res. Mengurus pajak banyak kerja dan bisa menimpa diri sendiri mau pun sahabat bin sobat, jadi lebih praktis ialah utang, sebab kalau utang didapat lebih mudah diatur untuk bisa masuk kantong pribadi.
Ketagihan Utang, Pemerintah Malas Genjot Pajak
Hingga April, total utang pemerintah sudah mencapai Rp 2.440 triliun.
Sumber : Sinar Harapan
JAKARTA - Pemerintah saat ini dinilai malas menggenjot lebih besar pendapatan negara. Ini karena pemerintah lebih memilih menggunakan jalan pintas dengan berutang untuk menutup defisit anggaran negara.
"Tax ratio kita masih rendah. Kita pernah mencapai tax ratio 13,3 persen pada 2008, tapi dalam APBNP 2014 malah turun jadi 12,24 persen. Ini karena sudah tergantung dengan utang, jadi pemerintah saat ini sangat malas gali potensi pajak," kata ekonom Iman Sugema dalam diskusi publik "Politik Anggaran Presiden Baru: Redesain Kebijakan Fiskal Indonesia", di Jakarta, Senin (26/5).
Seperti diketahui, hingga April 2014, total utang pemerintah sudah mencapai Rp 2.440 triliun, dengan rasio 24,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlah cicilan utang yang dibayar pemerintah, baik pokok maupun bunganya, pada periode Januari-April 2014 adalah Rp 135,265 triliun, 36,66 persen dari target cicilan utang yang akan dibayar pemerintah tahun ini.
Menurutnya, utang pemerintah yang terus naik kala pertumbuhan pendapatan pajak justru melambat menjadi indikator utama ketergantungan pemerintah terhadap utang, terutama utang asing. "Alih-alih pajak meningkat, kasus pajaknya yang justru terus meningkat," serunya.
Ia membandingkan, hanya dalam beberapa tahun Vietnam bisa mendongkrak penerimaan pajaknya hingga mencapai 22,3 persen pada 2012, dari sebelumnya hanya di kisaran 16 persen.
"Padahal, Vietnam tidak lebih baik dari kita dan belum lama masuk pasar global seperti kita. Reformasi pajak di indonesia tak berhasil, sama seperti Filipina. Kita hanya sedikit lebih baik dari Pakistan," tuturnya.
Ia menuturkan, sejauh ini PPN dan PPh tak banyak tergali secara optimal. Padahal, jika pemerintah mau menaikan sekitar 2 persen saja kedua jenis pajak tersebut, pemerintah tak perlu banyak mencari utang baru.
Iman yang juga Anggota Tim Sukses Pemenangan Pilpres Jokowi-JK menjanjikan, jika terpilih sebagai presiden dengan wakil presiden, Jokowi-JK akan akan meluncurkan program pajak sangat keras, terutama kepada siapa pun yang coba-coba memanipulasi pajak negara. Menurutnya, pemerintah selama ini tidak mampu meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak yang banyak mengalami kebocoran.
Target Penerimaan Pajak Turun
Pemerintah memutuskan menurunkan target penerimaan perpajakan dalam APBN-P 2014 sebesar Rp 50,39 triliun, menjadi Rp 1.059 triliun dari Rp1.110,19 triliun dalam APBN 2014.
Penurunan target, menurut pemerintah, tak terelakan kendati Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan usaha ekstra sebesar Rp 60 triliun. Penurunan penerimaan pajak terutama di dorong sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak ekspor serta pertambangan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rachmani mengatakan, penerimaan pajak turun sekitar Rp 49,5 triliun karena ada pemangkasan pertumbuhan ekonomi ke arah 5,5 persen dari target awal 6 persen. Kondisi ini akan membuat penerimaan PPN melambat, seiring menurunnya aktifitas ekonomi.
"Penerimaan pajak itu sudah realistis yang kita minta potong Rp 49,5 triliun PPN, lebih baik karena PPN impor dari nilai tukar, tapi tidak bisa terus mengandalkan itu. Transaksi ekonomi mengalami penurunan makanya PPN dalam negeri kita juga rendah," kata Fuad.
Fuad menjelaskan, sektor yang paling mengalami perlambatan penerimaan adalah sektor pertambangan. Ini dikarenakan kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan harga komoditas yang belum membaik. Kondisi ini membuat sulit pemerintah memperluas penerimaan pajak karena dari sisi pajak pribadi membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. "Kalau mengejar orang pribadi harus door to door, kita butuh SDM-nya," ujarnya.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengaku telah berupaya menekan penurunan penerimaan pajak. Salah satunya dengan meningkatkan wajib pajak orang pribadi baru, serta memperbaiki sistem perpajakan secara online dengan e-faktur dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) secara online.
Namun, Chatib mengatakan kebijakan eksetensifikasi pajak yang diambil dampaknya paling cepat baru bisa diraskan tahun depan. Itu karena hal ini butuh waktu, berbeda dengan kebijakan moneter.
"Tax ratio kita masih rendah. Kita pernah mencapai tax ratio 13,3 persen pada 2008, tapi dalam APBNP 2014 malah turun jadi 12,24 persen. Ini karena sudah tergantung dengan utang, jadi pemerintah saat ini sangat malas gali potensi pajak," kata ekonom Iman Sugema dalam diskusi publik "Politik Anggaran Presiden Baru: Redesain Kebijakan Fiskal Indonesia", di Jakarta, Senin (26/5).
Seperti diketahui, hingga April 2014, total utang pemerintah sudah mencapai Rp 2.440 triliun, dengan rasio 24,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlah cicilan utang yang dibayar pemerintah, baik pokok maupun bunganya, pada periode Januari-April 2014 adalah Rp 135,265 triliun, 36,66 persen dari target cicilan utang yang akan dibayar pemerintah tahun ini.
Menurutnya, utang pemerintah yang terus naik kala pertumbuhan pendapatan pajak justru melambat menjadi indikator utama ketergantungan pemerintah terhadap utang, terutama utang asing. "Alih-alih pajak meningkat, kasus pajaknya yang justru terus meningkat," serunya.
Ia membandingkan, hanya dalam beberapa tahun Vietnam bisa mendongkrak penerimaan pajaknya hingga mencapai 22,3 persen pada 2012, dari sebelumnya hanya di kisaran 16 persen.
"Padahal, Vietnam tidak lebih baik dari kita dan belum lama masuk pasar global seperti kita. Reformasi pajak di indonesia tak berhasil, sama seperti Filipina. Kita hanya sedikit lebih baik dari Pakistan," tuturnya.
Ia menuturkan, sejauh ini PPN dan PPh tak banyak tergali secara optimal. Padahal, jika pemerintah mau menaikan sekitar 2 persen saja kedua jenis pajak tersebut, pemerintah tak perlu banyak mencari utang baru.
Iman yang juga Anggota Tim Sukses Pemenangan Pilpres Jokowi-JK menjanjikan, jika terpilih sebagai presiden dengan wakil presiden, Jokowi-JK akan akan meluncurkan program pajak sangat keras, terutama kepada siapa pun yang coba-coba memanipulasi pajak negara. Menurutnya, pemerintah selama ini tidak mampu meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak yang banyak mengalami kebocoran.
Target Penerimaan Pajak Turun
Pemerintah memutuskan menurunkan target penerimaan perpajakan dalam APBN-P 2014 sebesar Rp 50,39 triliun, menjadi Rp 1.059 triliun dari Rp1.110,19 triliun dalam APBN 2014.
Penurunan target, menurut pemerintah, tak terelakan kendati Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan usaha ekstra sebesar Rp 60 triliun. Penurunan penerimaan pajak terutama di dorong sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak ekspor serta pertambangan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rachmani mengatakan, penerimaan pajak turun sekitar Rp 49,5 triliun karena ada pemangkasan pertumbuhan ekonomi ke arah 5,5 persen dari target awal 6 persen. Kondisi ini akan membuat penerimaan PPN melambat, seiring menurunnya aktifitas ekonomi.
"Penerimaan pajak itu sudah realistis yang kita minta potong Rp 49,5 triliun PPN, lebih baik karena PPN impor dari nilai tukar, tapi tidak bisa terus mengandalkan itu. Transaksi ekonomi mengalami penurunan makanya PPN dalam negeri kita juga rendah," kata Fuad.
Fuad menjelaskan, sektor yang paling mengalami perlambatan penerimaan adalah sektor pertambangan. Ini dikarenakan kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan harga komoditas yang belum membaik. Kondisi ini membuat sulit pemerintah memperluas penerimaan pajak karena dari sisi pajak pribadi membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. "Kalau mengejar orang pribadi harus door to door, kita butuh SDM-nya," ujarnya.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengaku telah berupaya menekan penurunan penerimaan pajak. Salah satunya dengan meningkatkan wajib pajak orang pribadi baru, serta memperbaiki sistem perpajakan secara online dengan e-faktur dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) secara online.
Namun, Chatib mengatakan kebijakan eksetensifikasi pajak yang diambil dampaknya paling cepat baru bisa diraskan tahun depan. Itu karena hal ini butuh waktu, berbeda dengan kebijakan moneter.
Sumber : Sinar Harapan
__._,_.___
Posted by: "Sunny" <ambon@tele2.se>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
.
__,_._,___
No comments:
Post a Comment