Saturday, April 27, 2013

[batavia-news] Pemerintah Ragu Ambil Keputusan

 

Ref: SBY sebagai kepala pemerintah sudah mengambil keputusan berupa dua alternatif yang tidak berbeda yaitu memberatkan keuangan anggota masyarakat berkantong kempis atau berlobang.
 
 
 
          
Pemerintah Ragu Ambil Keputusan
 
Hendri Saparini, Ekonom
 
Sabtu, 27 April 2013
 
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah dinilai ragu-ragu dan lamban dalam memutuskan soal opsi penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sikap pemerintah itu menimbulkan spekulasi dan berdampak negatif bagi masyarakat maupun pelaku usaha di dalam negeri.
Ekonom Hendri Saparini mengatakan, meski kebijakan BBM subsidi sudah mengerucut pada dua opsi, yaitu penerapan dua harga (dual price) dan opsi penaikan harga untuk semua jenis kendaraan, namun pemerintah belum juga mengambil keputusan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri belum bisa memastikan waktu pasti untuk menaikkan harga BBM subsidi. Presiden, di Jakarta, Jumat, mengatakan, pemerintah masih mempertimbangkan penaikan harga BBM subsidi bagi seluruh konsumen jika risiko kebijakan dua harga dinilai terlalu besar.
Menurut Presiden, pemerintah tidak akan mengambil opsi kebijakan dua harga jika kajian teknis menunjukkan opsi itu tidak mungkin diterapkan. "Apa mungkin secara teknis di lapangan diberlakukan sistem dua harga? Kalau memang tidak memungkinkan, risikonya terlalu besar, tidak mungkin pemerintah pilih," katanya.
Presiden juga menjelaskan, opsi dua harga bertujuan menerapkan secara riil undang-undang yang menyatakan subsidi BBM diberikan kepada masyarakat tidak mampu. Karena itu, pemerintah hanya akan mengurangi subsidi BBM bagi masyarakat mampu, sedangkan subsidi bagi masyarakat tidak mampu dipertahankan hingga kemampuan ekonomi mereka membaik.
Menurut Hendri Saparini, pengendalian konsumsi BBM subsidi tidak berjalan baik. Ini membuat pemerintah tidak mampu mengatasi anggaran. Termasuk menambal laju kucuran dana subsidi.
Padahal, menurut Hendri, penaikan harga BBM subsidi belum menyelesaikan masalah APBN. Sebab, akar masalah subsidi BBM dalam APBN adalah dan permintaan. Karena itu, penaikan harga BBM tidak bisa langsung berdampak terhadap perekonomian.
Hendri mengatakan, dengan dua harga, kuota BBM subsidi sulit bisa dikurangi.
Pasalnya, para pemilik kendaraan pribadi besar kemungkinan tetap menggunakan BBM subsidi meski lebih mahal. "Saya tidak yakin APBN bisa dihemat. Jadi, pemerintah tidak komprehensif mengambil kebijakan. Seharusnya ada konversi bahan bakar, misalnya BBM ke gas," ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Ia sebelumnya juga menilai, pemerintah terlalu lambat dalam memutuskan penaikan harga BBM. Dampak dari ketidakpastian itu sangat merugikan masyarakat. Misalnya, banyak produsen dan distributor menahan barangnya. Selain itu, kemungkinan terjadinya penimbunan solar dan premium karena banyak pihak yang berspekulasi.
Menurut dia, rencana pemerintah menaikkan harga solar dan premium sebesar Rp 2.000 menjadi Rp 6.500 per liter tidak berpengaruh besar terhadap penghematan anggaran. "Yakni, hanya sekitar Rp 20 triliun. Setiap tahun subsidi energi mencapai sekitar Rp 300 triliun," ujarnya.
Dia juga menyarankan pengendalian subsidi BBM seharusnya dipukul rata di semua jenis BBM. Selain penghematan yang lebih besar, skenario pukul rata itu juga lebih praktis. Ini mengingat pengawasan BBM yang dijual dengan dua harga dinilai sangat tidak efektif dan rawan penyelewengan.
"Inflasi yang ditimbulkan dengan penaikan di semua jenis BBM ini tidak akan separah penaikan pada 2005 lalu," ucapnya. Apalagi, menurut dia, saat ini minyak tanah sudah tidak disubsidi karena dikonversi ke elpiji.
Di tempat terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) M Said Iqbal mengatakan, demonstrasi buruh pada 1 Mei memperingati Hari Buruh Sedunia akan menolak rencana penaikan harga BBM. "Kami tidak setuju kalau subsidi BBM dicabut karena subsidi itu kewajiban negara. Di mana-mana buruh akan memperjuangkan subsidi BBM," kata Said Iqbal.
Dia mengatakan, penolakan terhadap penaikan harga BBM oleh buruh didasari oleh beberapa alasan, yakni penaikan harga BBM dinilai akan meningkatkan inflasi dan mengakibatkan daya beli buruh menurun. "Kalau harga BBM direncanakan naik Rp 2.000, daya beli buruh pun akan turun sebab harga sewa rumah, ongkos kendaraan umum, dan harga kebutuhan pokok pun akan naik," kata dia.
Namun, apabila pemerintah tetap berkeras menaikkan harga BBM, para buruh berencana melakukan mogok kerja nasional. "Kami akan pastikan ketika Presiden SBY berpidato pada sidang paripurna, buruh akan mogok kerja," tuturnya. (Bayu/Seno/Choi

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
MARKETPLACE


.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment