Saturday, October 19, 2013

[batavia-news] Densus Antikorupsi, Perlukah?

 

res : Mengingat banyak anggota (petinggi) Polri terkait korupsi, maka tentu saja diperlukan "densus antikorupsi" supaya bisa mengamankan yang menyelidiki korupsi agar Polri dinyatakan bebas korupsi. Hal yang menarik ialah apakah benar para petinggi TNI  suci dan bebas korupsi?
 
 
Densus Antikorupsi, Perlukah?
Sabtu, 19 Oktober 2013 - 11:31 WIB
: 63


(SH/Septiawan)
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo (kiri )dan Komjen Polisi Sutarman yang resmi terpilih menjadi Kapolri baru. .
Jangan-jangan Densus Antikorupsi untuk mengamankan perkara korupsi di lingkungan Polri saja.

ADA yang menarik di sela-sela uji kepatutan dan kelayakan calon tunggal Kapolri Komjen Sutarman di Komisi III DPR, Kamis (17/10).  Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengusulkan agar Kapolri baru bisa membentuk satuan khusus yang berfungsi melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di Polri.

Menurut politikus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, dasar pembentukan satuan itu adalah masih adanya kelemahan kepolisian dalam menuntaskan kasus tindak pidana korupsi. "Kita sudah ada Densus Terorisme, Badan Narkotika Nasional (BNN), lalu kenapa masalah korupsi tidak menjadi bagian terpenting lainnya untuk ditangani?" ujarnya.

Tanpa disebut secara terbuka maksud dari wakil rakyat yang satu ini, sangat jelas bahwa sudah waktunya ada Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi atau Densus Antikorupsi guna menguak dan memberantas perkara korupsi.

Bak gayung bersambut. Komjen Sutarman yang akhirnya terpilih sebagai Kapolri baru menyambut baik usulan dibentuknya Densus Antikorupsi itu. Dia sepakat sudah saatnya ada lembaga itu guna menguak dan memberantas perkara korupsi. "Itu bagian yang harus kita lakukan, operasionalnya harus kita tingkatkan," kata Sutarman usai menjalani uji kepatutan dan kelayakan.

Diakui atau tidak wacana pembentukan Densus Antikorupsi bakal mengundang banyak pertanyaan yang mendasar di antaranya apakah pembentukan Densus Antikorupsi benar-benar tidak akan menimbulkan konflik kepentingan dengan lembaga lain yang juga bertugas dalam cakupan yang sama sebut saja Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lantas fokus perkara korupsi macam apa yang disasar Densus Antikorupsi tersebut? Lantas bagaimana dengan perkara korupsi yang sudah lebih dulu ditangani Kejaksaan Agung dan KPK.

Kita mendukung setiap langkah dan upaya untuk memberantas korupsi di negeri ini. Hal itu sangat mendesak mengingat kasus korupsi sudah menjangkiti lembaga legislatif, eksekutif, dan terakhir yudikatif. Namun sekali lagi masalahnya adalah bukan tidak mungkin kehadiran Densus Antikorupsi malah akan menimbulkan persoalan baru bahkan gesekan di antara lembaga-lembaga yang telah lebih dulu diberi amanat sesuai dengan ketentuan yang ada. Apalagi jika nantinya ternyata Densus Antikorupsi ini berada di bawah kendali Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Bukan rahasia umum lagi jika hingga kini banyak kasus korupsi yang ditangani pihak Polri masih berjalan di tempat atau mangkrak. Contoh yang paling anyar adalah kasus rekening gendut Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Raja Ampat, Papua. Dalam kasus ini, Indonesia Police Watch (IPW) membeber data sedikitnya ada 33 pejabat Polri yang diduga menerima aliran dana dari Aiptu Labora Sitorus dari Januari 2012 hingga Maret 2013. Pejabat Mabes Polri, misalnya menerima 13 kali aliran dana lewat rekening sebuah bank pelat merah. Kapolda Papua diduga menerima lima kali aliran dana dari Sitorus dari Juni 2012 hingga Februari 2013.
Sejumlah kapolres dan pejabat di Polda Papua menerima aliran dana 16 kali atau setiap bulan menerima setoran dari Sitorus antara Rp 25-250 juta.

Hingga kini, masyarakat masih menanti penyelesaian dugaan aliran dana Aiptu Labora Sitorus kepada 33 pejabat Polri itu. Tidak heran jika kemudian muncul desakan agar KPK mengambil alih kasus rekening gendut Aiptu Labora dan menjadikan semua pejabat Polri yang menerima aliran dana tersebut sebagai tersangka.

Kasus Aiptu Labora Sitorus hanya satu contoh bagaimana pihak Polri lambat menyelesaikan perkara korupsi di lingkungan internal mereka. Karena itu, bukan tidak sebab jika wacana perlunya pembentukan Densus Antikorupsi seperti yang diusulkan anggota Komisi III DPR Ahmad Yani yang kemudian diaminkan Kapolri baru Komjen Sutarman bisa dianggap sebagai langkah mundur. Jangan-jangan kehadiran Densus Antikorupsi ini malah hanya untuk "mengamankan" perkara-perkara korupsi yang bisa saja terjadi di lingkungan Polri. Kita tentunya berharap tidak demikian agaknya.

Namun lepas dari itu, wacana pembentukan Densus Antikorupsi harus dipertimbangkan secara matang dan tidak bisa diputuskan dalam keterdesakan waktu apalagi setelah DPR utamanya Komisi III memberi "karpet merah" bagi Komjen Sutarman melaju menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Timur Pradopo.
Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment