Wednesday, October 16, 2013

[batavia-news] Memetik Banyak Pelajaran dari Jerman

 

res : Bagaimana dengan menuntut ilmu di Arab Saudia?
 
 
 
Memetik Banyak Pelajaran dari Jerman
Isabella Manurung | Rabu, 16 Oktober 2013 - 17:03 WIB
: 103


(dok/AP Photo)
Pelajar dari India sedang membaca buku panduan dalam pembelajaran di Jerman beberapa waktu lalu.
Salah satu alasan Jerman atraktif bagi pelajar adalah keragaman budaya dan agama.

JAKARTA - Tak perlu basa-basi memperkenalkan negara ini kepada dunia, ini memang negara maju. Dengan kehebatannya dalam teknologi, masyarakat dunia tentu sangat tidak asing. Tak hanya itu, walau badai krisis menghadang Eropa, negara ini masih mampu berdiri tegak.

Itulah yang terlintas dalam pikiran saya membaca lembar-lembar rilis sambil mendengarkan sejumlah tokoh penting Jerman di Indonesia, Jumat (11/10) pekan lalu. Saat itu saya menghadiri jumpa pers Festival Jerman Indonesia (Jerin) 2013 di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta.

Kekaguman kerap tergumam dari mulut saya saat mendengar presentasi para pembicara yang hadir. Bukan untuk menganggungkan kejayaan Jerman semata, melainkan pikiran yang terbersit mengenai bagaimana bangsa ini, yang tak kalah kaya, dapat kembali jaya dengan belajar dari negeri seberang.

Jumpa pers tersebut tak berlangsung lebih dari satu jam. Namun, acara tersebut banyak memberi pelajaran berharga bagi Indonesia, setidaknya berdasarkan pengamatan saya. Pertama, jumpa pers berlangsung tepat seperti jadwal, pukul 10.00. Namun, sejak pukul 09.30 telah banyak peserta memenuhi kursi yang disediakan.

Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, membuka acara dengan kata sambutannya yang tak lebih dari lima menit. Di sinilah kekaguman saya dimulai. Cara penyampaian materi sang duta besar (dubes) secara langsung maupun tertulis pada rilis berbeda dari yang disampaikan pejabat-pejabat asing yang pernah saya dengar.

Jika banyak pihak asing maupun dalam negeri yang suka dengan penuturan basa-basi bertujuan promosi, Jerman cukup mengutarakan apa yang menjadi tujuan mereka lalu alasan di baliknya. Witschel memaparkan, hubungan diplomatik Jerman-Indonesia yang telah terjalin selama 60 tahun layak dihadirkan ke tengah publik, khususnya di Jakarta.

"Jerman merupakan salah satu negara paling atrakif di Indonesia. Jerin merupakan salah satu bentuk tepat perwujudan hubungan bilateral (Jerman-Indonesia), dan kesuksesan (Jerin) telah terbukti. Tapi, tentu saja kita tidak mau berhenti sampai di sini karena hubungan bilateral kita tidak berhenti di sini," kata Witschel dengan yakin mengungkapkan alasan Festival Jerin kedua digelar tahun ini.

Sebagai platform proyek yang mengangkat berbagai aspek kemitraan seperti kebudayaan, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, serta politik, Jerin memang ditampilkan dalam bentuk pendekatan budaya seiring membawa masyarakat Jerman dan Indonesia saling bekerja sama.

Dengan segala kemutakhirannya, negeri bir ini memang layak menunjukkan percaya diri yang tinggi tanpa banyak basa-basi. Sebagaimana Festival Jerin tahun ini lebih mengedepankan kelompok muda, Witschel pun langsung menyinggung studi ke Jerman yang pasti sangat menarik animo masyarakat.

Witschel mengungkapkan, sejumlah alasan logis mengapa ada banyak orang, termasuk Indonesia, sangat mendambakan studi di Jerman.

"Jerman masih menjadi negara paling atraktif di Eropa bagi pelajar Indonesia, dan menempati urutan nomor lima di dunia. Salah satu alasan Jerman atraktif bagi pelajar karena keragaman budaya dan agama. Makanan halal, pergi ke masjid atau gereja, minum bir, semuanya mungkin!" ucap Witschel.

Seperti diketahui publik, Jerman menjadi salah satu negara yang menyediakan kesempatan pelatihan kerja profesional terbesar di dunia. Para trainee terbaik dari seluruh dunia, yang sebagian besar merupakan mahasiswa, dapat merasakan kesempatan bekerja di banyak perusahaan-perusahaan Jerman.

Etos kerja unggul yang dimiliki warga Jerman inilah yang memengaruhi Sandy Sandhoro, salah satu musikus terkenal Indonesia yang telah tinggal di sana selama lebih dari 20 tahun. Bagi pelantun tembang "Malam Biru" itu, Jerman sudah seperti "Ibu Pertiwi kedua".

Menurut Sandy, ia harus mengakui dirinya bisa sukses seperti saat ini berkat Jerman. Jika ia tidak bekerja dan menjadi penyanyi di sana, kata Sandy, mungkin ia juga tidak akan berkarier di Indonesia.

"Saya sekolah lalu bekerja di sana sejak tahun 1993. Pola pikir saya sudah seperti orang Jerman. Dari mereka saya belajar bagaimana menghargai alam, tidak buang sampah sembarangan dan didaur ulang. Orang Jerman juga sangat tepat waktu. Ini harus dicontoh orang Indonesia," kata Sandy, saat ditemui wartawan usai jumpa pers.

Sandy adalah salah satu penampil dari Indonesia yang akan mengisi acara dalam Festival Jerin 2013 yang akan dilaksanakan pada 18-20 Oktober di area Gelora Bung Karno. Selain dia, akan tampil para musikus urban, hip hop, serta pianis dari Jerman dan violinis Indonesia yang lama tinggal di Berlin, Iskandar Widjaja, band Andra and The Backbone, serta mahasiswa Indonesia yang berkolaborasi dengan kelompok teater asal Jerman.

Pengangkatan topik urban culture serta urban career yang akan memberikan info lengkap bagi warga Indonesia yang ingin bekerja di perusahaan Jerman, dalam Festival Jerin kali ini, menurut dubes Witschel, menunjukkan kekerabatan antara Jerman dan Indonesia dan dipandang sangat tepat.

Pertama, ia menuturkan, orang-orang merayakan, belajar bersama, dan merangkul masyarakat, kali ini fokusnya adalah kaum muda, secara bersama. Orang-orang akan menikmati hubungan Jerman dan Indonesia bersama melalui banyak penampilan dan para artis yang datang membawa satu bahasa universal.

"Tapi yang paling penting adalah ini kesempatan baik untuk mengenal lebih dalam perusahaan serta universitas-universitas Jerman. Apa yang bisa dilakukan, yaitu mendapatkan pekerjaan dengan perusahaan Jerman atau bisa studi di sana, lalu kembali ke Indonesia. Ini yang penting. Jerman berbicara brain gain, bukan brain drain," kata dubes yang dapat sedikit berbicara bahasa Indonesia itu, saat ditemui wartawan.

Jumpa pers pekan lalu tersebut menunjukkan bagaimana negara dengan mayoritas umat Protestan seperti Jerman dapat maju karena fokus pada teknologi. Sebut saja teknologi komunikasi dan komputer, Jerman memiliki Siemens dan IBM. Tentu tak asing lagi mobil bermerek BMW, Mercedes Benz, serta Volkswagen, juga perabot rumah tangga Bosch.

Jerman tampak mengetahui betul strategi untuk tetap unggul di dunia, yaitu fokus dengan pengembangan teknologinya. Mulai dari perabot rumah tangga hingga pesawat terbang, negara ini telah memiliki keunggulan teknologi yang telah dieprcaya dan tentu sulit disaingi negara manapun, termasuk Indonesia.

Lalu, apa yang dapat dipelajari Indonesia? Belajarlah dari jerman mengenai strategi fokus terhadap bidang tertentu. Untuk teknologi, bangsa ini masih terlalu sulit untuk dikejar dan disaingi. Tapi, Indonesia yang dulu pernah jaya dengan maritim serta agrarianya, dapat memanfaatkan kekayaan alam yang amat dengan warisan alam serta produk seni dan budaya, yang tentu dapat diunggulkan di dunia.

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
http://groups.yahoo.com/group/batavia-news
to Subscribe via email :
batavia-news-subscribe@yahoogroups.com
----------------------------------------
VISIT Batavia News Blog
http://batavia-news-networks.blogspot.com/
----------------------------
You could be Earning Instant Cash Deposits
in the Next 30 Minutes
No harm to try - Please Click
http://tinyurl.com/bimagroup 
--------------
.

__,_._,___

No comments:

Post a Comment