Rusia tidak berhasil menemukan jawaban. Namun para ahli di AS dan Eropa
mungkin dapat membantu dengan beberapa ide yang sekilas tampak diambil
langsung dari fiksi ilmiah.
Ide itu, antara lain, menabrakkan pesawat ruang angkasa ke asteroid, menggunakan sinar matahari untuk membakarnya, atau menyerang asteroid dengan bom nuklir.
Hal itu harus bisa dengan cepat dipersiapkan karena banyak warga Rusia yang khawatir, meskipun para ilmuwan mengatakan ledakan meteor di Rusia tengah pada Jumat adalah peristiwa sekali dalam seumur hidup.
"Kita harus menciptakan sebuah sistem deteksi benda-benda yang mengancam Bumi dan menetralisir mereka," ujar Dmitry Rogozin, seorang wakil perdana menteri pertama yang bertanggungjawab atas industri pertahanan, di Twitter.
Dmitry Rogozin mengatakan, baik AS maupun Rusia tidak bisa menembak jatuh meteor tersebut. Bahkan Presiden Vladimir Putin mengangkat tangan, dan mengatakan tidak ada negara yang mampu melindungi Bumi dari peristiwa tersebut.
Tapi ada harapan bagi Rusia yang sedang mencari solusi. Pekan lalu asteroid berukuran setengah lapangan sepak bola nyaris menghantam Bumi, juga di hari yang sama dengan ledakan meteor yang telah meningkatkan kesadaran akan bahaya yang mungkin akan dihadapi Bumi.
Pada sebuah konferensi di Wina pada Senin, para ilmuwan mengatakan sudah waktunya manusia berbuat lebih banyak untuk mengawasi benda-benda yang meluncur ke Bumi dan melawan ancaman mereka.
Sinar laser dan traktor gravitasi
Konsorsium NEO Shield, yang didanai Uni Eropa, bertujuan menyelidiki cara terbaik untuk menangani objek yang meluncur ke Bumi.
Ide mereka termasuk menciptakan "penabrak kinetik" dengan menabrakkan pesawat ruang angkasa besar ke asteroid untuk mengubah jalurnya. Ide yang lain adalah membuat "traktor gravitasi" dengan memarkir pesawat ruang angkasa besar di dekat obyek dan menggunakan pendorong untuk menjauhkannya dengan menggunakan gaya gravitasi lemah sebagai tali penarik kosmik.
Meledakkan bom nuklir di atau dekat asteroid akan menjadi pilihan terakhir, ujarnya.
Sebuah "tim aksi" PBB yang berurusan dengan objek di dekat Bumi (NEOs) mengusulkan untuk membuat International Asteroid Warning Network, ditambah dengan kelompok konsultasi mengenai pemasangan misi luar angkasa untuk menangani ancaman dan perencanaan untuk dampak bencana.
Timothy Spahr, direktur Minor Planet Center (MPC) di Smithsonian Astrophysical Observatory yang mengumpulkan data asteroid, menyerukan "kapasitas pencarian langit dengan cepat" menggunakan survei luar angkasa berbasis inframerah untuk mendeteksi benda jatuh dengan jauh lebih cepat daripada sekarang.
Lembaga antariksa AS dan Eropa, NASA dan ESA, memperingatkan bahwa manusia juga harus mempersiapkan diri dampak yang tidak dapat dihindari — seperti memiliki prosedur evakuasi besar-besaran.
Detlef Koschny, yang bertanggung jawab untuk aktivitas objek dekat-Bumi pada program Space Situational Awareness dari ESA, secara terpisah mengatakan bahwa sekarang sudah memungkinkan untuk menentukan zona tabrakan dengan pemberitahuan hanya beberapa jam.
Dia mencontohkan sebuah benda yang menghantam gurun Sudan pada 2008. Itu terlihat hanya 20 jam sebelum menabrak bumi dan perkiraan awal zona tabrakan dari 2.000 km dipersempit ke daerah padang pasir hanya dalam beberapa jam.
"Dalam kasus serupa di masa mendatang, otoritas sipil akan dapat memberitahu penduduk di daerah yang lebih spesifik untuk menjauh dari jendela, kaca atau struktur lainnya dan tinggal di dalam rumah," ujarnya dalam komentar lewat email kepada Reuters.
Ahli ESA di Darmstadt, Jerman, berencana membuat sistem pemantau langit malam menggunakan teleskop otomatis yang mampu mendeteksi benda sebelum mereka memasuki atmosfer, ujarnya menambahkan.
"Tidak jauh beda dengan Star Trek"
Di California, para ilmuwan mengerjakan sebuah sistem untuk memanfaatkan kekuatan matahari dan mengubahnya menjadi sinar laser yang dapat menghancurkan, menguapkan, atau mengubah arah asteroid.
"Sistem ini tidak jauh dari beberapa ide dari Star Trek," ujar Gary B. Hughes, seorang peneliti dan profesor dari California Polytechnic State University, San Luis Obispo.
"Semua komponen sistem ini banyak tersedia. Mungkin hanya skalanya yang tidak cukup seperti yang kita perlukan. Tetapi semua elemen dasarnya sudah ada dan siap digunakan."
Sebuah tim astronom di University of Hawaii juga mengembangkan sistem dengan teleskop kecil yang disebut ATLAS yang akan mengidentifikasi asteroid berbahaya sebelum mereka memasuki Bumi.
Tim tersebut memprediksi sistem mereka akan menawarkan peringatan selama satu pekan untuk asteroid berdiameter 50-yard (45 meter) yang dikenal sebagai "pembunuh kota" dan tiga minggu untuk asteroid berdiameter 150-yard (137 meter) yang disebut "pembunuh negara."
"Cukup waktu untuk mengevakuasi sebuah daerah, mengambil langkah-langkah untuk melindungi bangunan dan infrastruktur lainnya, dan waspada terhadap bahaya tsunami yang dihasilkan oleh dampak dari laut," ujar astronom John Tonry.
Ahli Rusia mengatakan, membangun sistem peringatan dini tidak akan sebanding dengan uang yang digunakan karena peristiwa seperti itu sangat langka — serangan meteor yang terakhir diketahui dalam skala seperti yang ada di Rusia, dilaporkan terjadi pada 1908.
Seorang pakar Rusia memperkirakan biaya sistem seperti itu sekitar $2 miliar (sekitar Rp19,2 triliun). Yang lainnya memperkirakan biaya lebih tinggi.
"Menemukan meteor adalah satu hal, tetapi mencegah dampaknya adalah hal lain," ujar Igor Marinin, editor sebuah jurnal yang diterbitkan oleh ruang badan antariksa Rusia, Roscosmos, pada Reuters.
Mengacu pada jumlah korban cedera hampir 1.200 orang setelah ledakan meteor pada Jumat, sebagian besar dari mereka terluka oleh pecahan kaca, ia berkata: "Dibandingkan dengan jumlah korban kecelakaan mobil atau kanker setiap tahunnya, jumlah ini relatif memiliki dampak yang tidak terlalu besar."
Di Rusia, sebagian orang hanya percaya pada nasib.
Konstantin Tsybko, seorang legislator dari kota Chelyabinsk di wilayah pegunungan Ural, mengatakan pada Senin: "Warga Chelyabinsk bisa merasa aman karena hal ini tidak akan terjadi hingga beberapa ratus tahun ke depan."
"Ini adalah kota pertama dalam sejarah peradaban kita yang mendapat serangan ruang angkasa, kita sukses bertahan hidup dari serangan ini," ujarnya.
Ide itu, antara lain, menabrakkan pesawat ruang angkasa ke asteroid, menggunakan sinar matahari untuk membakarnya, atau menyerang asteroid dengan bom nuklir.
Hal itu harus bisa dengan cepat dipersiapkan karena banyak warga Rusia yang khawatir, meskipun para ilmuwan mengatakan ledakan meteor di Rusia tengah pada Jumat adalah peristiwa sekali dalam seumur hidup.
"Kita harus menciptakan sebuah sistem deteksi benda-benda yang mengancam Bumi dan menetralisir mereka," ujar Dmitry Rogozin, seorang wakil perdana menteri pertama yang bertanggungjawab atas industri pertahanan, di Twitter.
Dmitry Rogozin mengatakan, baik AS maupun Rusia tidak bisa menembak jatuh meteor tersebut. Bahkan Presiden Vladimir Putin mengangkat tangan, dan mengatakan tidak ada negara yang mampu melindungi Bumi dari peristiwa tersebut.
Tapi ada harapan bagi Rusia yang sedang mencari solusi. Pekan lalu asteroid berukuran setengah lapangan sepak bola nyaris menghantam Bumi, juga di hari yang sama dengan ledakan meteor yang telah meningkatkan kesadaran akan bahaya yang mungkin akan dihadapi Bumi.
Pada sebuah konferensi di Wina pada Senin, para ilmuwan mengatakan sudah waktunya manusia berbuat lebih banyak untuk mengawasi benda-benda yang meluncur ke Bumi dan melawan ancaman mereka.
Sinar laser dan traktor gravitasi
Konsorsium NEO Shield, yang didanai Uni Eropa, bertujuan menyelidiki cara terbaik untuk menangani objek yang meluncur ke Bumi.
Ide mereka termasuk menciptakan "penabrak kinetik" dengan menabrakkan pesawat ruang angkasa besar ke asteroid untuk mengubah jalurnya. Ide yang lain adalah membuat "traktor gravitasi" dengan memarkir pesawat ruang angkasa besar di dekat obyek dan menggunakan pendorong untuk menjauhkannya dengan menggunakan gaya gravitasi lemah sebagai tali penarik kosmik.
Meledakkan bom nuklir di atau dekat asteroid akan menjadi pilihan terakhir, ujarnya.
Sebuah "tim aksi" PBB yang berurusan dengan objek di dekat Bumi (NEOs) mengusulkan untuk membuat International Asteroid Warning Network, ditambah dengan kelompok konsultasi mengenai pemasangan misi luar angkasa untuk menangani ancaman dan perencanaan untuk dampak bencana.
Timothy Spahr, direktur Minor Planet Center (MPC) di Smithsonian Astrophysical Observatory yang mengumpulkan data asteroid, menyerukan "kapasitas pencarian langit dengan cepat" menggunakan survei luar angkasa berbasis inframerah untuk mendeteksi benda jatuh dengan jauh lebih cepat daripada sekarang.
Lembaga antariksa AS dan Eropa, NASA dan ESA, memperingatkan bahwa manusia juga harus mempersiapkan diri dampak yang tidak dapat dihindari — seperti memiliki prosedur evakuasi besar-besaran.
Detlef Koschny, yang bertanggung jawab untuk aktivitas objek dekat-Bumi pada program Space Situational Awareness dari ESA, secara terpisah mengatakan bahwa sekarang sudah memungkinkan untuk menentukan zona tabrakan dengan pemberitahuan hanya beberapa jam.
Dia mencontohkan sebuah benda yang menghantam gurun Sudan pada 2008. Itu terlihat hanya 20 jam sebelum menabrak bumi dan perkiraan awal zona tabrakan dari 2.000 km dipersempit ke daerah padang pasir hanya dalam beberapa jam.
"Dalam kasus serupa di masa mendatang, otoritas sipil akan dapat memberitahu penduduk di daerah yang lebih spesifik untuk menjauh dari jendela, kaca atau struktur lainnya dan tinggal di dalam rumah," ujarnya dalam komentar lewat email kepada Reuters.
Ahli ESA di Darmstadt, Jerman, berencana membuat sistem pemantau langit malam menggunakan teleskop otomatis yang mampu mendeteksi benda sebelum mereka memasuki atmosfer, ujarnya menambahkan.
"Tidak jauh beda dengan Star Trek"
Di California, para ilmuwan mengerjakan sebuah sistem untuk memanfaatkan kekuatan matahari dan mengubahnya menjadi sinar laser yang dapat menghancurkan, menguapkan, atau mengubah arah asteroid.
"Sistem ini tidak jauh dari beberapa ide dari Star Trek," ujar Gary B. Hughes, seorang peneliti dan profesor dari California Polytechnic State University, San Luis Obispo.
"Semua komponen sistem ini banyak tersedia. Mungkin hanya skalanya yang tidak cukup seperti yang kita perlukan. Tetapi semua elemen dasarnya sudah ada dan siap digunakan."
Sebuah tim astronom di University of Hawaii juga mengembangkan sistem dengan teleskop kecil yang disebut ATLAS yang akan mengidentifikasi asteroid berbahaya sebelum mereka memasuki Bumi.
Tim tersebut memprediksi sistem mereka akan menawarkan peringatan selama satu pekan untuk asteroid berdiameter 50-yard (45 meter) yang dikenal sebagai "pembunuh kota" dan tiga minggu untuk asteroid berdiameter 150-yard (137 meter) yang disebut "pembunuh negara."
"Cukup waktu untuk mengevakuasi sebuah daerah, mengambil langkah-langkah untuk melindungi bangunan dan infrastruktur lainnya, dan waspada terhadap bahaya tsunami yang dihasilkan oleh dampak dari laut," ujar astronom John Tonry.
Ahli Rusia mengatakan, membangun sistem peringatan dini tidak akan sebanding dengan uang yang digunakan karena peristiwa seperti itu sangat langka — serangan meteor yang terakhir diketahui dalam skala seperti yang ada di Rusia, dilaporkan terjadi pada 1908.
Seorang pakar Rusia memperkirakan biaya sistem seperti itu sekitar $2 miliar (sekitar Rp19,2 triliun). Yang lainnya memperkirakan biaya lebih tinggi.
"Menemukan meteor adalah satu hal, tetapi mencegah dampaknya adalah hal lain," ujar Igor Marinin, editor sebuah jurnal yang diterbitkan oleh ruang badan antariksa Rusia, Roscosmos, pada Reuters.
Mengacu pada jumlah korban cedera hampir 1.200 orang setelah ledakan meteor pada Jumat, sebagian besar dari mereka terluka oleh pecahan kaca, ia berkata: "Dibandingkan dengan jumlah korban kecelakaan mobil atau kanker setiap tahunnya, jumlah ini relatif memiliki dampak yang tidak terlalu besar."
Di Rusia, sebagian orang hanya percaya pada nasib.
Konstantin Tsybko, seorang legislator dari kota Chelyabinsk di wilayah pegunungan Ural, mengatakan pada Senin: "Warga Chelyabinsk bisa merasa aman karena hal ini tidak akan terjadi hingga beberapa ratus tahun ke depan."
"Ini adalah kota pertama dalam sejarah peradaban kita yang mendapat serangan ruang angkasa, kita sukses bertahan hidup dari serangan ini," ujarnya.
No comments:
Post a Comment