Wednesday, May 28, 2014

[batavia-news] JK: Saya Tahu Kualitas Jokowi

 

res : JK tahu kualitas Jokowi, tetapi sebaliknya  apakah Jokowi tahu kualitas bakal wakil presidentnya?
 
 

JK: Saya Tahu Kualitas Jokowi

Joko Widodo dan Jusuf Kalla (GATRAnews/Adi Wijaya)

Jakarta, GATRAnews
- Pada Senin lalu akhirnya Muhammad Jusuf Kalla (JK) resmi mendampingi Joko Widodo (Jokowi) menjadi pasangan Calon Presiden dan wakil Presiden untuk periode 2014-2019. Berpekan-pekan nama Mantan Ketua Umum Golkar sudah santer disebut bakal mendampingi Jokowi bersama beberapa nama lain.

 

JK kerap kali masuk radar survei berbagai lembaga dengan tingkat popularitas tinggi. Terakhir, bila Jokowi berpasangan dengan JK, dianggap memiliki elektabilitas tertinggi versi Lingkaran Survei Indonesia.

 

Sepekan sebelum deklarasi, Selasa Sore, 13 Mei, Wartawan Majalah GATRA Heddy Lugito, Asrori S. Karni, dan Andi Anggana berbincang-bincang dengan JK di ruang kerjanya, Gedung Palang Merah Indonesia, Jakarta. Hasil wawancara itu dtuangkan pada Cover Story majalah GATRA yang beredar Kamis, 15 Mei 2014, empat hari sebelum deklarasi pasangan Jokowi-JK tersebut. Berikut petikan wawancara tersebut:

 

Kans Anda berpasangan dengan Jokowi sudah pasti? 

Jangan dulu, belum ada kepastian. Itu cuma biar lebih jelas persoalannya.

 

Adakah komunikasi dengan PDIP dan Jokowi pekan ini?

Komunikasi biasa saja, banyak. Tapi tidak ada dengan beliau. Saya dalam posisi menunggu saja.

 

Ada opsi selain dengan Jokowi?

Tidak.

 

Mengapa?

Saya dalam posisi ingin lebih banyak pengabdian sosial. Tapi, lihat keadaan sosial begini, sulit juga kita. Satu penyakit saya, saya banyak mengetahui masalah. Tahu juga bagaimana kira-kira solusinya. Dan tahu situasi seperti ini, bisa turunlah saya.

 

Karena kondisi terakhir, banyak keluhan. Tidak bisa bergerak, tersandera anggarannya, kebijakannya. Posisi kini pertumbuhan menurun, defisit semuanya dan masyarakat makin resisten. Tingkat kepuasaan masyarakat turun, padahal pada kabinet pertama, kepuasan sampai 80%.

 

Jadi, opsinya hanya satu?

Sejak lama kita prediksi bahwa akhirnya cuma ada tiga kemungkinan: Jokowi, Prabowo, dan Ical (Aburizal Bakrie). Ical kesulitannya mencari partner berkoalisi. Partai bagus, tapi kita paham semua.

 

Saran Anda kepada Golkar, ambil posisi apa?

Golkar harus bergabung ke salah satunya tentu. Terakhir dengan Demokrat. Cuma sekarang, siapa nomor satu dan duanya. Siapa yang mau dipilih. Saya lihat, Golkar akhirnya lebih dekat dengan PDIP. Saya percaya, Golkar mencari posisi itu.

 

Akhirnya, pilihan ke Jokowi?

Tentu bukan saya yang memilih. Dulu pernah saya sampaikan, saya ini penyanyi tanpa band. Mungkin pada akhirnya, band dengan penyanyi bertemu.

 

Kenapa Anda merasa cocok dengan Jokowi?

Kita punya sejarah panjang. Pertama, saya juga yang mula-mula mengajak Jokowi ke sini. Saya juga tahu kualitasnya, dekat dengan rakyat. Saya juga tahu bagaimana dia mendekati rakyat.

 

Ada faktor yang membuat kans Anda berpasangan dengan Jokowi memudar, seperti Jokowi tidak nyaman karena faktor kesenioran Anda?

Gap usia, padahal sering orang mengatakan lihat Obama dengan Joe Biden. Artinya, kita dorong yang muda. Tapi yang muda perlu kelengkapan pengalaman juga karena mengurus 250 juta jiwa. Dan tidak ada textbook, tidak ada aturannya. Tapi harus ada pengetahuan dan pengalaman, sehingga kita bisa mengajari bagaimana mengatur, menjaga keseimbangan, dan menjaga harmoninya.

 

Anda dan Jokowi dianggap figur agresif, apa tidak bermasalah nantinya?

Pada pemerintahan 2004-2009, banyak yang menilai saya baik, tapi siapa yang terpilih, presiden (SBY). Sekarang, banyak yang menilai saya yang akan banyak bekerja. Bagi saya tidak ada soal. Jadi artinya, suka mana, suatu pemerintahan yang berprinsip kerja atau wapresnya hanya menunggu, seperti sekarang. Maaf saya tidak katakan begitu.

 

Negeri ini luas sekali. Kalau cuma satu orang doang, bayangin. Jadi memang harus ada kesepakatan. Mengurus 33 gubernur sekaligus 33 provinsi, belum lagi masalah ekonomi dan sosial. Di Iran, butuh 3 wakil presiden, meski penduduknya 63 juta.

 

Kita negara kesatuan, bukan federal. Di Amerika, menterinya hanya 13 orang, kita 35 orang. Kita terlalu besar, belum lagi menghadapi 560 anggota DPR.

 

Jadi, performanya, jika Jokowi memilih Anda dan terpilih, bagaimana?

Tinggal pilihan saja, karena UUD mengatakan, presiden dibantu seorang wakil presiden. Bukan hanya cadangannya presiden. Kalau saya tidak kerja, saya melanggar UUD.

 

Komposisi sipil-militer, Jawa-luar Jawa, masih menentukan?

Saya kira masih ada efeknya. Jangankan di sini, di Amerika saja, butuh 170 tahun agar orang Katolik bisa jadi presiden, John F. Kennedy. Butuh 225 tahun bagi orang kulit hitam bisa menjadi presiden, Obama. Tidak ada aturannya, tapi itu pilihan orang. Kalau di Sulawesi, saya bilang bisa menang 90%. Karena dulu menang 94%.

 

Anda menawarkan benefit diri Anda bila dipasangkan dengan Jokowi ke PDIP?

Saya tidak pernah menawarkan sama sekali. Malah saya tidak pernah bertemu Jokowi. Saya tidak pernah bicara begitu dengan siapa pun. Sudah tiga bulan saya tidak bertemu dengan Ibu Mega.

 

Termasuk pertemuan Anda dengan Jokowi tidak dalam konteks pemilu presiden?

Tidak ada, saya kira Jokowi terkejut, saya juga terkejut. Kok bisa. Ini takdir.

 

Anda berpotensi konflik kepentingan terkait bisnis, bila menjabat di pemerintahan?

Pertama begini, kami punya perusahaan sudah 60 tahun, tiga generasi. Sekarang pun, saya sudah melepaskan ke generasi ketiga. Jadi, kita bekerja dengan penuh kemampuan dan profesionalisme untuk mengembangkan perusahaan ini. Jadi, sebelum kita berada di pemerintahan ini, sudah berbisnis.

 

Kalau bisnis mal dan supermarket, tidak ada interesnya dengan pemerintah. Kenapa Anda selalu mempersoalkan kami? Kenapa Anda tidak bicara soal Lippo? Kami perusahaan daerah, pribumi, kok dipertanyakan, apa dosanya. Dan kita pembayar pajak, selama 20 tahun, nomor satu. Bayar pajak dan zakat, kita nomor satu, keuntungan boleh nomor dua. Memangnya, kalau saya jadi pejabat, kita stop bisnis itu, bagaimana yang 1.000 orang itu.

 

Ketika Anda menjadi pejabat, proses interaksi bisnis Anda dengan pemerintah bagaimana?

Tidak usah saya jawab. Tanya saja, kalau Anda punya informasi, satu saja. Bahwa selama saya jadi wakil presiden menguntungkan perusahaan saya dan staf saya, satu saja. Ada tidak?

 

Pengadaan helikopter waktu itu, bagaimana?

Saya Ketua Bakornas, menangis waktu di Aceh, ketika saya urus Aceh. Tapi bagaimana saya urus Aceh, buktinya meminjam helikopter dari Singapura dan Malaysia, saya sampai telepon perdana menterinya. Bawa beras saja, pinjam helikopter Amerika.

 

Memalukan benar bangsa besar ini, helikopter saja untuk membantu rakyat tidak punya.

 

Terus saya bilang ke adik saya, coba carikan helikopter, saya mau beli, yang murah saja. Helikopter bekas, cuma Rp 2 milyar buatan Jerman, itu lalu saya beli. Sekarang, kalau ada bencana, helikopter dari mana, ya dari PMI, yang dulu itu. Saya kasih ke PMI.

 

Namun, dulu, ada yang menahan helikopter saya karena dianggap tidak ada pajak bea, waktu itu dipersulit.

 

Saya tahu ada yang menyuruh karena menjelang pemilu. Katanya, dituduh mau dipakai kampanye. Padahal, satu sen pun, saya tidak pakai uang pemerintah. Itu karena saya Ketua Bakornas. SBY pun meminta maaf sebesar-besarnya kepada saya, ada surat tertulisnya.

 

Dalam kemelut internal PPP, Anda dituduh bermain?

Ingat gak rakernas PPP di Kediri, ketika saya tidak ada di sana. Tapi meminta saya menjadi capres. Padahal, saya tanpa bertemu dengan siapa pun. Nah, rakernas di Bandung, beri usulan tujuh nama jadi capres, termasuk saya, ya terima kasih.

 

Mungkin pilih saya, kalau di Indonesia Timur nanti, ada banyak yang pilih PPP. Selama mau pilih, silakan.

 

Tiba-tiba Suryadharma Ali mendukung Prabowo, tanpa ada di nama usulan tujuh pilihan itu. Yang ada, nama saya dan Jokowi. Jadi dia (Suryadharma Ali? --Red.) dianggap melakukan pelanggaran, itu saja. Apa urusannya dengan kita. Saya bilang, kalau saya mau, ada uang kok. Mau ambil alih, kenapa tidak Golkar sekalian. Bukan soal besar-kecilnya, kenapa mesti partai orang lain.

 

Apa interes saya di situ, siapa yang mulai, bukan saya kok. Pas saya diajak ke Tasikmalaya, Jawa Barat, itu pun sebagai Ketua Dewan Masjid. Tidak ada pembicaraan politik sama sekali, hanya membangun masjid.

 

Para kiai di Jawa Timur menguatkan Anda sebagai pendamping Jokowi?

Di mana-mana. Di antara semua yang dibicarakan, cuma saya yang Mustasyar NU. Saya resmi, kalau di Makassar, malah saya Ketua Mustasyar. Kalau di sini anggota. Kalau ada rapat di PBNU, saya selalu diundang, saya datang. Jadi dengan kiai itu bukan politik, tapi karena ideologi bersama ahlus sunnah wal jamaah. Ibu saya pun Aisyiyah.

 

[LAPORAN UTAMA, Majalah GATRA Edisi no 28 tahun ke 20, Beredar 15 Mei 2014]

Dapatkan edisi digital di toko-toko berikut ini

GATRAapps, Wayang Force, Scoop, Scanie, Indobook, Majalah Indonesia

__._,_.___

Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------

.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment