Pemberitaan yang cukup ramai tentang penyadapan pemerintah Australia terhadap beberapa pejabat tinggi Indonesia menarik disimak.
Pertama, itu karena penyadapan sebenarnya lumrah dari zaman dahulu. Ini merupakan praktik yang tidak asing dilakukan antara pemerintahan satu dan lainnya.
Bahkan, kadang-kadang penyadapan dilakukan terhadap warga negaranya sendiri. Praktik ini tidak lagi menjadi rahasia umum di negara-negara yang menganut komunisme atau sosialisme.
Praktik ini juga dilaksanakan dalam perang, baik perang "dingin" ataupun perang nyata. Inti utama penyadapan dalam kegiatan intelijen adalah, "jangan sampai 'tertangkap basah'". Inilah kunci kegiatan intelijen yang sebenarnya.
A General of the Secret Service karangan dua jurnalis Vietnam, Huang Hai Van dan Tran Tu menggambarkan dengan menarik keberhasilan Pham Xuan An, agen rahasia Viet Cong.
Sebelum 1954, Pham Xuan An bekerja sebagai komandan Jenderal tentara Prancis. Ia kemudian bekerja di pemerintahan Ngo Dinh Diem (Vietnam Selatan), di Departemen Politik, Budaya, dan Studi Sosial. Lebih hebat, ia belajar jurnalistik di Amerika Serikat dengan beasiswa dari pemerintahan Diem. Ia juga bekerja sebagai reporter kantor berita Reuters dan majalah Times sebelum 1975.
Tetapi, pekerjaannya yang sebenarnya tidak diketahui umum sampai 1975, setelah Vietnam bersatu. Karena itu, sampai sekarang banyak wartawan asing menulis tentang Pham Xuan An untuk mencari kebenaran dan jawaban, "Why were the Americans defeated in Viet Nam"- mengapa Amerika dikalahkan Vietnam.
Selama 20 tahun, Pham Xuan An adalah mata-mata terkemuka dari Vietnam Utara di Saigon. Ia bahkan menyelusup dan bekerja sebagai mata-mata intelijen Prancis maupun CIA dan Reuters sebelum menjadi koresponden tetap untuk majalah Times.
Sewaktu buku ini ditulis, Pham Xuan An pada 2008 berpangkat Mayor Jenderal dan tinggal di rumah mantan diplomat Inggris. Dengan tenang ia mengingat tentang hidupnya sebagai mata-mata dan melalui kurirlah ia menyampaikan hasil penyadapan ke atasannya di Vietnam Utara.
Ia mengatakan, kunci utama keberhasilannya adalah ia selalu berhati-hati dalam semua tindakannya. Ia juga memakai kurir yang baik dan dapat dipercaya. Ia mengatakan, tentu istrinya tahu mengenai pekerjaannya sebagai mata-mata.
Membaca buku ini, kita akan kembali membandingkan suasana Indonesia dan Vietnam. Bangsa Vietnam adalah bangsa yang berani, mawas diri, dan bersikap tenang dalam menghadapi persoalan. Mereka bahkan dapat menahan emosi.
Mungkin pengalaman mereka yang ribuan tahun harus menghadapi bangsa-bangsa asing yang ingin menduduki negaranya, menjadikan mereka lebih dewasa. Pengalaman masa lalu, baik atau buruk, kalah atau menang, mereka jadikan panutan belajar.
Buku-buku yang ditulis bangsa ini menunjukkan kematangan dan kemampuan introspeksi diri yang luar biasa.
Budaya mungkin menjadi pilar utama; saat struktur masyarakatnya adalah hierarki dan patriarki. Ini berasal dari Confusius, keluarga dan kewajiban keluarga diikuti dengan ketat. Sesepuh sangat dihormati dan pendidikan sangat diutamakan.
Di samping itu, pengaruh budaya asing dari China (1.000 tahun lalu) meninggalkan bekas mendalam. Vietnam tidak hanya mampu menerima tetapi juga sanggup memilah tradisi, kebiasaan, kepercayaan, dan arsitektur untuk disesuaikan dengan budaya mereka. Namun, hubungan China-Vietnam adalah love-hate dalam hal dominasi politik negara tetangga sebelah utara ini.
Pengaruh Prancis yang menyerang buddhis di Saigon dengan menyebarkan agama Katholik yang diteruskan dengan kolonialisasi, tidak separah pengaruh China. Hal yang terasa besar dari pengaruh Prancis hanya berkaitan dengan arsitektur dan makanan.
Viet kieu atau mereka yang lari dari komunis Vietnam, sekarang kembali membawa budaya Barat yang didapati sewaktu hidup di luar negeri.
Mengingat akan terjadinya wawasan ASEAN 2015, sepatutnya bangsa kita belajar mempelajari keunggulan dan kekurangan bangsa Vietnam. Indonesia dan Vietnam adalah dua negara ASEAN terkemuka, dari segi penduduk maupun kekayaan alam. Untuk itu wajar bila kedua negara ini mengambil sikap saling belajar, bahkan berusaha bekerja sama.
Dari segi geo-politik, peran Vietnam dan Indonesia sama pentingnya. Ini mengingat perbatasan dengan laut maupun kepentingan Amerika dan China di kedua wilayah ini. Hubungan sejarah kita pun sejak dulu erat, apalagi sewaktu Perang Dingin berjalan.
Bung Karno pernah mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak terpecah, sehingga Amerika masuk seperti di Vietnam.
Dengan perkembangan global yang tidak dapat ditangkis, sudah waktunya kita mawas diri dan belajar dari tetangga-tetangga kita. Belajar pun kadang-kadang perlu menggunakan kegiatan penyadapan (spying atau tapping), intelliegence gathering atau apa pun namanya. Sekali lagi, kita harus ingat, jangan emosi yang dipakai. Tetapi, pikiran jernihlah yang harus kita kenakan.
Bagi generasi penerus, tugas mereka lebih berat karena harus tanggap menghadapi persaingan dari negara-negara ASEAN sendiri. Akhir kata, mutu jurnalisme kita ditantang saat ini.
*Penulis adalah penulis buku A Fading Dream: The Story of Roeslan Abdulgani and Indonesia (2003) serta Soeharto, The Life and Legacy of Indonesia's Second President (2007) dan Blog Indonesia-forum.net.
I am using the Free version of SPAMfighter.
SPAMfighter has removed 2033 of my spam emails to date.
Do you have a slow PC? Try a free scan!
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment