Inilah Alasan Mayoritas Masyarakat Aru Menolak Menara Group
Kepulauan Aru, baru mekar 10 tahun lalu. Dulunya menjadi salah satu kecamatan di Maluku Tenggara. Dalam perjalanan pemerintahan, daerah itu tak lepas dari masalah. Bupati dua periode daerah itu, Theddy Tengko akhirnya di tahan karena pencuri duit negara. Kini wakilnya Umar Djabumona terseret pencuri dana MTQ. Masalah tak sampai disitu. Sebagaian daerahnya akan "digadaikan" ke pemilik modal untuk usaha Tebu yang juga masih samar.
Luas daratan Pulau Aru, tidak seluas Buru. Sebagian wilayah masih asli. Ditutupi rimbunan berbagai macam pepohonan. Konon, di hutan ini banyak satwa liar yang nyaris punah, seperti Cendrawasih, Kakatua berbagai jenis, dan burung Nuri. Masih banyak juga lainnya. Hutan ini dilindungi hanya dengan hukum adat. Hukum adat bagi masyarakat Aru dipegang teguh. Dan tak boleh dilanggar.
Namun kini, hutan itu sedang diincar pemilik modal gede, PT Menara Grup. Perusahaan ini berencana menanamkan modal di hutan belantara Aru. Informasi dari pemerintah, mereka berkeinginan mencukur habis hutan disana untuk menanam Tebu. Sementara informasi tak resmi, tujuan mereka sebenarnya, adalah kayu. Mana yang benar diantara dua informasi itu, entahlah, tapi rakyat telah marah.
Gelombang aksi demonstrasi menolak kehadiran PT. Menara Group sudah berulangkali dilakukan. Tanpa kenal lelah,elemen masyarakat Aru menggelar aksi tidak saja di Kota Dobo namun di wilayah Kota Ambon dan di Jakarta. Berbagai bentuk penolakan ditunjukan melalui long march sebagai entitas penolakan besar-besaran yang melibatkan sekira seribuan yang terdiri dari masyarakat, tokoh adat dan pemuda se-Kabupaten Aru.
Mayoritas masyarakat Aru menolak kehadiran perusahaan tersebut. Kenapa penolakan itu seakan tiada matinya? Menara Group datang ke Aru dengan memboyong 28 anak perusahaan. Mereka berencana membuka investasi perkebunan tebu dan kelapa sawit di kabupaten baru dimekarkan tersebut.
Aksi berulang kali belum menghasilkan apapun. Masyarakat marah, maka mereka yang tergabung dalam forum koalisi masyarakat adat dan pemuda Aru melakukan penyegelan berupa pemasangan sasi di Gedung DPRD Kabupaten Aru dan kantor Dinas Kehutanan Kabupaten Aru. Sebagai bentuk penolakan, di sudut-sudut Kota Dobo, terlihat sejumlah spanduk dan baliho yang menegaskan penolakan rakyat.
Tidak banyak informasi yang diperoleh terkait manajemen PT. Menara Group. Informasi yang diterima koran ini menyebutkan PT. Menara Group merupakan pemain baru di sektor perkebunan. Sebelumnya investasi perusahaan itu hanyabergerak pada bidang penyediaan software untuk berbagai bank. Namun diam-diam perusahaan tersebut melebarkan usaha pada bidang perkebunan.
Menara Group berencana membuka lahan seluas 500.000 ha untuk perkebunan Tebu. Tebu akan diproduksi menjadi gula untuk diekspor ke Negeri Jiran, Malaysia. Perusahaan ini juga telah mengantongi izin untuk perkebunan kelapa sawit seluas 400.000 ha di Kabupaten Boven Digoel dan kabupaten tetangga kabupaten Merauke.
Namun belum lagi beroperasi, masyarakat Aru sudah mencium adanya kepentingan lain yang terselubung dari investasi besar-besaran di Kabupaten tersebut.
Kehadiran Menara Group di Aru sudah sejak 2007 lalu. Awalnya perusahaan itu berkeinginan membuka lahan perkebunan talas ungu. Namun dalam perjalanan rencana investasi mulai meluas dari talas ungu (petatas) hingga rencana perkebunan kelapa sawit dan Perkebunan Tebu.
Kehadiran perusahaan yang bertopeng investasi pada Perkebunan Tebu dan Kelapa sawit tersebut dikhawatirkan memiliki tujuan terselubung. Namun ada kelompok lain yang juga memberikan dukungan penuh bagi Menara Group.
Siprianus Alatubir, salah satu perwakilan Gerakan Anak Adat peduli pembangunan Kabupaten Aru menuturkan pihaknya memberikan dukungan bagi investasi PT. Menara Group di kabupaten Aru.
Investasi menara Group, bagi dia, akan membawa dampak bagi pembangunan masyarakat di Kepulauan Aru.
Alatubir menegaskan Gerakan Anak Adat peduli pembangunan Kabupaten Aru menilai tidak ada kepentingan terselubung perusahaan seperti yang menjadi dugaan masyarakat selama ini. "Kami perlu meluruskan, PT. Menara Group belum beroperasi, belum ada kantor perwakilan dan sejak hadir 2007 lalu sementara ini masih dalam proses sosialisasi dan survey atas kondisi lahan," Ujarnya dalam keterangan pers usai menggelar aksi mimbar bebas terkait pro kontra kehadiran PT. Menara Group yang digelar di lapangan Yos Soedarso, Dobo, pekan lalu.
Dia membantah, jika perusahaan telah beroperasi dan melakukan pembabatan terhadap hutan Aru. Pasalnya PT. Menara Group dengan 28 perusahaan konsorsium hadir di wilayah Aru dengan tujuan membuka lahan perkebunan tebu. Dan tidak benar, seluruh lahan di wilayah Aru akan terpakai habis oleh perusahaan. Tidak benar jika perusahaan menggunakan hutan Aru, perusahaan baru saja melakukan survei 2-3 bulan lalu dan mengambil sampel tanah untuk dilakukan uji laboratorium.
Hasil uji sampel tanah itu dimaksudkan agar perusahaan dapat mengetahui lokasi mana di Aru yang cocok untuk tanaman perkebunan dengan tekstur tanah setempat. Menara Group dalam investasi perkebunan hanya akan menggunakan lahan tidur seperti petuanan yang ditumbuhi rumput-rumputan dan tidak masuk area hutan seperti yang dituduhkan.
Dari 28 perusahaan, sementara ini 19 perusahaan telah mengantongi izin operasional dan dari tinjauan perusahaan konsentrasi perkebunan akan dipusatkan di wilayah Aru selatan. Karena itu, pihaknya bersama perusahaan sementara melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman bagi tokoh adat setiap desa di kabupaten Aru. "Kami telah mengajak pimpinan-pimpinan marga dan telah melakukan sosialisasi terkait invetasi perusahaan," tandasnya.
Aksi penolakan tak kalah garangnya. Penolakan tak hanya di Aru, di Kota Ambon sejumlah elemen dari akademisi, pemerhati lingkungan dan LSM yang tergabung dalam koalisi peduli Aru sementara mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk segera mengambil sikap terhadap aspirasi warga Aru.
Sejak seminggu terakhir, koalisi Peduli Aru mendatangi kantor DPRD guna menyampaikan aspirasi mereka. Terhitung sudah berlangsung dua kali hearing pendapat antara komisi D DPRD Provinsi Maluku dengan koalisi peduli Aru. Bahkan rencananya DPRD melakukan pemanggilan terhadap dinas terkait untuk mendengar tanggapan atas persoalan tersebut. Komisi berencana menghadirkan manajemen PT. Menara Group.
Lembaga Wakil Rakyat Aru sendiri sejak gelombang aksi demonstrasi berlangsung dan terjadi pemasangan sasi di kantor DPRD Aru, pimpinan dan anggota DPRD Aru langsung bergerak membentuk panitia Khusus (Pansus). Pembentukan pansus sesuai dengan tuntutan warga yang ingin agar DPRD membuat sikap politik terhadap kehadiran, Menara Group.
Wakil Ketua DPRD Aru, Jemy Siarukin mengatakan pihaknya telah menerima aspirasi yang disampaikan kelompok aliansi masyarakat adat dan pemuda Aru yang menyatakan penolakan terhadap PT. Menara Group. "Kami langsung menggelar rapat yang menghasilkan pansus," ujar Siarukin saat ditemui di kantor DPRD Aru, pekan lalu.
DPRD akan mengecek kebenaran aliansi ini yang mengatasnamakan masyarakat Aru. "Pansus akan bekerja sesuai mekanisme, pansus turun langsung ke setiap desa mempertanyakan keberadaan Menara Group dan apakah telah ada sosialisasi perusahaan terhadap masyarakat dan mempertanyakan sikap warga," terangnya.
Hasil tinjaun di lapangan kemudian akan digabungkan dengan data-data dan informasi resmi dari sejumlah pihak berkompoten termasuk pemkab Aru dan PT. Menara Group. "Hasil pansus sementara dirumuskan. Bila masih kurang akan dilihat lagi dan nantinya dalam waktu dekat kami akan menentukan sikap secara kelembagaan," terangnya.
Dia menambahkan, DPRD akan mengkaji secara mendalam apakah investasi perusahaan itu dapat memberikan keuntungan positif bagi daerah atau investasi tersebut sebaliknya memberikan dampak negatif dan kerugian bagi masyarakat maupun bagi daerah kedepan. Untuk alasan penolakan, tokoh Masyarakat Aru, Stanislaus Suarlembit menyebutkan hutan di pulau-pulau Aru oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan konversi. Artinya dengan masuknya PT. Menara Group tentunya akan mengalihkan lahan tersebut.
Dia menduga dalil investasi raksasa perkebunan kelapa sawit dan tebu itu, merupakan strategi terselubung dati upaya mengeksploitasi hasil kekayaan alam kabupaten Aru. "Saya menduga investasi perkebunan hanya berkedok alias HPH ganti kulit," duga Suarlembit saat diwawancarai Ambon Ekspres di Kota Dobo,pekan lalu.
Dari sisi lain, Suarlembit menilai dari sisi ekosistem lingkungan didalam hutan Aru terdapat banyak satwa endemik yang akan dimusnahkan seperti Kangguru, Burung cenderwasih, Burung Kakatua dan masih banyak satwa yang tergolong langkah dan dilindungi. Nah kenapa Hutan ini harus ditebang, Hutan Aru apa yang sebenarnya dicari.
"Jadi saya ingin PT. Menara Group membuat manajemen terbuka artinya pertama masyarakat turut duduk bersama dan membicarakan tujuan dari PT. Menara Group maunya apa. Apakah tujuannya benar-benar untuk melakukan perkebunan tebu di lahan tidur atau ada kandungan dalam lahan tersebut atau kayu yang dibutuhkan. perusahaan harus jujur," tegasnya.
Dirinya berharap ancaman kerusakan ekosistem lingkungan dapat menjadi perhatian publik bahkan dunia Internasional sehingga memagari ancaman kerusakan hutan lindung yang ada di kepulauan Aru. Apalagi, Hutan Indonesia telah dikenali sebagai 'paru-paru dunia' dan salah satu hutan yang belum tersentuh dan memiliki sumbangsih besar termasuk hutan Kepulauan Aru.
"Konferensi internasional di Bali tentang hutan lindung telah mengamanatkan untuk manusia harus menanam pohon kembali, anehnya koh mengapa pohon harus ditebang," herannya.
Alan Jeui, sekretaris koalisi masyarakat adat dan pemuda Aru mengatakan warga adat menolak kehadiran PT. Menara Group karena dikhawatirkan perusahaan akan merusakan lokasi-lokasi adat yang memiliki nilai kesakralan bagi warga Aru. "Sebagian besar lokasi sejarah atau tempat sakral terdapat di dalam hutan yang telah ditargetkan menjadi lahan perkebunan,"terangnya.
Anehnya lagi, sejak 2007 lalu PT. Menara Group masih berdalil melakukan survei. Kinipun belum ada satupun perwakilan resmi perusahaan yang bertatap muka atau menggelar sosialisasi dengan warga.
Dia mengakui sesuai data yang diperoleh pihaknya, diketahui sebanyak 28 anak perusahaan yang akan berinvestasi dan 19 perusahaan telah memiliki izin untuk beroperasi khusus di wilayah Aru Selatan dengan sasaran pada lahan tidur atau lokasi alang-alang.
Kendati berdalil demikian, Alan mempertegas lokasi sakral tidak saja dalam hutan tetapi adapula di wilayah atau hutan alang-alang seperti Desa Batu Goyang. "Inilah yang membuat warga sangat marah," tegasnya.
Tidak saja itu, belakangan tercium hasil survei PT. Menara Group di Kabupaten Aru terdapat kandungan mineral yang dapat dieksploitasi. "Kami menduga ada hasil kekayaan lain yang dicari pihak perusahaan," duganya.(***)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment