(dok/ist)
Tasripin melakukan itu karena ibunya, Santina (37) meninggal dua tahun lalu karena tertimpa batu saat menjadi buruh penambang pasir di desanya. Sang ayah, Kuswito (42) dan kakak sulung Taspirin yakni Natim (21) merantau ke Kalimantan menjadi buruh perkebunan kelapa sawit.
Kisah Tasripin menyentak kita semua. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mengomentarinya. "Kisah Tasripin, Banyumas, usia 12 tahun, yang menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya sungguh menggores hati kita," ujar SBY lewat akun Twitter-nya, Kamis (18/4).
Dalam kicauannya, SBY menuliskan, "Tasripin terlalu kecil untuk memikul beban dan tanggung jawab ini. Secara moral saya dan kita semua harus membantunya." Komando Distrik Militer 0701 Banyumas cepat tanggap dengan merehabilitasi rumah Tasripin. Selama rumahnya direhabilitasi, Tasripin dan ketiga adiknya diinapkan di sebuah hotel di Purwokerto, Jateng.
Jujur saja, kisah sedih Tasripin adalah sebuah potret banyak anak-anak di negeri ini yang terbuang dari masa kanak-kanaknya. Di kota-kota besar seperti Jakarta banyak pula dijumpai anak-anak jalanan yang meraup rupiah di perempatan jalan.
Bukan tidak mungkin sebenarnya masih banyak kisah "Tasripin-Tasripin" lainnya yang tidak terungkap ke permukaan di pelosok sebuah negeri bernama Indonesia ini. Persoalan Tasripin ibarat sebuah gunung es.
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan persoalan-persoalan seperti yang dialami Tasripin. Anggaran untuk kesejahteraan anak seharusnya diberi porsi lebih besar. Pejabat di tingkat wilayah harus mempunyai daya deteksi untuk menangkap persoalan-persoalan seperti yang dihadapi Tasripin. Anak-anak harus mendapat perlindungan dari negara.
Di Indonesia, perlindungan anak salah satunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Seorang anak juga memiliki hak mendapat pengakuan dari lingkungan mereka, rasa hormat atas kemampuan mereka, pemajuan dan perlindungan, serta harga diri dan partisipasi tanpa harus mencapai usia kedewasaan terlebih dahulu.
Anak juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, memperoleh pendidikan dan pengajaran, mengutarakan pendapatnya sesuai tingkat kecerdasan dan usianya, memanfaatkan waktu luang untuk bergaul dengan anak sebayanya, bermain, berekreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya dalam rangka pengembangan diri.
Kita berharap pemerintah lebih peka dengan persoalan-persoalan anak. Tidak hanya bertindak setelah mencuat kisah perjuangan Taspirin melalui media massa. Menjadi tugas pemerintah untuk memberi perhatian lebih serius terhadap anak.
Kita tidak ingin anak-anak yang putus sekolah menjadi sasaran eksploitasi entah dari orang tuanya sendiri maupun orang lain. Kita juga tidak menghendaki masa bermain anak-anak dirampas karena persoalan tekanan ekonomi.
Oleh karena itu, tidak pilihan lain bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan terutama di daerah agar banyak orang tua yang terserap di sana, sehingga tidak lagi mengorbankan kehidupan anak untuk menanggung beban keluarga. Biarlah anak-anak berkembang sesuai masanya; biarlah anak menjadi dirinya sendiri.
Akhirnya memang pemerintah harus lebih memberi porsi kebijakan yang lebih kongkret untuk melindungi anak dari beban ekonomi orang tua. Kita berharap tidak muncul lagi kisah pedih Tasripin-Tasripin lainnya. Ingar-bingar suhu politik di negeri ini jangan sampai melupakan peran pemerintah mengayomi anak-anak, karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment