Selasa, 01 Oktober 2013 | 06:12 WIB
Sejarah Kelam Ludruk Saat Peristiwa 1965
Ludruk Kartolo Cs di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta, Jumat (13/04). Foto: Tempo/Arnold Simanjuntak;20121413
TEMPO.CO, Mojokerto - Propaganda politik oleh partai politik di tahun 1965 tak hanya masuk dalam kegiatan politik praktis, tapi juga masuk dalam bidang seni budaya. Salah satunya terjadi pada seni pementasan ludruk. Ludruk kala itu jadi seni hiburan drama dan komedi paling populer di masyarakat. Sebagai seni massal, ludruk pun jadi komoditas partai politik dalam melancarkan propaganda kepentingannya, tak terkecuali Partai Komunis Indonesia (PKI).
Akibat intervensi politik kepentingan parpol, komunitas atau grup ludruk pun terpecah belah dan berafiliasi dengan lembaga kebudayaan yang jadi organisasi sayap parpol tertentu. PKI membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Partai Nasional Indonesia (PNI) memiliki Dewan Kebudayaan Nasional (DKN), dan kelompok Islam khususnya Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi).
Salah satu tokoh seniman ludruk di Kota Mojokerto, Jawa Timur, Ibnu Sulkan, 67 tahun, mengatakan pementasan ludruk sempat dilarang saat peristiwa 1965. Waktu itu grup-grup ludruk dibawah Lekra sangat dominan dibanding grup ludruk lainnya. Pesan-pesan politik komunis pun diselipkan dalam pementasan ludruk Lekra. "Disampaikan lewat parikan-parikan (pantun bahasa Jawa) dan orang-orang (seniman ludruk) enggak sadar kalau dimanfaatkan," katanya dalam wawancara dengan Tempo pertengahan September 2013 lalu.
Mudahnya kepentingan politik masuk dalam grup-grup seni khususnya ludruk menurut Sulkan karena keterbatasan sumber daya manusia pemain maupun pembina ludruk. "Rata-rata tidak lulus SR (Sekolah Rakyat setingkat Sekolah Dasar)," ucap bekas pemain grup ludruk Irama Muda dan Bintang Mojopahit ini. Sehingga menurutnya mudah dipengaruhi dengan iming-iming tertentu. "Asal dibayar atau diberi sesuatu, tentu mau main (ludruk)," ucap pendiri grup ludruk Putra Madya ini.
Akibat intervensi politik kepentingan parpol, komunitas atau grup ludruk pun terpecah belah dan berafiliasi dengan lembaga kebudayaan yang jadi organisasi sayap parpol tertentu. PKI membentuk Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Partai Nasional Indonesia (PNI) memiliki Dewan Kebudayaan Nasional (DKN), dan kelompok Islam khususnya Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi).
Salah satu tokoh seniman ludruk di Kota Mojokerto, Jawa Timur, Ibnu Sulkan, 67 tahun, mengatakan pementasan ludruk sempat dilarang saat peristiwa 1965. Waktu itu grup-grup ludruk dibawah Lekra sangat dominan dibanding grup ludruk lainnya. Pesan-pesan politik komunis pun diselipkan dalam pementasan ludruk Lekra. "Disampaikan lewat parikan-parikan (pantun bahasa Jawa) dan orang-orang (seniman ludruk) enggak sadar kalau dimanfaatkan," katanya dalam wawancara dengan Tempo pertengahan September 2013 lalu.
Mudahnya kepentingan politik masuk dalam grup-grup seni khususnya ludruk menurut Sulkan karena keterbatasan sumber daya manusia pemain maupun pembina ludruk. "Rata-rata tidak lulus SR (Sekolah Rakyat setingkat Sekolah Dasar)," ucap bekas pemain grup ludruk Irama Muda dan Bintang Mojopahit ini. Sehingga menurutnya mudah dipengaruhi dengan iming-iming tertentu. "Asal dibayar atau diberi sesuatu, tentu mau main (ludruk)," ucap pendiri grup ludruk Putra Madya ini.
Sementara itu, maestro tari Remo asal Jombang, Ali Markasa, 71 tahun, mengatakan selain lewat parikan, pesan politis PKI juga muncul dalam cerita atau lakon yang ditampilkan. "Ludruk-ludruk Lekra dulu bercerita tentang Kahar Muzakar (DI/TII), Aidit, Gerwani, dan sebagainya," katanya.
Meski jadi saksi sejarah kejayaan Lekra, Sulkan maupun Ali mengaku tak tahu dengan lakon atau cerita ludruk Lekra yang jadi kontroversi masa itu seperti Gusti Allah Ngunduh Mantu (Tuhan Mengambil Menantu) dan Malaikat Kimpoi. "Saya enggak tahu. Saya hanya niat mencari nafkah lewat ludruk, tidak mikir politik," ucap Ali.
Menurut budayawan Jombang, Nasrul Ilahi, sebelum terjadi polarisasi grup ludruk yang dipengaruhi kepentingan politik tahun 1960-an, di Jombang sudah terjadi perbedaan prinsip hidup antara kelompok ijo (hijau) seperti santri dan kiai dengan kelompok abang (merah).
Meski berbeda prinsip hidup, menurutnya di antara kelompok ijo dan abang masih bisa bersinergi atau bekerja sama dan bergotong royong dalam aktivitas kehidupan sosial kemasyarakatan. Namun saat pecah peristiwa G30S, hubungan baik itu terkoyak akibat politik. "Pengaruh politik memang cukup besar. Kesenian hanya ditunggangi saja," ujar Ketua Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Alternatif Semesta ini.
Banyak kiai yang dibunuh dan sebaliknya banyak orang-orang pengikut PKI yang dipenjara maupun dihabisi nyawanya termasuk seniman-seniman ludruk di bawah Lekra. "Jadi seperti saling dendam," tutur adik kandung budayawan Emha Ainun Najib ini.
Setelah G30S pecah, semua pementasan ludruk dilarang oleh pemerintah dan sempat vakum selama dua tahun. Namun akhirnya oleh pemerintah dihidupkan kembali dengan dibina dibawah institusi militer. "Karena ludruk itu aset budaya, akhirnya dihidupkan lagi dengan merekrut pemain-pemain ludruk lama tapi dibawah grup bentukan ABRI," kata Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto Eko Edy Susanto.
Meski jadi saksi sejarah kejayaan Lekra, Sulkan maupun Ali mengaku tak tahu dengan lakon atau cerita ludruk Lekra yang jadi kontroversi masa itu seperti Gusti Allah Ngunduh Mantu (Tuhan Mengambil Menantu) dan Malaikat Kimpoi. "Saya enggak tahu. Saya hanya niat mencari nafkah lewat ludruk, tidak mikir politik," ucap Ali.
Menurut budayawan Jombang, Nasrul Ilahi, sebelum terjadi polarisasi grup ludruk yang dipengaruhi kepentingan politik tahun 1960-an, di Jombang sudah terjadi perbedaan prinsip hidup antara kelompok ijo (hijau) seperti santri dan kiai dengan kelompok abang (merah).
Meski berbeda prinsip hidup, menurutnya di antara kelompok ijo dan abang masih bisa bersinergi atau bekerja sama dan bergotong royong dalam aktivitas kehidupan sosial kemasyarakatan. Namun saat pecah peristiwa G30S, hubungan baik itu terkoyak akibat politik. "Pengaruh politik memang cukup besar. Kesenian hanya ditunggangi saja," ujar Ketua Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Alternatif Semesta ini.
Banyak kiai yang dibunuh dan sebaliknya banyak orang-orang pengikut PKI yang dipenjara maupun dihabisi nyawanya termasuk seniman-seniman ludruk di bawah Lekra. "Jadi seperti saling dendam," tutur adik kandung budayawan Emha Ainun Najib ini.
Setelah G30S pecah, semua pementasan ludruk dilarang oleh pemerintah dan sempat vakum selama dua tahun. Namun akhirnya oleh pemerintah dihidupkan kembali dengan dibina dibawah institusi militer. "Karena ludruk itu aset budaya, akhirnya dihidupkan lagi dengan merekrut pemain-pemain ludruk lama tapi dibawah grup bentukan ABRI," kata Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto Eko Edy Susanto.
Nama-nama grup ludruk pun identik dengan nama-nama Jawa maupun Sanskerta yang digunakan institusi militer. Misal grup ludruk bentukan Kodim Jombang, Putra Bhirawa dan Bintang Jaya; ludruk Gema Tribatra binaan Brimob Balongsari; Teratai Jaya bentukan Pusdik Brimob Porong, Bhayangkara binaan Polres Jombang, Trisula Dharma binaan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) Lanud TNI AU Iswahjudi Madiun, dan sebagainya.
Nuansa kemiliteran kental dalam pementasan ludruk kala itu. "Bahkan setiap pementasan selalu dimulai dengan tembakan salvo," ujar Edy. Seakan itu sebagai pertanda atau kebanggan jika ludruk tersebut setia pada tentara atau pemerintah.
Di tahun 1970-an, mulai muncul grup-grup Ludruk diluar binaan institusi militer. Menurut Edy, keberanian kritik ludruk dari masa ke masa mengalami pasang surut. "Waktu Orde Lama, kritik pada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat sangat tajam," katanya. Namun sejak Orde Baru dan di bawah tekanan militer, kritik tersebut nyaris hilang. "Malah jadi corong Orde Baru, ada kritiknya tapi sifatnya kritik sosial," katanya. Era sekarang menurutnya, keberanian kritik ludruk tidak jelas.
Jumlah grup ludruk sekarang menurutnya jauh menurun dibanding saat Orde Lama, termasuk di Mojokerto dan Jombang. Selain akibat gejolak politik 1965, juga karena industri hiburan yang membuat ludruk terpinggirkan. Saat ini, jumlah grup ludruk yang masih aktif di Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto sekitar 16 grup. Sedangkan di Jombang yang merupakan tempat asal ludruk kini tersisa sekitar 35 grup dari sebelumnya sekitar 60 grup.
Nuansa kemiliteran kental dalam pementasan ludruk kala itu. "Bahkan setiap pementasan selalu dimulai dengan tembakan salvo," ujar Edy. Seakan itu sebagai pertanda atau kebanggan jika ludruk tersebut setia pada tentara atau pemerintah.
Di tahun 1970-an, mulai muncul grup-grup Ludruk diluar binaan institusi militer. Menurut Edy, keberanian kritik ludruk dari masa ke masa mengalami pasang surut. "Waktu Orde Lama, kritik pada kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat sangat tajam," katanya. Namun sejak Orde Baru dan di bawah tekanan militer, kritik tersebut nyaris hilang. "Malah jadi corong Orde Baru, ada kritiknya tapi sifatnya kritik sosial," katanya. Era sekarang menurutnya, keberanian kritik ludruk tidak jelas.
Jumlah grup ludruk sekarang menurutnya jauh menurun dibanding saat Orde Lama, termasuk di Mojokerto dan Jombang. Selain akibat gejolak politik 1965, juga karena industri hiburan yang membuat ludruk terpinggirkan. Saat ini, jumlah grup ludruk yang masih aktif di Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto sekitar 16 grup. Sedangkan di Jombang yang merupakan tempat asal ludruk kini tersisa sekitar 35 grup dari sebelumnya sekitar 60 grup.
Begini Isi Prinsip 1-5-1 Lekra
Cerita Soal Markas Lekra
Begini Cara Lekra Memerahkan Ketoprak
Mengenang Njoto di Lekra
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment