Pilpres 2014: Antara Informasi dan Provokasi
Sabtu, 31 Mei 2014 | Dibaca 55 kali
Oleh: Lea Willsen. 2014 bisa dikatakan sebagai tahun yang spesial bagi Indonesia, bersebab akan dilaksanakannya Pemilu Presiden untuk menentukan presiden serta wakil presiden Indonesia untuk periode lima tahun ke depan. Seiring kian dekatnya hari H - 9 Juli mendatang - suasana yang bersifat kampanye dari berbagai pihak yang mendukung kandidatnya pun kental terasakan.
Diprediksikan kita memiliki dua opsi, yaitu menjatuhkan pilihan kepada capres dan cawapres; Jokowi-Kalla, atau Prabowo-Hatta. Dukungan kepada para capres dan cawapres kita pun tidak sekadar berasal dari sejumlah parpol, tetapi juga masyarakat yang cukup antusias, dibanding dengan pilpres di masa lalu.
Terlepas dari kegiatan kampanye serta pemberian dukungan yang dilakukan secara sehat - baik oleh parpol atau masyarakat - ada pula kampanye maupun dukungan yang dilakukan secara tidak sehat, atau disebut kampanye hitam (black campaign). Bisa itu melalui mulut ke mulut, opini dari tokoh yang dianggap populer di masyarakat, dan juga media sosial atau apa pun itu yang dapat dengan mudahnya disebar melalui jaringan internet yang dewasa ini cukup akrab digunakan oleh masyarakat kita.
Jadi, apabila pada pilpres masa lalu iklan kampanye cenderung hanya muncul lewat baliho, iklan televisi atau media cetak, kini kampanye atau apa saja yang bersifat memberi dukungan kepada kandidat tertentu, mulai dihadirkan dengan cara yang baru. Terlebih dengan kecanggihan teknologi software yang berkembang pesat, seorang pendukung cenderung memanipulasi suatu foto, kemudian menyebarluaskannya dengan tujuan pencemaran nama baik, fitnah, atau adu domba dengan mengaitkan suatu nama, atau lembaga. Terkadang, hal itu bahkan sangat kelewatan hingga berujung penghinaan.
Filter Informasi yang Datang
Dalam pilpres, memilih siapa sebagai presiden dan wakil presiden adalah hak setiap individu, yang tanpa harus terikat pada pemaksaan, hasutan, atau bahkan sistem pertukaran persyaratan - kendatipun praktik demikian masih selalu ada. Namun, bukan berarti kita harus menutup diri untuk hanya tetap yakin kepada pilihan sendiri yang belum tentu baik.
Masyarakat diharapkan menjadi pemilih yang cerdas, kritis, dan paham akan perkembangan politik. Jangan hanya melihat dari kulit luar, atau mendengar apa yang belum tentu benar, lantas terbawa oleh arus begitu saja. Seyogianya masyarakat juga perlu mencari informasi, memprediksi segala kemungkinan di masa mendatang, mempelajari karakteristik dari para kandidat, visi dan misi yang ditawarkan, serta menganalisis latar dari hal-hal yang berkaitan dengan para kandidat.
Setiap informasi hendaknya difilter, apakah itu benar-benar informasi yang berdasarkan realita, atau sekadar opini yang bersifat provokatif. Opini provokatif itu sendiri tak jarang tersebar dengan mudah melalui media. Ada yang dijabarkan dengan sempurna sehingga terlihat seolah sangat logis, bahkan ada yang sama sekali tidak logis, lantaran si provokator adalah seorang pabrik figur yang kerap disoroti media pencari bahan berita.
Ironisnya, terkadang opini itu juga dihubungkan dengan suatu metode ramalan, di mana disertai pula sejumlah sugesti yang menakuti-nakuti masyarakat, semisal berdasarkan ramalan negara kita perlu dipimpin si A agar lebih baik, atau tidak boleh dipimpin oleh si B yang membawa kehancuran. Padahal, kita tidak membutuhkan dukun untuk menyukseskan pilpres. Katakanlah, Indonesia bukanlah sebuah negara yang memilih presiden berdasarkan ramalan.
Hindari Kampanye Hitam
Sebuah aksi pemberian dukungan kepada kandidat tertentu yang terkadang mengarah pada yang kita sebut sebagai kampanye hitam, tidak selamanya berasal dari pihak parpol, atau pihak lawan yang terlibat secara langsung dalam arena politik bersangkutan.
Bersebab pada pilpres kali ini yang demikian kental akan antusiasme masyarakat, kampanye hitam terkadang justru bisa saja datang dari masyarakat yang mendukung kandidat yang dijagokan, kemudian mencoba menjatuhkan pihak lawan.
Aksi menjatuhkan lawan yang dilakukan oleh masyarakat bahkan tergolong sering dan mudah dijumpai, terlebih pada media sosial, atau pesan-pesan instan yang beredar melalui sejumlah aplikasi gadget. Umumnya para pelaku adalah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sangat ironis dan disayangkan. Sejatinya baik pihak yang terlibat secara langsung dalam dunia politik, parpol, atau sekadar masyarakat, harus mengawali dan menjaga berlangsungnya Pemilu Presiden 2014 secara sehat. Kampanye hitam adalah tindakan yang tidak etis, tidak bermoral, sekaligus menyalahi peraturan.
Siapa pun calon presiden dan calon wakil presiden yang diharapkan untuk memimpin Indonesia untuk lima tahun mendatang, setiap pihak wajib bersikap dewasa dalam berkampanye atau memberikan dukungan.
Kampanye hitam ibarat maling teriak maling, di mana ketika suatu pihak mencoba menguak keburukan pihak lain, justru keburukan sendirilah yang kemudian mencuat ke permukaan. Daripada mengorek kebusukan pihak lawan, lebih baik perlihatkan apa yang unggul dari pihak yang didukung. Biarlah kebaikan yang berbicara! ***
* Penulis adalah illustrator dan penulis buku-buku ilmiah populer
Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment