REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yeyen Rostiyani
Sosok tubuhnya terbilang mungil dan kurus. Siti Khotijah (75) berdiri di depan kamar-kamar penginapan di Asrama Haji Sukolilo di Surabaya, Jawa Timur. Sapaan salam dijawab nenek asal Wonocolo, Siwalankerto, Surabaya, ini dengan suara pelan.
Ia mengenakan pakaian dan jilbab serba putih, lengkap dengan kantong paspor yang tergantung di lehernya. Wajah semringah tergambar jelas karena hari itu Siti merasa salah satu cita-citanya terkabul.
Anggota kloter 18 ini akan berangkat terbang pukul 20.20 WIB menuju Tanah Suci untuk berhaji. Ia akan menjadi tamu Allah.
"Anak-anak saya patungan," kata Siti sambil tersenyum, mungkin bangga. Siti layak merasa bangga kepada enam anaknya. Bukan perkara mudah untuk menabung dan memberangkatkan ibunda tercinta ke Tanah Suci.
Ketika muda, Siti biasa berjualan sayur-mayur keliling menggunakan tampah yang diusungnya di kepala. Namun, usia renta membuatnya harus berhenti dan kini ia menumpang di rumah kontrakan anaknya yang paling bungsu, Siti Romlah. Putrinya ini bekerja sebagai guru taman anak-anak.
Suatu hari, putranya mengantar seorang warga Arab berbelanja dan mendapat uang bonus Rp 6 juta. Sang anak langsung membuka rekening tabungan haji untuk Siti. Anak-anaknya itu salah satunya tinggal di Jakarta, berjualan sandal.
Sedangkan, anak-anaknya yang lain ada yang menjadi perawat, guru, dan ada yang berjualan sepeda. Merekalah yang kemudian bahu-membahu mengisi rekening haji itu hingga tiba waktunya Siti untuk berhaji, tahun ini.
"Saya senang sekali. Dulu saya sering mengantar orang ke asrama haji dan berpikir, 'Ya Allah, koyo opo yo rasane naek haji?' (Ya Allah, seperti apa ya rasanya naik haji?)," tutur Siti, suaranya agak bergetar. Ia pun menyeka matanya yang basah.
Menurut Sekretaris I Embarkasi Surabaya, Sukarno, memang ada mitos yang berkembang di tengah masyarakat. Salah satunya, orang yang mengantarkan haji ke Sukolilo biasanya nanti akan berhasil berangkat juga ke Tanah Suci.
Mungkin itu sebabnya orang senang mengantarkan sanak-kerabat atau tetangga dan kenalan yang akan naik haji, ke asrama haji Sukolilo.
Berhaji bagi Siti mungkin seperti lolos dari lubang jarum. Dengan pemotongan kuota haji 20 persen, ia pun merasa was-was. Namun, ia akhirnya menjadi satu-satunya calon haji dari desanya yang akan berangkat ke Tanah Suci.
"Sedesa yang lolos ya cuma saya sendiri," kata Siti. Bagaimana kalau ia gagal berhaji? "Kalau ndak bisa, saya isin," jawabnya polos.
Pasalnya, Siti sudah menggelar walimatussafar atau acara untuk melepas orang yang akan berhaji. Menurut dia, banyak tetangga di desanya sudah menggelar acara tersebut, namun ternyata gagal berangkat akibat pemotongan kuota 20 persen.
Doa apakah yang akan dipanjatkan Siti di Tanah Suci? Matanya berkaca-kaca. Dengan suara tersendat ia menjawab," Saya ingin punya rumah."
Tak hanya rumah yang akan dipinta Siti. "Saya juga mau berdoa, mudah-mudahan keturunan saya bisa naik haji semua," katanya lebih ceria.
"Semoga iman saya juga tetap," tambah dia. Saya agak terkejut dengan kata-kata Siti. Memohon kekuatan iman dan keyakinan ternyata tak dilupakan Siti.
Perbincangan pun usai. Sambil saling bertukar doa dan salam, Siti mengingatkan kami, " Doakan saya, ya, supaya saya bisa punya rumah sendiri."
Aamiin yaa Rabb. Siap-siaplah bersimpuh dan memohon di hadapan rumah Allah, ya, nek. Allah Yang Maha Pemurah tentu tak akan menolak permintaan para tamu-Nya
No comments:
Post a Comment