Saturday, April 20, 2013

[batavia-news] Rapuhnya Sistem Keamanan Penerbangan Kita

 

 
Jumat, 19 Apr 2013 00:15 WIB

Rapuhnya Sistem Keamanan Penerbangan Kita


(ilustrasi)

Oleh: Elvis Hotlen.Sabtu sore, 13/4 lalu, pesawatLion Air jatuh di PantaiSegara, sekitar 50 meter dariujung landasan Bandar Udara Ngurah Rai, Bali. Penyebab kecelakaan masih ditelisik oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi. Tapi setidaknya satu hal yang mesti segera dilakukan: mengawasi secara ketat seluruh penyelenggara penerbangan. Kendati tak ada korban tewas, pilot pesawat Lion Air tidak pantas mendapat pujian. Soalnya, pesawat berpenumpang 101 orang tersebut tidak sedang mendarat darurat. Seorang penumpang mengatakan saat itu juga tak ada peringatan apa pun.

Dugaan sementara, pilot terlalu dini menurunkan pesawat atau undershoot. Akibatnya, pesawat tidak menyentuh landasan, melainkan terjun ke laut. Lion Air, maskapai penerbangan nasional yang baru saja menandatangani pembelian 234 pesawat Airbus buatan Prancis, harus mengalami petaka yang mencoreng reputasinya. Kecelakaan Lion pun menarik perhatian dunia. Sejumlah media massa internasional mengaku tertarik memberitakan kecelakaan Lion karena maskapai penerbangan ini tercatat paling ambisius di dunia selama satu dekade terakhir.

Setelah menandatangani pembelian 230 pesawat Boeing senilai US$ 21,7 miliar atau Rp 200 triliun, 18 November 2011, Lion menandatangani lagi pembelian 234 pesawat Airbus A-320 senilai US$ 24 miliar atau Rp 234 triliun, 18 Maret 2013. Mengoperasikan sekitar 178 pesawat, Lion menempati peringkat pertama maskapai penerbangan nasional dengan jumlah armada terbesar sekaligus perusahaan yang paling banyak mengangkut penumpang. Mengusung tagline Everybody can fly, perusahaan yang didirikan Rusdy Kirana, Oktober 1999, itu menggebrak angkasa Indonesia.

Maskapai penerbangan ini dengan jitu memanfaatkan lonjakan jumlah kelas menengah Indonesia yang saat ini mencapai 60 juta orang. Dengan tarif yang jauh lebih murah dari maskapai yang sudah lama eksis, Lion langsung merebut hati banyak penumpang Indonesia. Bahkan boleh dikatakan, saat ini maskapai penerbangan Lion Air telah merajai dunia penerbangan nasional, apalagi dengan harga tiketnya yang relative cukup terjangkau.

Ada banyak penyebab kecelakaan pesawat, misalnya seperti faktor pesawat, keadaan cuaca, hingga kesalahan manusia. Pesawat Boeing 737-800 Next Generation, yang baru digunakan selama dua bulan oleh Lion Air, ada kemungkinan tidak bermasalah. Setidaknya tak ada laporan kerusakan. Begitu pula keadaan cuaca ketika pesawat sedang mendarat, tidak ada gangguan yang membahayakan penerbangan. Analisis penyebab petaka pun kemudian mengarah ke faktor manusia.

Kinerja orang-orang yang terlibat dalam kegiatan penerbangan amat menentukan keselamatan penerbangan. Hal ini berhubungan pula dengan kualitas pengawasan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Pengawasan sangat penting demi memastikan semua maskapai penerbangan mengutamakan keselamatan.

Dalam kejadian Lion Air baru-baru ini, sebab-musabab kecelakaan pesawat Lion Air di Denpasar masih harus ditunggu kejelasannya. Masyarakat mempercayakan proses penyelidikan kepada pihak-pihak berwenang untuk mengungkap penyebab kecelakaan itu.

Sistem Keamanan Penerbangan

Hanya saja, peristiwa kecelakaan itu mengajak kita untuk secara serius menelaah lagi sistem keamanan penerbangan di Indonesia karena pada kenyataannya, rata-rata kecelakaan pesawat masih tergolong tinggi. Dibandingkan pada negara-negara di Asia yang "hanya" mengalami tiga kali kecelakaan dalam setahun, frekuensi kecelakaan pesawat di Indonesia bisa mencapai sembilan kali dalam setahun. Apabila dibandingkan dengan frekuensi kecelakaan moda transportasi lain seperti angkutan umum darat dan laut, moda transportasi penerbangan masih paling aman.

Meski demikian, risiko dan jumlah korban tergolong sangat tinggi pada setiap kecelakaan. Musibah pesawat Lion Air di Denpasar, Bali, mengingatkan semua pihak untuk senantiasa meningkatkan faktor keamanan. Penerbangan murah tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan sistem keamanan karena pada dasarnya penerbangan murah hanya menekan biaya pada sisi layanan sekunder. Lion Air sebagai maskapai penerbangan yang boleh dibilang "terdepan" dalam bisnis penerbangan murah harus tetap menjaga faktor keamanan.

Sebab, musibah itu bukan kali pertama bagi Lion Air. Maskapai penerbangan yang baru saja memborong 234 unit Airbus dari Eropa itu setidaknya telah 19 kali celaka sejak pertama kali beroperasi pada Juni 2000. Saking seringnya mengalami kecelakaan, Lion Air pernah masuk daftar maskapai yang dilarang di Uni Eropa pada Februari 2012.

Pemerintah selaku regulator penerbangan tidak boleh alpa menuntaskan penyempurnaan keamanan penerbangan. Lion Air juga ikut menanggung tanggung jawab besar untuk mewujudkan penerbangan yang aman.

Strategi Lion Air dengan penerbangan murah mampu menangkap pangsa pasr domestik terbesar di sektor penerbangan. Kesuksesan itu berlanjut dengan pembelian 234 Airbus A320 senilai 24 miliar dolar AS, nilai kontrak pembelian terbesar dalam sejarah penerbangan setelah pada 2011 memesan 230 unit Boeing 737-900 ER senilai 22,4 miliar dolar AS. Prestasi tersebut harus dilanjutkan dengan mengedepankan faktor keamanan yang tentu juga sangat bergantung pada faktor manusia.

Standar layanan di landasan yang masih terkesan minimalis termasuk salah satu bagian penting yang tidak boleh dilupakan karena kemungkinan risiko kecelakaan terbesar adalah pada saat lepas landas dan mendarat. Termasuk pula, edukasi pada masyarakat pengguna untuk mendukung peningkatan sistem keamanan penerbangan. Sebenarnya, dengan peralatan serba canggih, radar yang memberikan berbagai kemudahan, pesawat dinilai memiliki risiko paling rendah dibanding angkutan laut dan darat. Angka kecelakaan menunjukkan, korban maninggal dan cedera di jalan raya jauh lebih banyak dibanding pesawat. Lalu, kenapa pesawat Lion yang baru dioperasikan Maret 2013 mendarat di laut, tidak di landasan pacu Ngurah Rai?

Mengapa pesawat yang dikemudikan pilot berpengalaman ini menukik ke laut dan terbelah, tidak sampai meledak dan terbakar? Bagaimana mungkin penumpang dan awak pesawat selamat? Apa penyebab utama pesawat ini tidak mampu mendarat di landasan pacu, hanya terpaut beberapa ratus meter? Kesalahan tekniskah, kesalahan manusia, atau faktor cuaca ekstrem? Jawaban akurat perlu menunggu hasil penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Alat perekam dalam penerbangan pesawat Lion Air berupa Flight Data Recorder (FDR) atau Cokpit Data Recorder (CDR) sudah diambil komite ini.

Kita berharap, jawaban yang akurat dan jujur segera disampaikan KNKT agar masyarakat mengetahui kenyataan sebenarnya dan maskapai penerbangan tidak sekadar beroperasi untuk mengejar keuntungan jangka pendek. Dari berbagai sumber, kita mendapat informasi bahwa kecelakaan pesawat di Indonesia selama ini lebih disebabkan oleh human error, faktor kesalahan manusia. Namun apapun sebabnya, factor keamanan dalam dunia penerbangan haruslah selalu dijadikan prioritas.***

Penulis adalah pengamat sosial kemasyarakatan, tinggal di Medan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
MARKETPLACE


.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment