Tragedi penembakan massal di SD Sandy Hook AS membuka mata kita tentang peraturan memiliki senjata di seluruh dunia. Berikut adalah adalah dua kisah sukses — dengan dua cara pemikiran yang berbeda tentang kepemilikan senjata — dan satu kisah lain sebagai peringatan.
Jepang
Di negeri ini, hanya ada sedikit senjata. Begitu juga dengan kekerasan bersenjata. Senjata api digunakan hanya dalam tujuh kasus pembunuhan di Jepang (populasi 130 juta) dan terakhir kali terjadi pada 2011. Polisi bilang, lebih banyak orang — sembilan — dibunuh dengan gunting.
Meskipun tingkat kepemilikan senjata sedikit bila dibandingkan dengan Amerika Serikat, Jepang memiliki lebih dari 120.000 pemilik senjata yang terdaftar dan lebih dari 400.000 senjata api terdaftar. Tapi mengapa ada begitu sedikit kekerasan senjata?
"Kami memiliki cara yang sangat berbeda dalam memandang senjata di Jepang daripada orang di Amerika Serikat," kata Tsutomu Uchida, yang mengelola Kanagawa Ohi Shooting Range, pusat pelatihan untuk penggemar senapan. "Di Amerika Serikat, orang percaya bahwa mereka memiliki hak untuk memiliki senjata. Di Jepang, kami tidak memiliki hak itu. Jadi titik pemikiran kami benar-benar berbeda."
Kepemilikan senapan diperbolehkan untuk masyarakat umum, tetapi dikontrol ketat. Seseorang yang ingin memiliki senjata harus menunjukkan alasan sah mengapa mereka layak diizinkan. Latar belakang mereka akan diperiksa, termasuk sejarah masalah keuangan, rumah tangga, kesehatan jiwa dll.
Di bawah kebijakan Jepang yang telah lama diterapkan, tidak ada alasan yang baik mengapa setiap orang sipil harus memiliki pistol, sehingga mereka benar-benar dilarang (kecuali puluhan atlet penembak kompetisi yang diakui).
Pemilik senjata harus memberitahu polisi di mana pistol disimpan di rumah. Pistol harus disimpan di tempat yang terkunci, harus terpisah dari amunisi, dan sebaiknya dirantai. Diizinkan untuk membawa senjata di bagasi mobil untuk menuju arena menembak.
Uchida mengatakan undang-undang senjata Jepang membuat frustrasi, terlalu rumit, dan bisa berubah-ubah.
"Sangat bagus jika kami memiliki sebuah organisasi seperti National Rifle Association untuk mendukung kami," katanya, meskipun dia mengakui bahwa tidak ada gerakan yang signifikan di Jepang untuk mempermudah pembatasan senjata.
"Kami memiliki cara kami untuk melakukan sesuatu, dan orang Amerika memiliki cara mereka," kata Yasuharu Watabe (67) yang telah memiliki sebuah pistol selama 40 tahun. "Namun perlu ada peraturan. Pistol akan berubah jadi senjata bila dipegang oleh orang yang salah."
Swiss
Pendukung hak bersenjata di Amerika Serikat sering menyebut Swiss sebagai contoh harmonisasi peraturan yang relatif liberal dengan kejahatan senjata api yang rendah.
Negara dengan 8 juta orang tersebut memiliki sekitar 2,3 juta senjata api. Namun senjata api hanya digunakan dalam 24 kasus pembunuhan di Swiss pada 2009, dengan laju sekitar 0,3 per 100.000 penduduk. Laju di Amerika Serikat tahun itu sekitar 11 kali lebih tinggi.
Tidak seperti di Amerika Serikat, negara di mana senjata digunakan pada sebagian besar pembunuhan, di Swiss hanya seperempat dari pembunuhan yang melibatkan senjata api. Kasus yang paling terkenal dalam beberapa tahun terakhir terjadi ketika pemohon yang tidak puas menembak mati 14 orang di sebuah pertemuan dewan kota pada 2001.
Para ahli mengatakan rendahnya angka kejahatan yang menggunakan senapan di Swiss dipengaruhi oleh fakta bahwa sebagian besar senjata api dikeluarkan oleh militer untuk laki-laki ketika mereka bergabung dengan wajib militer. Kriminolog Martin Killias di University of Zurich mengatakan bahwa saat Swiss mengurangi jumlah tentara dalam beberapa dekade terakhir, kekerasan senjata api — terutama pembunuhan domestik dan bunuh diri — juga menurun.
Masalah utama adalah berapa banyak orang memiliki akses senjata, bukan jumlah senjata yang dimiliki di suatu negara, kata Killias. "Penjahat Swiss, misalnya, tidak selalu memiliki senjata selengkap penjahat jalanan di Amerika Serikat."
Brasil
Sejak 2003 di Brasil hanya polisi, orang dengan profesi yang berisiko tinggi dan mereka yang dapat membuktikan kehidupan mereka terancam yang berhak menerima izin senjata api. Siapa pun yang tertangkap membawa senjata tanpa izin menghadapi hukuman sampai empat tahun penjara.
Namun Brasil juga berada di puncak daftar global untuk pembunuhan menggunakan senjata api.
Menurut sebuah penelitian pada 2011 oleh U.N. Office on Drugs and Crime, 34.678 orang terbunuh oleh senjata api di Brazil pada 2008, dibandingkan dengan 34.147 pada 2007. Jumlah untuk kedua tahun tersebut mewakili tingkat pembunuhan dengan senjata api dari laju 18 per 100.000 penduduk — lima kali lebih tinggi daripada laju di Amerika Serikat.
Kekerasan sangat mewabah di Brasil bahkan beberapa warga sipil mempertimbangkan mempersenjatai diri untuk membela diri. Petak besar kota-kota seperti Sao Paulo dan Rio de Janeiro didominasi oleh geng narkotik yang kuat, yang sering kali memiliki persenjataan lebih baik daripada polisi. Pejabat Brasil mengakui aliran senjata dengan mudah mengalir melalui perbatasan di Amazon.
Namun, menurut Guaracy Mingardi, pakar kriminal dan keselamatan publik dan peneliti di badan strategi Fundacao Getulio Vargas, mengatakan bahwa UU 2003 membantu menurunkan jumlah kasus pembunuhan dengan senjata api di beberapa daerah.
Menurut Sao Paulo State Public Safety Department, tingkat pembunuhan berkisar 28,29 per 100.000 penduduk pada 2003 dan turun menjadi 10,02 per 100.000 penduduk pada 2011.
Brazil menginginkan senjata yang lebih kuat di tangan polisi. Bulan ini, penegak hukum resmi akan membawa senjata kaliber berat untuk penggunaan personal.
Ligia Rechenberg, koordinator kelompok pencegah kekerasan Sou da Paz atau "I am for Peace", merasa bahwa hal itu bisa membuat keadaan semakin buruk. Dia mengatakan polisi akan membeli senjata yang "mereka tidak tahu cara penggunaannya, dan yang menempatkan mereka dan penduduk dalam bahaya."
No comments:
Post a Comment