(dok/antara)
Petani mengupas kulit agar jagung kering dipohon ketika dipanen, di Desa Polagan, Galis, Pamekasan, Jatim, Sabtu (12/10).
JAKARTA – Makin berkurangnya jumlah petani di Indonesia menjadikan negeri ini dalam situasi darurat pangan. Petani yang mestinya jadi penghasil pangan, saat ini justru mengalami kemiskinan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun ini saja terdapat 18,48 juta jiwa penduduk miskin pedesaan. Ini lebih besar dari jumlah penduduk miskin kota sebesar 10,65 juta jiwa. Penduduk desa tersebut tentunya adalah petani gurem dan buruh tani yang menurut data sensus pertanian 2003 berjumlah 13 juta jiwa.
Jumlah ini akan bertambah tahun ini dan bisa disetarakan dengan jumlah penduduk miskin di desa, seiring dengan adanya konversi alih lahan. Angka konversi lahan sendiri sebesar 100.000 hektare (ha) per tahun.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengatakan, kebijakan pemerintah yang menempatkan korporasi sebagai aktor utama dalam segala sektor pertanian, mulai dari alat produksi, cara produksi, hingga distribusi pertanian, pelan-pelan membuat peran petani terpinggirkan.
"Mengacu pada sensus BPS pada Mei 2013, ada penyusutan 5,04 juta keluarga tani dari 31,17 juta keluarga per tahun 2003 menjadi 26,13 juta keluarga per tahun 2013. Artinya jumlah keluarga tani susut rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun," ungkap Henry kepada SH, Selasa (15/10).
Sebaliknya, di periode yang sama, jumlah perusahaan pertanian bertambah 1.475 perusahaan, dari 4.011 perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013.
Jumlah rumah tangga usaha pertanian juga menurun per tahun sebesar 1,75 persen, dengan total penurunan 5,04 juta rumah tangga dari 2003-2013. Pada 2003, terdapat 31,17 juta rumah tangga (Sensus Pertanian 2003) dan menyusut menjadi 26,13 juta rumah tangga pada 2013.
Kelaparan
Di tingkat dunia, Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan pada 2012 terdapat 870 juta jiwa orang kelaparan. Artinya, kata Henry, ada peningkatan orang kelaparan di dunia bila dibandingkan dengan angka kelaparan sebesar 825 juta Jiwa pada 1996, tahun di mana para pemimpin negara yang hadir di World Food Summit (WFS) berjanji akan menghapuskan 50 persen jumlah orang lapar pada tahun 2015.
Di Jakarta, kecukupan pangan rakyat juga memprihatinkan. Sadiyah (67), warga Kelurahan Kalianyar, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, mengatakan keluarganya makan dua kali sehari dengan lauk seadanya, kadang tahu, tempe, ikan asin pakai sambal, atau mi.
Sadiyah tinggal di rumah lantai dua berukuran 2,5 x 2,5 meter persegi itu bersama lima anaknya dan satu suaminya. Suami Sadiyah, Syamsul Bachri (70), masih bekerja serabutan di pabrik roti di daerah Tomang, Jakarta Barat, dengan penghasilan Rp 25.000 per hari.
Ketika ditanya apa yang dia bisa lakukan dengan penghasilan itu, Sadiyah menjawab singkat, baginya rahmat Tuhan adalah segalanya. Uang itu cukup tidak cukup harus bisa memberi makan ketiga anaknya yang masih tinggal bersama.
"Anak-anak saya sudah punya istri, penghasilannya buat mereka sendiri menghidupi keluarganya. Bapak sudah tua, sehari Rp 25.000 buat ongkos pulang pergi tinggal Rp 21.000. Anak saya masih ada tiga orang yang tinggal serumah. Mereka belum berkeluarga dan tidak memiliki pekerjaan," ucapnya.
Selain soal pangan, Sadiyah juga harus berjibaku soal air. Ia mengaku harus membelinya Rp 3.000 per 30 menit keran air terbuka. Dia membelinya dari musala terdekat. Air tersebut kemudian ditaruh dalam gentong plastik miliknya yang kotor dan berlumut.
Sulitnya masalah pangan tidak hanya dirasakan warga Kalianyar, Syarifuddin (43), warga RT 06/10, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru juga hidup di bawah garis kemiskinan. Bersama tiga anak perempuannya yang masih kecil, Arif tinggal di sebuah indekos bersama istrinya, Wulandari (37).
Arif hanya bekerja sebagai pelayan restoran dengan gaji standar upah minimum provinsi Rp 2,2 juta. "Gaji segitu buat bayar indekos. Biaya anak yang paling besar sekolah, dua anak saya masih balita, umur 5 tahun dan 2 tahun. Udah sangat minim penghasilan segitu," ucapnya.
Biaya indekos sebulan mencapai Rp 500.000, harus ditunjang biaya ongkos kerja Rp 300.000 per bulan. Belum lagi biaya susu anak yang mencapai Rp 700.000 sebulan.
"Untuk biaya makan saya pribadi masih dapat makanan cukup layak dari tempat kerja. Yang pusing anak-anak di rumah, nggak jauh makannya mie, tahu, tempe, sayur, itu juga tidak setiap hari. Ini kita beruntung bisa makan daging karena momen Idul Adha. Kalau tidak, makan daging yang kalau ada hajatan tetangga saja, seperti tahlilan misalnya," ucapnya.
Surplus
Pemerintah mengklaim sejak Oktober 2012, telah mengalami surplus beras 4,5-5 juta ton, tetapi pada akhir 2013, pemerintahan akan mengimpor beras 670.000 ton. Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menilai banyaknya pangan impor menunjukkan bahwa Indonesia semakin jauh dari kedaulatan pangan.
"Untuk negara yang merdeka dan berdaulat, salah satu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi adalah berdaulat di bidang pangan," ujar Lukman.
Kedaulatan pangan, kata dia, harus memenuhi angka kecukupan gizi yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Lukman menyatakan dibandingkan negara ASEAN lainnya, konsumsi protein hewani Indonesia ada di urutan bawah.
"Data FAO 2006 mencatat rata-rata konsumsi daging penduduk Indonesia hanya 4,5 kg per kapita per tahun. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 38,5 kg per kapita per tahun," kata dia.
Dengan asumsi tingkat konsumsi daging mencapai 2,21 kg/kapita pada 2015, Indonesia akan mengalami defisit daging 3.000 ton. Untuk susu dengan tingkat konsumsi 6,50 kg/kapita, diperkirakan defisit 1 juta ton. "Kebutuhan ini mau tidak mau harus dipenuhi dari impor," ujar Lukman. (Effatha Tamburian/Sulung Prasetyo)
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup
--------------
No comments:
Post a Comment