(SH/Don Peter)
Anggota Komisi X Fraksi Partai Demokrat Theresia Ebenna Ezeria Pardede (kiri) didampingi ayahanda, Tombang Mulia Pardede, meninggalkan ruangan setelah memberikan pernyataan pengunduran dirinya sebagai
Tere adalah fenomena. Berani tampil beda. Bukan hanya di panggung musik—dunia yang membesarkan namanya—tapi juga di panggung politik. Pada saat para artis bersaing memperebutkan kursi legislatif dan eksekutif, Tere malah berpaling meninggalkan panggung yang keras dan maskulin itu.
Itu terjadi pada 21 Mei 2012 saat ia mengundurkan diri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lantas bagaimana sekarang, apakah Tere kembali akan terjun ke dunia politik? Bagi Tere yang bernama lengkap Theresia Ebenna Ezeria Pardede (33) ini, politik adalah cara berjuang, bukan tujuan.
Maka ia sudah memutuskan untuk tidak lagi berjuang melalui medium politik. Mantan anggota DPR periode 2009-2014 dari Partai Demokrat untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat II itu menganggap dirinya sudah tidak kompatibel.
Tere, perempuan kelahiran Jakarta, 2 September 1979, tahun lalu atas inisiatif pribadi keluar dari keanggotaan DPR karena merasa sudah tidak mungkin melanjutkan perjuangan dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Ia merasa performanya di parlemen minim.
Selain mundur dari Komisi X DPR, ia juga mundur dari keanggotaan di Partai Demokrat, walaupun tidak ada persoalan dengan ideologi dan visi partai berlambang bintang segitiga itu. Ia mundur dari Partai Demokrat sebagai cerminan dari totalitasnya. Tere memiliki karakter total. "Ketika masuk, ya saya masuk. Ketika keluar, saya keluar. Itu karakter saya," tuturnya.
Pilihan Tere bisa diterima akal sehat. Ia tegas menganggap berada di DPR bukanlah pekerjaan, melainkan menjadi wakil rakyat. Menjadi wakil rakyat berarti pengabdian. Konsep berpikir seperti itulah yang belum dipahami oleh banyak orang, bahkan oleh orang yang sudah duduk di kursi wakil rakyat.
"Kalau mengabdi ya harus total, kan wakil rakyat ditugaskan untuk itu. Mereka disumpah untuk mengabdi. Jadi mestinya semua pihak yang terhubung dengan wakil rakyat punya tingkat pemahaman dan pengertian yang tinggi, menyadari bahwa tugas yang diemban itu sungguh-sungguh pengabdian. Sekali lagi, bukan pekerjaan. Pekerjaan wakil rakyat ya memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya melalui fraksi dan komisi di mana ia ditempatkan," katanya ketika dihubungi SH, Jumat (19/4).
Ditanya mengenai anggota DPR perempuan yang justru tidak memperjuangkan hak-hak perempuan, Tere menjelaskan hal itu kompleks, karena partai politik (parpol) punya banyak peran dalam menentukan berhasil tidaknya keterwakilan perempuan dalam relevansinya memperjuangkan nasib perempuan.
"Banyak faktor yang harus dianalisis, jangan mengecilkan peranan wakil rakyat perempuan dulu. Saya kenal beberapa yang memang berjuang, tapi mungkin skala perjuangan dan impact-nya tidak terlalu berdengung karena terkubur isu lain yang lebih 'seksi' untuk politik praktis yang sangat maskulin ini," jelasnya.
Ia pun mencontohkan sosok RA Kartini yang menjadi pedoman bagi kaum perempuan saat ini. Baginya, Kartini adalah simbol perjuangan bagi kesetaraan kaum hawa di Indonesia. "Meskipun kita sebenarnya punya banyak tokoh lain, seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, dan lain-lain. Poin dari perjuangan yang masih harus terus disuarakan adalah kesetaraan untuk mendapatkan peluang dan kesempatan," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat harus realistis bahwa hingga saat ini kesejahteraan kaum perempuan di Indonesia masih sangat jauh dibandingkan negara tetangga di Asia. Angka kematian ibu masih tinggi, serta akses pendidikan dan kesehatan bagi kaum perempuan masih terbatas.
"Belum lagi persoalan yang menjadi agenda MDG's (Millenium Developments Goals (MDG's-red) lainnya, seperti kasus HIV dan masalah trafficking (perdagangan manusia-red) yang seperti fenomena gunung es. Hal inilah yang harusnya jadi topik unuk dibahas dan dicari solusi, bukan lagi Kartini-nya. Esensi perjuangan Kartini adalah perjuangan kesetaraan kesempatan demi perbaikan tingkat kesejahteraan kaum perempuan di Indonesia khususnya, dunia pada umumnya," ucapnya.
Pilih Bermusik
Sementara itu dunia yang lebih menghidupi jiwanya, yaitu panggung musik, tak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan Tere. Penyanyi yang dikenal lewat single hit "Awal yang Indah" dan "Dosa Termanis" itu masih berkutat di karier musiknya.
"Setelah menyelesaikan studi S-2 tahun lalu, saat ini saya lebih banyak konsentrasi pada keluarga dan tetap bermusik. Saat ini saya lebih nyaman berkontemplasi sambil menikmati alam, mensyukuri hidup yang telah saya jalani," ungkapnya.
Bakat bermusik mulai terlihat saat ia masih duduk di bangku SMP. Kemudian setelah di bangku SMA, ia mulai aktif dalam kegiatan band. Tere mengawali karier sebagai penyanyi latar untuk Dewa 19, Anang, dan Ari Lasso. Tetapi Tere mulai dikenal masyarakat luas saat berkolaborasi dengan Pas Band lewat lagu "Kesepian Kita" yang dirilis pada 2001.
Saat ini, Tere masih aktif menciptakan lagu. Tercatat sudah empat album yang dirilis, yakni Awal yang Indah (2002), Sebuah Harapan (2003), Begitu Berharga (2005), dan Teretorial Hits (2008). Bahkan, album Awal yang Indah berhasil menyebut Platinum Award. Memang, kini Tere lebih banyak berada di belakang layar untuk membantu pembuatan lagu maupun pengerjaan album.
"Untuk musik saya memang masih terus mencipta lagu, karena sampai saat ini saya juga masih terikat kontrak komposer eksklusif dengan Sony Music Indonesia. Saya juga sedang mempersiapkan kursus musik alternatif dengan Pia (vokalis Utopia) dan Fia (personel Pop The Disco) untuk membuat lagu," ujarnya.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment