya memberikan akses sebesar-besarnya kepada masyarakat terlebih masyarakat miskin tanpa adanya batasan persentase dan jumlah. Karena itu sudah menjadi amanah dari UUD 1945. Aturan hukum "terlalu dalam" masuk ke ranah pengaturan hal terkecil di sekolah bisa menghilangkan esensi pendidikan bahkan merusak tatanan pendidikan yang sudah terbangun. Menentukan kelulusan siswa di sekolah itu menjadi salah satu contoh yang sangat riil.

Akhirnya seperti yang dikatakan oleh Karl Renner, "Kehidupan dan perkembangan hukum tidak sepenuhnya diatur hukum negara, tetapi berlangsung mengikuti proses alami berdasarkan pertimbangan masyarakat sosial yang ditentukan masyarakat sendiri.

Hadirnya hukum yang melegitimasi berjalannya proses pendidikan di sekolah agar berjalan dengan sempurna seperti yang "dibunyikan" dalam Undang-Undang tidak semudah menarik garis lurus antara dua titik, namun penuh lika-liku dan perjalanan yang kadang naik dan turun. Karena hukum tidak bisa menepis dinamika sosial masyarakat yang terjadi. ***

Penulis adalah Anggota Kelompok Diskusi Campus Concern Medan, sedang studi lanjut di UGM

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment