Wednesday, May 8, 2013

[batavia-news] “Indonesia Mau Bawa ke Mana Papua?”

 

 
 
 
"Indonesia Mau Bawa ke Mana Papua?"
Daniel Tagukawi | Rabu, 08 Mei 2013 - 15:01:19 WIB
: 244
 


(dok/SH)
Mengapa tidak ada dialog. Semua bisa dibicarkan baik-baik.

Papua atau dulu yang dikenal dengan Irian Barat telah kembali ke NKRI selama 50 Tahun, sejak 1 Mei 1963. Saat itu, bendera PBB diturunkan dan secara resmi bendera Merah Putih berkibar di tanah Papua.

Namun, usia emas ini masih menyimpan sejumlah persoalan serius yang berkaitan dengan kesejahteraan dan kesenjangan di Papua.

Untuk melihat kenyataan di Papua, sebetulnya keadaan pasar tradisional bisa memberikan gambaran seperti apa sebenarnya ekonomi rakyat kecil di Papua. Ketika menyusuri Pasar Boswezen di Kota Sorong, semua kegiatan perdagangan berjalan seperti pasar lainnya.

Namun kalau sedikit cermat, sesungguhnya ada pemandangan yang cukup mengejutkan karena hampir semua pedagang tidak ada yang asli Papua. Kalaupun ada, mama Papua hanya berdagang sirih, pinang, pisang, atau buah-buahan lainnya.

Begitu juga, toko kelontong atau kawasan pertokoan di pinggiran jalan yang nyaris dikuasai suku Nusantara yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.

Orang asli Papua sendiri sebenarnya tidak mempersoalkan wilayahnya menjadi tempat hidup orang yang datang dari berbagai daerah. Namun, hal ini juga berpotensi menjadi tidak adil, jika semua sendi kehidupan ekonomi, sosial, birokrasi, dan politik dikuasai orang non-Papua di tanah Papua.

Tentu keterlaluan ketika hotel di Kota Sorong nyaris tidak mempekerjakan satu orang asli Papua pun. Ternyata hal yang sama juga terjadi di kantor perwakilan BUMN di Sorong.

"Coba saja ke mal, terus hitung orang asli Papua yang masuk, kemudian lihat membeli apa? Paling dia tenteng satu kantung kecil atau tidak sama sekali. Itu kenyataan yang terjadi saat ini," jelas anggota MRP Papua Barat, Wolas Krenak ketika berbincang santai dengan SH.

Wolas yang juga wartawan senior ini menuturkan, semula UU Otsus diharapkan ada keberpihakan terhadap orang Papua. Namun sampai saat ini, kalau terkait orang asli Papua hanya gubernur, wakil gubernur, dan MRP yang direalisasikan.

Di bidang politik, sebagai contoh sederhana, tanah Papua memiliki 13 kursi DPR, yakni 10 kursi DPR untuk Papua dan tiga kursi DPR Papua Barat. Dari 13 kursi ini, praktis hanya tiga sampai empat kursi yang diisi orang asli Papua. Untuk itu, tidak mengherankan kalau orang Papua merasa diabaikan karena dibiarkan tidak berdaya untuk bersaing dengan sesama anak bangsa dari daerah lain.

"Kami memang tidak diberdayakan secara baik. Kami tidak menjadi tuan, tapi menjadi penonton miskin di tanah yang kaya ini. Tolong perhatikan rakyat kecil. Kami selalu ribut karena memang tidak sejahtera," ujar Ibu Amelia dengan suara lantang ketika diberi kesempatan berbicara dalam seminar "Mau Ke Mana Papua?" di Kota Sorong pada 1 Mei lalu.

Semua hadirin bertepuk tangan seolah mengamini pernyataan guru SMA di Kota Sorong ini. Narasumber yang terdiri dari Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari; Yudi Thamrin dari Bandung; dan Sondiamar dari UP4B tampak menyimak serius peryataan yang mewakili suara hati orang Papua itu.

Di sesi kedua, tampil narasumber Sejarawan Prof Anhar Gonggong, Rektor Universitas Cendrawasih, Festus Simbiak, dan Prof Purwo Santoso dari UGM. Seminar ini ingin menemukan solusi terbaik untuk mempercepat kesejahteraan di Tanah Papua.

Optimis

Dalam acara yang dibuka Ketua DPD Irman Gusman ini, seorang peserta dari Solidaritas Perempuan juga tidak kalah lantang. Menurutnya, pemerintah memberikan otonomi khusus, tapi kepala ditahan di Jakarta dan hanya kibasan ekor di Papua.

"Jangan salahkan, kalau dibilang negara gagal dalam 50 tahun di Papua. Orang Papua tidak diberdayakan. Semua peluang legislatif diambil. Beri kesempatan orang Papua di legislatif. Mereka duduk di Jakarta dan orang Papua hanya alat politik saja. Berikan kesempatan otsus sehingga orang tidak teriak merdeka," katanya.

Rudolf, seorang warga Sorong, juga menyoroti sikap pemerintah pusat dalam menyikapi semua persoalan Papua. Kalau ditanya mau ke mana Papua? "Ya gampang dijawab, saya mau keluar". Sebaiknya, kata Rudolf, jangan Papua yang ditanyai mau ke mana, tapi justru harus bertanya, Indonesia mau bawa ke mana Papua.

Menurutnya, tidak ada masalah yang tidak bisa dibicarakan, tapi pemerintah seolah menutup pintu untuk bicara. Semua persoalan yang ada tidak bisa dibohongi. "Kenapa tak bisa dialog. Papua punya hak untuk itu. Kita bisa bicara baik-baik," ujarnya.

Ketika membuka diskusi ini, Irman Gusman menegaskan, kalau masa depan Indonesia bukan di wilayah barat, tapi justru berada di Papua. Jadi, Papua merupakan masa depan Indonesia. Irman menegaskan, siap mengawal setiap kebijakan yang terkait dengan Papua.

Namun, dari perspektif lain, Ketua Panitia Jimmy Demianus Ijie, justru mendengungkan nada optimistis dalam menatap masa depan Papua. "Orang Papua harus menatap masa depan dengan optimistis. Kita semua harus bekerja keras dan berdoa. Tidak perlu menyalahkan orang lain," katanya.

Mathen Luther King, kata dia, pernah pesimis dengan nasib kulit hitam di Amerika, karena menyatakan mungkin satu abad kemudian, orang kulit hitam akan tetap menjadi budak. Namun kenyataan saat ini, kepergiannya belum ada satu abad, tapi orang kulit hitam itu sudah menjadi Presiden Amerika. "Kalau satu periode mungkin kebetulan, tapi kalau dua periode memang karena memiliki kemampuan dan kompetensi," tegasnya.

Suatu ketika, bukan hal mustahil orang Papua menjadi presiden di Indonesia. Itu bisa terjadi, jika bersikap optimistis, bekerja keras, dan berdoa. "Kalau ada orang yang bilang tidak bisa, mungkin mau menggantikan Tuhan. Tidak ada yang tidak bisa. Mungkin bukan sekarang, tapi anak cucu kita bisa saja menjadi Presiden Indonesia," katanya.

Dalam seminar ini, antara lain, dikemukakan beberapa solusi mengenai percepatan kesejahteraan Papua, seperti revisi dan penguatan UU Otsus Papua, terutama dalam implementasinya. Perlindungan terhadap orang asli dan kesempatan yang lebih luas bagi orang asli Papua sehingga merasa nyaman dalam NKRI. Namun, yang tak kalah disoroti, masih begitu mudahnya pendekatan kekerasan di Tanah Papua.

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment