Wednesday, October 2, 2013

[batavia-news] Menjual Pariwisata tanpa Maksiat, Bisakah?

 

 

Menjual Pariwisata tanpa Maksiat, Bisakah?

 
null
Pesona laut di kawasan Raja Ampat yang indah ini bisa membuat banyak wisatawan datang tanpa wanita tanpa pendekatan barang-barang haram atau maksiat

Oleh: Anton Rheandra

BELAKANGAN ini Pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) & Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) tengah aktif menggenjot dan mempromosikan sektor pariwisata.

Sail Raja Ampat, Sail Komodo dan Miss World 2013 adalah beberapa bentuk promosi pariwisata yang diklaim pemerintah bisa meningkatkan angka wisatawan.

Dalam banyak kesempatan, pemerintah juga mengemukakan bahwa pariwisata merupakan sektor potensial yang harus dipercepat pengembanganya. Dengan alasan, sektor ini mengalami peningkatan signifikan serta berpotensi menjadi 5 besar penyumbang devisa negara. Simak saja data BPS pada triwulan pertama 2013

(Januari-Februari), jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia mencapai 1,29 juta orang atau naik

3,82% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sehingga tak heran jika pemerintah sangat 'ngotot' menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu basis perekonomian Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk progam terpadu dari berbagai lintas kementerian.

Prostitusi terselubung

Namun tak dapat dipungkiri, industri pariwisata yang mentargetkan peningkatan kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) tersebut tak hanya menjanjikan tumbuhnya industri perhotelan, tour wisata, dan kerajian, tetapi juga berpotensi menopang peningkatan industri Miruman Keras (Miras), prostitusi terselubung dan perdagangan manusia.

Dalam prespektif ekonomi syariah, tentunya ini bukan jenis pendapatan yang sehat bagi suatu negara. Mengingat industri Minuman Keras (Miras), prostitusi dan perdagangan manusia yang disangga atau dimediasi oleh industri pariwisata tersebut tak jarang turut berkontribusi terhadap lahirnya kriminalitas, prostitusi, termasuk perdagangan dan pengkonsumsian narkotika dan obat terlarang (Narkoba).

Dalam konteks maslahat dan mudharat, tentu saja industri tersebut lebih besar sisi mudharatnya. Bahkan bisa dikatakan indudtri ini bertolak belakang dengan upaya pemerintah mencegah kejahatan yang diakibatkan oleh Miras, target penurunan angka HIV AIDS, dan upaya menimalisir praktik-praktik perdangan manusia.

Pertanyaan adalah, bagaimana pemerintah tetap dapat memasikmalkan sektor penerimaanya atau pendapatanya, tanpa melalui industri kontraproduktif tersebut?

Mampukah pemerintah menjual pariwisata layaknya negeri tetangga Malaysia tanpa pengaruh Miras dan 'menjual' aurat? [baca: Memajukan Wisata Tanpa "Menjual" Perempuan!]

Mampukan pemerintah melakukan subsititusi industri baru atau memenuhi pundi-pundinya dari sektor-sektor lainya?

Tentu tidak ideal jika negara berpenduduk mayoritas Muslim ini harus harus hidup dari industri-industri haram seperti di atas.

Nabi bersabda, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman dengan semisal perintah yang Allah berikan kepada para rasul." (HR. Muslim)

Nabi lalu mengutip firman Allah (yang artinya), "Wahai para rasul, makanlah makanan yang halal dan kerjakanlah amal saleh. Sungguh, Aku mengetahui semua perbuatan kalian." (QS. Al-Mukminun:51)

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi mengingatkan, jika makanan dan minuman kita haram, rezeki yang kita peroleh juga dari menjual hal-hal berbau haram, mana mungkin doa umat Islam dikabulkan?

Rizki yang dihasilkan dari sumber yang kotor, maka akan menjadi daging yang kotor pula. Tentunya ini harus menjadi perhatian penting para pengelola daerah di era otonomi ini, khususnya para Bupati/Walikota yang beragama Islam, agar segera beralih mencari dan mengoptimalkan sumber penghasilan lain yang lebih berkah, serta menutup ladang-ladang kemaksiatan.

Betatapun melimpahnya penghasilan negeri kita jika itu diambil dari sumber-sumber yang kotor, hasilnya tidak sebanding  dengan malapetaka kemanusian yang setiap saat terus terjadi di negeri ini.*

Penulis adalah jurnalis sebuah radio di Jakarta

Rep:
Anonymous
Editor: Cholis Akbar

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment